BAB I
YOGA
|
(YOGA
ASANAS MENURUT SUSASTRA HINDU)
(Sumber: readersdigest.co.id)
“ṡruti-vipratipannā te yadā sthāsyati
niṡcalā,
samādhāv acalā buddhis tadā yogam
avāpsyasi.”
Terjemahannya :
“Bila pikiranmu dibingungkan oleh apa yang didengar
tak tergoyahkan lagi dan
tetap dalam samadhi, kemudian
engkau akan mencapai yoga (realisasi diri).”
(Bhagavad Gita.II.53)
1.2. PENGERTIAN DAN
HAKIKAT YOGA
Kata yoga berasal dari
bahasa sansekerta yaitu “yuj” yang
memiliki arti menghubungkan atau
menyatukan, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai
meditasi atau mengheningkan cipta/pikiran, sehingga dapat dimaknai bahwa yoga
itu adalah menghubungkan atau penyatuan spirit individu (jivātman) dengan
spirit universal (paramātman) melalui keheningan pikiran.
Secara
etimologi, kata yoga berasal dari yud, yang artinya menggabungkan atau hubungan,
yakni hubungan yang harmonis dengan objek yoga.
Dalam
patanjali Yogasutra, menguraikan bahwa;
“yogas
citta vrtti nirodhah”,è artinya, mengendalikan gerakgerik
pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah polah pikiran yang cenderung
liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam objek (yang dikhayalkan)
memberi nikmat.
“ṡruti-vipratipannā te
yadā sthāsyati niṡcalā,
samādhāv acalā buddhis
tadā yogam avāpsyasi.”
Terjemahannya
:
“Bila
pikiranmu dibingungkan oleh apa yang didengar tak tergoyahkan lagi dan tetap
dalam samadhi, kemudian engkau akan mencapai yoga (realisasi diri).”
(Bhagavad Gita.II.53)
Yoga
merupakan jalan utama dari berbagai jalan untuk kesehatan pikiran dan badan agar
selalu dalam keadaan seimbang. Keseimbangan kondisi rohani dan jasmani mengakibatkan
kita tidak mudah diserang penyakit. Yoga adalah suatu sistem yang mengolah
rohani dan jasmani guna mencapai ketenangan batin dan kesehatan fisik dengan
melakukan latihan-latihan secara berkesinambungan.
Fisik
atau jasmani dan mental atau rohani yang kita miliki sangat penting dipelihara
dan dibina. Yoga dapat diikuti oleh siapa saja untuk mewujudkan kesegaran
rohani dan kebugaran jasmani.
1.3. SEJARAH YOGA DALAM AJARAN HINDU
Ajaran Yoga dibangun
oleh Maharsi Patanjali, dan
merupakan ajaran yang sangat populer di kalangan umat Hindu. Ajaran yoga
merupakan ilmu yang bersifat praktis dari ajaran Veda. Yoga berakar dari kata
Yuj yang berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa)
dengan roh universal (Paramatman/Mahapurusa). Maharsi Patanjali mengartikan
yoga sebagai Cittavrttinirodha yaitu penghentian gerak pikiran.
Sejak lebih dari 5000
tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu alternatif pengobataan
melalui pernafasaan. Awal mulanya muncul yoga diprakarsai oleh Maha Rsi
Ptanjali, dan menjadi ajaran yag diikuti banyak kalangan umat yang hindu. Maha
Rsi Ptanjali membuat karya kitab YOGASUTRA, dimana kitab ini dikelompokan
menjadi 4 bagian yaitu :
1.
Samadhipada
ð Kitab ini menjelaskan
tentang sifat, tujuan dan bentuk ajaran yoga. Didalamnya memuat
perubahan-perubahan pikiran dan tata cara pelaksanaan yoga.
2.
Shadhanapada
ð Kitab ini menjelaskan
tentang pelaksanaan yoga seperti tata cara mencapai samadhu, tentang kedukaan,
karmaphala dan yang lainnya.
3.Vibhutipada
ð Kitab ini menjelaskan
tentang aspek sukma atau batiniah serta kekuatan gaib yang diperoleh dengan
jalan yoga.
3.
Kaivalyapada
ð Kitab ini menjelaskan tentang
alam kelepasan dan kenyataan roh dalam mengatasi alam duniawi.
1.4. MENGENAL DAN MANFAAT AJARAN YOGA
Adapun manfaat ajaran yoga dapat
dilihat dalam uraian berikut ini.
- Sebagai tujuan hidup yang tertinggi dan
terakhir dalam ajaran Hindu yaitu terwujudnya Moksartham Jagadhita Ya Ca
Iti Dharma.
- Untuk menjaga kesehatan, kebugaran jasmani dan
rohani dapat dilakukan melalui praktik berbagai macam gerakan Yoga Asanas.
Berikut ini dapat ditampilkan dalam bentuk kolom beberapa gerakannya.
JENIS-JENIS
YOGA :
Bhakti
Yoga
ð Bhakti yoga ini
memberikan penghayatan/ penjiwaan curahan cinta kasih akan keTuhanan. Bhakti
tidak diukur dari seberapa banyak persembahan, tapi diukur dari seberapa dalam
dan seberapa murni tingkat cinta kasih seseorang. Bhakti tidak tumbuh dari luar
diri seseorang, melainkan harus tumbuh dengan sendirinya dari dalam diri.
Kepercayaan adalah kemenangan akhir dari kebenaran dan cinta kasih. Tanda –
tanda dari bhakti ini, ditandai dengan adanya kepercayaan, kerendahan hati,
serta keprihatinan terhadap makhluk lain.
Karma
Yoga
ð Karma yoga adalah
kebebasan dari suka – dukha pahala perbuatan. Karma yoga ini adalah jalan
dimana semua pekerjaan yang dilakukan merupakan sebuah persembahan kepada Hyang
pencipta dan merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Tuhan kepada kita,
sehingga semua hasil yang diperoleh merupakan karunia Tuhan. Pekerjaan
dilakukan dengan tulus dan tanpa pamrih.
Jnana
Yoga
ð Yang menjadi inti
ajaran jnana yoga adalah memberikan basis pengertian jnana (pengetahuan) bagi
akal atau kecerdasan (buddhi/ citta) untuk dapat mengerti dan melihat
keberadaan purusha, atman yang menjiwai dari yang bersifat materiil di alam
fenomenal. Hingga akhirnya dengan pengetahuan suci, atman dapat membebaskan
dirinya dari suka dan dukha akibat dari perbuatan, yang sebenarnya tidak lain
disebabkan oleh tri guna yang ada pada prakerthi sebagai manifestasi
karakteristik maya/ acetana.
Mantra
Yoga
ð Mantra yoga
dipraktekkan dengan memurnikan kesadaran melalui pengucapan berulang – ulang
suatu mantra khusus. Mantra yang efektif hanya bisa diperoleh dari petunjuk
seorang guru sejati yang berwenang. Guru akan memilihkan mantra yang tepat
sesuai dengan karma wasana sang murid, dan atas karunia guru mantra itu akan
menjadi siddhi sakti karena dihidupkan oleh sakti sang guru sendiri.
Yantra
Yoga
ð Yantra yoga adalah
salah satu yoga yang banyak dipraktekkan di India bagian utara dan Tibet.
Mandala yang merupakan gambar geometris khusus menjadi obyek sasaran dari
meditasi. Mandala diciptakan dari kekuatan untuk memurnikan pikiran.
Hatha
Yoga
ð Hatha yoga ini adalah
salah satu jenis yoga yang menekankan pada sistem asanas. Sebab kesehatan fisik
menjadi salah satu bagian yang sangat penting dalam melakukan sebuah yoga.
Kesehatan yang besar adalah modal yang sangat besar dalam menjalankan meditasi.
Raja
Yoga
ð Raja yoga adalah
praktek yang secara langsung menuju kepada penguasaan pikiran dan kesadaran
diri. Karena secara langsung menuntun seseorang untuk mengontrol pikirannya,
maka Raja yoga ini juga disebut sebagai Royal yoga.yang termasuk kedalam Raja
Yoga adalah:
1.
Penahanan
diri (Yama)
2.
Aturan/
Tatatertib (Nyama)
3.
Konsentrasi
(Dharana)
4.
Medhitasi
(Dhyana)
5.
Samadhi
GERAKAN-GERAKAN
YOGA ASANAS:
NO
|
JENIS
YOGA ASANAS
|
PENJELASAN
|
MANFAAT
|
1
|
Padmāsana
|
Penjelasan:
Kedua kaki diluruskan kedepan lalu
tempatkan kaki kanan diatas paha kiri, kemudian kaki kiri diatas paha kanan.
Kedua tangan boleh ditempatkan dilutut.
|
Manfaat:
Dapat menopang tubuh dalam jangka
waktu yang lama, hal ini disebabkan karena tubuh mulai dapat dikendalikan
oleh pikiran.
|
2
|
Siddhasana
|
Penjelasan:
Letakan salah satu tumit dipantat, dan lain tumit
dipangkal kemaluan. Kedua kaki diletakkan begitu rupa sehingga kedua
ugel-ugel mengenai satu dengan lain.
|
Manfaat:
Memberikan efek ketenangan pada seluruh jaringan saraf
dan mengendalikan fungsi seksual.
|
3
|
Swastikasana
|
Penjelasan:
Kedua kaki lurus kedepan kemudian lipat kaki dan taruh
dekat otot paha kanan, bengkokkan kaki kanan dan dorong telapak kaki dalam
ruang antara paha dengan otot betis.
|
Manfaat:
Menghilangkan reumatik menghilangkan penyakit empedu
dan lendr dalam keadaan sehat, membersihkan dan menguatkan urat-urat kaki dan
paha.
|
4
|
Sarvangasana
|
Penjelasan :
Berbaring dengan punggung diatas selimut, angkat kedua
kaki perlahan kemudian angkat tubuh bagian atas, pinggang, paha, dan kaki
lurus ke atas. Punggung ditunjang oleh kedua tangan.
|
Manfaat :
Memelihara kelenjar thyroid.
|
5
|
Halasana
|
Penjelasan :
Posisi tubuh rebah dengan telapak tangan telungkup
disamping badan. Kedua kaki rapat lalu diangkat keatas dengan posisi lurus.
Tubuh jangan bengkok. Kaki dan tubuh buat siku lebar. Turunkan kedua kaki
melalui muka sampai jari kaki mengenai lantai. Paha dan kaki membentuk garis
lurus.
|
Manfaat :
Menguatkan urat dan otot tulang belakang dan susunan
urat-urat disisi kanan kiri tulang punggung.
|
6
|
Matsyasana
|
Penjelasan :
Rebahkan diri diatas punggung, dengan kepala diletakkan
pada kedua tangan yang disalipkan.
|
Manfaat :
Membasmi bermacam penyakit seperti asma, paru-paru,
bronchitis
|
7
|
Paschimottanasana
|
Penjelasan :
Duduk dilantai dengan kaki
menjulur lurus, pegang jari kaki dengan tangan, tubuh dibengkokkan ke depan.
|
Manfaat :
Membuat nafas berjalan di brahma nadi (sungsum) dan
menyalakan api pencernaan, dan Untuk menguarngi lemak diperut.
|
8
|
Mayurasana
|
Penjelasan :
Berlutut diatas lantai, jongkok diatas jari kaki,
angkat tumit keatas dengan kedua tangan berdekatan, dengan telapak tangan
diatas lantai, ibu jari kedua tangan harus mengenai lantai dan harus
berhadapan dengan kaki.
|
Manfaat :
Menguatkan pencernaan, membetulkan salah pencernaan dan
salah perut seperti kembung, juga murung hati dan limpa yang bekerja lemah
akan baik kembali.
|
9
|
Ardha Matsyendrasana
|
Latakkan tumit kiri didekat lubang pantat dan dibawah
kemaluan mengenai tempat diantara lubang pantat dan kemaluan. Belokkan lutu
kanan dan letakkan ugel-ugel kanan dipangkal paha kiri, dan kaki kanan
diletakkan diatas lantai berdekatan dengan sambungan kiri, letakkan ketiak
kiri diatas lutut kanan kemudian dorong sedikit kebelakang sehingga mengenai
bagian belakang dari ketiak. Pegang lutut kiri dengan telapak tangan kiri
perlahan punggung belokkan ke sisi dan putar sedapat mungkin ke kanan,
belokkan jidat ke kanan sehingga segaris dengan pundak kanan, ayunkan tangan kanan
kebelakang pegang paha kiri dengan tangan kanan, tulang punggung lurus.
|
Manfaat :
Memperbaiaki alat-alat pencernaan, member nafsu makan.
Kundalini akan dibangunkan juga dan membuat candranadi mengalir tetap.
|
10
|
Salabhasana
|
Penjelasan :
Rebahkan diri dengan telungkup, kedua tangan disisi
badan terlentang. Tangan diletakkan dibawah perut, hirup nafas seenaknya
kemudian keluarkan perlahan. Keraskan seluruh badan dan angkat kaki ke
atas + 40 cm, dengan lurus sehingga paha dan perut bawah dapat
terangkat juga.
|
Manfaat :
Menguatkan otot perut, paha, dan kaki, menyembuhkan
penyakit perut dan usus juga penyakit limpa dan penyakit bungkuk dapat
dikurangi.
|
11
|
Bhuyanggasana
|
Penjelasan :
Merebahkan diri dengan telungkup, lemaskan otot, dan tenangkan
hati, letakkan telapak tangan dilantai dibawah bahu dan siku, tubuh dan pusar
sampai jari-jari kaki tetap di lantai, angkat kepala dan tubh ke atas
perlahan seperti cobra ke atas, bengkokkan tulang punggung ke atas.
|
Manfaat :
Istimewa untuk wanita, dapat memberi banyak faedah,
tempat anak dan kencing akan dikuatkan, menyembuhkan datang bulan tidak
cocok, (merasa sakit pada waktu datang bulan, (sakit keputihan),
|
12
|
Dhanurasana
|
Penjelasan :
Rebahkan diri dengan dada dan muka dibawah, kedua tangan
diletakkan disisi, kedua kaki ditekuk kebelakang, naikkan tangan kebelakang
dan pegang ugel-ugel, angkat dada dan kepala ketas, lebarkan dada, tangan dan
kaki kaku dan luruskan, tahan nafas dan keluarkan nafas perlahan.
|
Manfaat :
Menghilangkan sakit bungkuk, reumatik di kaki, lutut,
dan tangan. Mengurangi kegemukan, dan melancarkan peredaran darah.
|
13
|
Ghomukasana
|
Penjelasan :
Tumit kaki kiri diletakkna dibawah pantat kiri, kaki
kanan diletakkan sedemikian rupa, sehingga lutut kanan berada diatas lutut
kiri dan telapak kaki kana ada disebelah paha kiri berdekatan.
|
Manfaat :
Menghilangkan reumatik di kaki, ambein, sakit kaki dan
paha, menghilangkan susah BAB.
|
14
|
TriKonasana
|
Penjelasan :
Berdiri tegak, kedua kaki terpisah, +65 –
70 cm, kemudian luruskan tangan dengan lebar, segaris dengan pundak, tangan
sejajar dengan lantai.
|
Manfaat :
Menguatkan urat-urat tulang punggung dan alat-alat di
perut, menguatkan gerak usus dan menambah nafsu makan.
|
15
|
Baddha Padmasana
|
Penjelasan :
Duduk dengan sikap Padmasana, tumit mengenai perut,
tangan kanan kebelakang memegang ibu jari kanan, begitu juga tangan kiri.
Tekan janggut ke dada, lihat pada ujung hidung dan bernafas pelan-pelan.
|
Manfaat :
Asana ini bukan untuk bermeditasi tetapi untuk memperkuat
kesehatan dan menguatkan badan. Dapat menyembuhkan lever, uluhati, usus.
|
16
|
Padahasthasana
|
Penjelasan :
Berdiri tegak, tangan digantung disebelah badan, kedua
tumit harus rapat tapi jari harus terpisah, agkat tangan kedua-duanya ke atas
kepala. Perlahan bengkokkan badan ke bawah, jangan bengkokkan siku lalu
pegang jari kaki dengan ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.
|
Manfaat :
Menghilangkan hawa nafsu, tamas, menghilangkan lemak.
|
17
|
Matsyendrasana
|
Penjelasan :
Duduk dengan kaki menjulur, letakkan kaki kiri diatas
pangkal paha kanandan letakkan tumit kaki kiri di pusar. Kaki kanan letakkan
dilantai di pinggir lutut kiri. Tangan kiri melalui lutut kanan diluarnya
memegang jari kaki kanan dengan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah lalu
tekankan pada lutut kanan dan kiri.
|
Manfaat :
Menghilangkan reumatik, menguatkan prana shakti (gaya
batin) dan menyembuhkan bayak penyakit
|
18
|
Chakrasana
|
Penjelasan :
Berdiri dengan tangan diangkat ketas, perlahan-lahan
turunkan kebelakang dengan membengkokkan tulang punggung.
|
Manfaat :
Melatih kegesitan, tangkas, segala pekerjaan akan
dilaksanakan dengan cepat.
|
19
|
Savasana
|
Penjelasan :
Tidur terlentang, tangan lurus disamping badan,
luruskan kaki dan tumit berdekatan. Tutup mata bernafas perlahan, lemaskan
semua otot.
|
Manfaat :
Memberikan istirahat pada badan, pikiran, dan sukma.
|
20
|
Janusirasana
|
Penjelasan :
Letakan tumit kiri di antara lubang pantat dan
kemaluan, dan tekanlah tempat itu. Kaki kanan menjulur dengan lurus. Pegang
jari kaki kanan dengan dua tangan.
|
Manfaat :
Menambah semangat dan menolong pencernaan. Asana ini
menggiatkan surya chakra.
|
21
|
Garbhasana
|
Penjelasan :
Kedua tangan diantara paha dan betis, keluarkan kedua
siku lalu pegang telinga kanan dengan tangan kanan dan sebaliknya.
|
Manfaat :
Memperkuat pencernaan dan menambah nafsu makan
|
22
|
Kukutasana
|
Penjelasan :
Lebih dulu menbuat padmasana. Masukan tangan satu
persatu dalam betis hingga sampai kira-kira di siku, telapak tangan
diletakkan di lantai dengan jari terbuka kedepan, angkat badan keatas salib
kaki kia-kira sampai di siku.
|
Manfaat :
Menguatkan otot-otot, dada dan pundak.
|
BAB II
|
YAJÑA
( HAKIKAT YADNYA DALAM MAHABHARATA)
2.1. PENGERTIAN DAN
HAKIKAT YAJÑA
ð
Kata Yadnya
berasal dari bahasa Sansekerta, akar kata :
“YAJ”, yang artinya :
Ø memuja,
Ø mempersembahkan,
Ø pengorbanan,
Ø menjadikan
suci.
- Secara
etimologi pengertian Yadnya adalah => korban suci secara tulus
ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
- Pada
dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan
manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya.
- Tujuan Yadnya
1. Untuk Penyucian
2. Untuk meningkatkan penyucian diri
3. Sebagai sarana menghubungkan diri dengan Tuhan
4. Sebagai ungkapan rasa terima kasih.
5. Untuk menciptakan kehidupan yang harmonis
- Bentuk-bentuk Yadnya
ü Yadnya dalam bentuk persembahan/Upakara
ü Yadnya
dalam bentuk pengendalian diri/tapa
ü Yadnya
dalam bentuk Aktivitas / Karma
ü Yadnya
dalam bentuk harta benda / kekayaan/punia
ü Yadnya
dalam bentuk ilmu pengetahuan/jnana
2.2. YAJÑA DALAM MAHABHARATA DAN MASA KINI
v Nilai-Nilai
yang Terkandung didalam Cerita Santi Parwa dan Aswamedha Parwa
1. Nilai Tradisi
Yaitu suatu kebiasaan yang masih diturunkan
hingga sekarang. Kebiasaan ini adalah upacara bagi orang yang telah meninggal
harus dilakukan oleh keluarga, kerabat atau keturunannnya, yang bertujuan untuk
membantu sang atman agar mencapai tempat yang baik di alam niskala. Hal ini
terlihat saat Kunti meminta Yudhistira untuk membuatkan upacara kremasi yaitu
persembahan air suci kepada Radheya, karena putra Radheya telah mati dalam
perang. Sehingga Kunti dan putra-putranya yang lainlah yang wajib
mempersembahkan upacara kremasi untuk Radheya.
2. Nilai Moral
Nilai Moral ini dapat kita lihat, ketika Kunti
menghanyutkan Karna di Sungai Ganga karena Ia merasa malu melahirkan anak tanpa
melaui perkawinan. Tindakan Kunti tersebut tentu saja merupakan perbuatan yang
tidak terpuji. Ia telah mengucapkan mantra tanpa mengetahui apa fungsi dari
mantra tersebut. Yang akhirnya membuat Karna memiliki masa depan yang suram
akibat di asuh oleh orang yang tidak baik.
3. Nilai Kesetiaan (satya)
a. Satya Mitra
Satya Mitra yaitu setia kepada teman. Sikap
ini dimiliki oleh Radheya. Walaupun Radheya telah mengetahui bahwa Kunti adalah
ibunya dan Pandawa adalah saudaranya serta bahkan Kunti telah membujuknya untuk
tinggal bersamanya, namun ia menolak ajakan Kunti karena ia tidak ingin
mengecewakan teman dan majikannya, yaitu Yudhistira.
b. Satya Laksana
Sikap setia ini juga dimiliki oleh Radheya.
Walaupun Ia merasa sedih sekaligus senang mendengar bahwa pandawa adalah
saudaranya, namun Ia tetap melaksakan tugas dan kewajibannya dengan sebagaimana
mestinya.
c. Satya Wacana
Sebelum dibunuh oleh Arjuna, Radheya pernah
mengatakan bahwa ia tak akan membunuh Pandawa kecuali Arjuna. Saat terjadi
selisih paham dengan Bhima, Nakula dan Sahadewa, Radheya tidak bertempur dengannya,
tetapi hanya menghinanya. Hal ini dilakukan karena Radheya ingin menyenangkan
hati temannya Duryodana. Dan Radheya benar-benar menepati segala ucapannya.
d. Satya Hrdaya
Sifat ini dimiliki oleh Raja Marutta yang
tetap pada pendirian dan kata hatinya dalam pelaksanaan upacara Aswamedha yang
dilakukannya. Walaupun Ia sempat dijanjikan keabadian oleh Indra apabila Ia
mengganti Samwarta dengan Wrspati sebagai pemimpin Yadnya besar tersebut, Raja
Marutta tidak tergoyahkan.
e. Satya Semaya
Sifat ini juga dimiliki oleh Raja Marutta yang
setia dengan janjinya kepada Samwarta, yaitu: Ia tidak akan tergoyahkan, apapun
yang akan terjadi selanjutnya. Karena tentu saja Indra dan Wrspati akan
berusaha menggagalkan pelaksanaan upacara tersebut.
Yang kedua, Ia harus melakukan pertapan di
puncak pegunungan Himalaya guna mendapatkan emas sebagai prasarana dalam
melengkapi upacara. Dan Raja Marutta berhasil memenuhi janjinya tersebut.
4. Nilai kepemimpinan
Sifat ini dimiliki oleh Yudhistira, Setelah Ia
mendapatkan pencerahan dari Rsi Vyasa, Ia baru menyadari bahwa tugasnya sebagai
seorang raja tidak berhak untuk tenggelam dalam urusan pribadinya. Karena bagi
Rakyat, Raja adalah Dewa dan begitu juga sebaliknya.
Selain itu, sifat ini juga ditunjukkan oleh
Yudhistira saat ia berhasil menunjuk pejabat kerajaan sesuai dengan sifat dan
kemampuan yang dimilki oleh masing-masing pejabatnya tersebut.
5. Nilai Yadnya (Upacara)
Dapat kita lihat ketika Para Pandawa
mengadakan upacara kremasi atau persembahan air suci di tepi sungai Ganga untuk
para pahlawan yang gugur dalam perang. Nilai Upacara ini juga dapat dilihat
saat Raja Marutta dan Yudhistira mengadakan upacara Yadnya yang begitu besar
yaitu upacara Aswameda yang dapat di samakan dengan dana punia dijaman sekarang
ini.
6. Nilai Pendidikan
Hal ini dapat dilihat dari hal-hal yang
sepatutnya dilaksakan sesuai dengan tingkatan masing-masing jaman. Yaitu
Melaksanakan penebusan dosa yang sangat ketat dilakukan orang pada kerta yuga,
mempelajari ilmu pengetahuan (jnana) yang diutamakan orang pada treata yuga ,
melaksanakan upacara yadnya yang diutamakan orang pada dwapara yuga dan
berdaana (daanam) yang diutamakan orang pada kali yuga .
7. Nilai Spiritual
Pemakaian binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai
sarana upacara Yadnya telah disebutkan dalam “Manawa Dharmasastra V.40”;
Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu
akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya. Manusia yang memberikan
kesempatan kepada tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut juga akan mendapatkan
pahala yang utama. Karena setiap perbuatan yang membuat orang lain termasuk
sarwa prani meningkat kualitasnya adalah perbuatan yang sangat mulia. Perbuatan
itu akan membawa orang melangkah semakin dekat dengan Tuhan. Karena itu
penggunaan binatang sebagai sarana pokok upacara banten caru bertujuan untuk
meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan menuju sifat-sifat
kemanusiaan terus meningkat menuju kesifat-sifat kedewaan.
v Nilai-Nilai
yang Terkandung dalam Astadasa Parwa
Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam
teks Astadasaparwa diantaranya adalah: Nilai ajaran dharma, nilai kesetiaan,
nilai pendidikan dan nilai yajna (korban suci). Nilai-nilai ini kiranya ada
manfaatnya untuk direnungkan dalam kehidupan dewasa ini.
1). Pertama,
Nilai Dharma (kebenaran hakiki) ,
inti pokok cerita Mahabharata adalah konflik
(perang) antara saudara sepupu (Pandawa melawan seratus Korawa) keturunan
Bharata. Oleh karena itu Mahabharata disebut juga Maha-bharatayuddha. Konflik
antara Dharma (kebenaran/kebajikan) yang diperankan oeh Panca Pandawa) dengan
Adharma (kejahatan/kebatilan ) yang diperankan oleh Seratus Korawa. Dharma
merupakan kebajikan tertinggi yang senantiasa diketengahkan dalam cerita
Mahabharata. Dalam setiap gerak tokoh Pandawa lima, dharma senantiasa
menemaninya. Setiap hal yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan,
menyenangkan hati diri sendiri, sesama manusia maupun mahluk lain, inilah yang
pertama dan utama Kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang
menghasilkan buah yang semakin lama semakin banyak jika kita terus memupuknya.
Panca Pandawa dalam menegakkan dharma, pada setiap langkahnya selalu mendapat
ujian berat, memuncak pada perang Bharatayuddha. Bagi siapa saja yang
berlindung pada Dharma, Tuhan akan melindunginya dan memberikan kemenangan
serta kebahagiaan. Sebagaimana yang dilakukan oleh pandawa lima, berlindung di
bawah kaki Krsna sebagai awatara Tuhan. " Satyam ewa jayate " (hanya
kebenaran yang menang).
2). Kedua, nilai kesetiaan (satya) ,
cerita Mahabharata mengandung lima nilai
kesetiaan (satya) yang diwakili oleh Yudhistira sulung pandawa. Kelima nilai
kesetiaan itu adalah: Pertama, satya wacana artinya setia atau jujur dalam
berkata-kata, tidak berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan.
Kedua, satya hredaya, artinya setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak
terombang-ambing, dalam menegakkan kebenaran. Ketiga, satya laksana, artinya
setia dan jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apa yang pernah diperbuat.
Keempat, satya mitra, artinya setia kepada teman/sahabat. Kelima, satya semaya,
artinya setia kepada janji. Nilai kesetiaan/satya sesungguhnya merupakan media
penyucian pikiran. Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh
virus ketidakjujuran. Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan dapat
diombang-ambing oleh gerakan panca indria. Orang yang tidak jujur sulit
mendapat kepercayaan dari lingkungannya dan Tuhan pun tidak merestui.
3). Ketiga, Nilai pendidikan,
Sistem Pendidikan yang di terapkan dalam
cerita Mahabharata lebih menekankan pada penguasaan satu bidang keilmuan yang
disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. Artinya seorang guru dituntut
memiliki kepekaan untuk mengetahui bakat dan kemampuan masing-masing siswanya.
Sistem ini diterapkan oleh Guru Drona, Bima yang memiliki tubuh kekar dan kuat
bidang keahliannya memainkan senjata gada, Arjuna mempunyai bakat di bidang
senjata panah, dididik menjadi ahli panah.Untuk menjadi seorang ahli dan
mumpuni di bidangnya masing-masing, maka faktor disiplin dan kerja keras
menjadi kata kunci dalam proses belajar mengajar.
4). Keempat, Nilai yajna (koban suci dan
keiklasan) ,
Bermacam-macam yajna
dijelaskan dalam cerita Mahaharata, ada yajna berbentuk benda, yajna dengan
tapa, yoga, yajna mempelajari kitab suci ,yajna ilmu pengetahuan, yajna untuk
kebahagiaan orang tua. Korban suci dan keiklasan yang dilakukan oleh seseorang
dengan maksud tidak mementingkan diri sendiri dan menggalang kebahagiaan
bersama adalah pelaksanaan ajaran dharma yang tertinggi (yajnam sanatanam).
Kegiatan upacara agama dan dharma sadhana
lainnya sesungguhnya adalah usaha peningkatan kesucian diri. Kitab Manawa
Dharmasastra V.109 menyebutkan.:
"Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran
disucikan dengan kejujuran (satya), atma disucikan dengan tapa brata, budhi
disucikan dengan ilmu pengetahuan (spiritual)"
Ø Nilai-nilai ajaran
dalam cerita Mahabharata kiranya masih relevan digunakan sebagai pedoman untuk
menuntun hidup menuju ke jalan yang sesuai dengan Veda. Oleh karena itu
mempelajari kita suci Veda, terlebih dahulu harus memahami dan menguasai
Itihasa dan Purana (Mahabharata dan Ramayana), seperti yang disebutkan dalam
kitab Sarasamuscaya sloka 49 sebagai berikut :
"Weda itu hendaknya dipelajari dengan
sempurna, dengan jalan mempelajari itihasa dan purana, sebab Weda itu merasa
takut akan orang-orang yang sedikit pengetahuannya"
v Makna Filosofis
Astadasaparwa (Mahabharata)
Tubuh manusia memiliki 10 organ (indriya),
yaitu lima organ sensorik ( jinanendriyas) dan lima organ motorik (
karmendriyas), dan sebuah "antahkarana" atau organ/indera internal.
Sedangkan organ sensorik dan motorikadalah organ eksternal (bahihkarana).
Antahkarana berhubungan langsung dengan tubuh fisik. Antahkarana merupakan
bagian intrinsik dari pikiran itu sendiri. Berkat kerja dari bagian inilah
pikiran kita bisa merasakan perut yang kosong,dan kemudian merasa lapar. Begitu
perut kosong, pikiran mulai mencari makanan, dan hal ini diekspresikan melalui
aksi fisik. Jadi terdapat dua bagian, yang satu merupakan bagian intrinsik
pikiran, dan satu bagian lagi adalah kesepuluh organ.
Yang mendorong terjadinya aktivitas adalah
antahkarana. Antahkarana tersusun atas pikiran sadar (conscious) dan bawah
sadar (subconscoius). Maka jika antahkarana menginginkan sesuatu, maka tubuh
fisiklah yang bekerja menurut keinginan tersebut.
Dalam Sanskrit dikenal
enam arah utama yang dinamakan "disha" atau "pradisha":
Utara, Selatan, Timur, Barat, Atas, dan Bawah. Juga terdapat empat sudut yang
dinamakan "anudisha": Barat Laut (iishana), Barat Daya (agni),
Tenggara (vayu) dan Timur Laut (naerta). Jadi seluruhnya ada sepuluh.
Pikiran sesungguhnya
buta. Dengan pertolongan "wiweka" (conscience/hati nurani) maka
pikiran bisa melihat dan memvisualisasikan sesuatu. Jadi pikiran dapat
dilambangkan dengan Dhritarastra (Seorang raja yg buta dalam kisah
Mahabharata), dan daya fisik, yaitu kesepuluh organ dapat bekerja dalam sepuluh
arah secara simultan. Jadi pikiran memiliki 10 organ X 10 arah = 100 ekpresi
eksternal. Dengan kata lain, ke-100 putra Dhritasastra melambangkan seratus
ekspresi eksternal ini.
2.3. SYARAT-SYARAT DAN ATURAN DALAM PELAKSANAAN YAJÑA
§ Sastra è Berdasarkan Weda
§ Sradha è Keyakinan
§ Lascarya è Ikhlas
§ Daksina è
Pemberian kpd Pandita
§ Mantra è Gita,
Puja
§ Nasmita è Tidak Pamer
§ Anna Sevanam è
Pelayanan (Mengundang makan bersama)
v
Contoh dalam epos
Mahabrata tentang yadnya yang ikhlas dan tidak ikhlas :
Daksina
dan Pemimpin Yajña
Mendengar
kata daksina, dalam benak orang Hindu “Bali” yang awam akan terbayang dengan
salah satu jejahitan yang berbentuk cerobong (silinder) terbuat dari daun
kelapa yang sudah tua, dan isinya berupa beras, uang, kelapa, telur itik dan perlengkapan
lainnya. Daksina adalah sesajen yang dibuat untuk tujuan kesaksian spiritual.
Daksina adalah lambang Hyang.Guru (Dewa Siwa) dan karena itu digunakan sebagai
saksi Dewata. Makna kata daksina secara umum adalah suatu penghormatan dalam
bentuk upacara dan harta benda atau uang kepada pendeta/pemimpin upacara. Penghormatan
ini haruslah dihaturkan secara tulus ikhlas. Persembahan ini sangat penting dan
bahkan merupakan salah satu syarat mutlak agar yajña yang diselenggarakan berkualitas
(satwika yajña).
Selanjutnya
bagaimana pentingnya daksina dalam yajña, dikisahkan dalam cerita berikut. Setelah
perang Bharatayuda usai, Sri Krishna menganjurkan kepada Pandawa untuk
menyelenggarakan upacara yajña yang disebut Aswamedha yadnya. Upacara korban
kuda itu berfungsi untuk menyucikan secara ritual dan spiritual negara
Hastinapura dan Indraprastha karena dipandang leteh (kotor) akibat perang besar
berkecamuk. Di samping itu juga bertujuan agar rakyat Pandawa tidak diliputi
rasa angkuh dan sombong akibat menang perang. Atas anjuran Sri Krishna, di
bawah pimpinan Raja Dharmawangsa, Pandawa melaksanakan Aswamedha yajña itu. Sri
Krishna berpesan agar yajña yang besar itu tidak perlu dipimpin oleh pendeta
agung kerajaan tetapi cukup oleh seorang pendeta pertapa dari keturunan warna
sudra yang tinggal di hutan. Pandawa begitu taat kepada segala nasihat Sri Krishna,
Dharmawangsa mengutus patihnya ke tengah hutan untuk mencari pendeta pertapa
keturunan warna sudra. Setelah menemui pertapa yang dicari, patih itu
menghaturkan sembahnya, “Sudilah kiranya Kamu memimpin upacara agama yang bernama
Aswamedha Yajña, wahai pendeta yang suci”. Mendengar permohonan
patih
itu, sang pendeta yang sangat sederhana lalu menjawab, “Atas pilihan Prabhu
Yudhistira kepada saya seorang pertapa untuk memimpin yajña itu saya ucapkan
terima kasih.
Namun
kali ini saya tidak bersedia untuk memimpin upacara tersebut. Nanti andaikata
kita panjang umur, saya bersedia memimpin upacara Aswamedha yajña yang
diselenggarakan oleh Prabhu Yudistira yang keseratus kali. Mendengar jawaban
itu, sang utusan terperanjat, kaget luar biasa. Ia langsung mohon pamit dan
segera melaporkan segala sesuatunya kepada Raja. Kejadian ini kemudian
diteruskan kepada Sri Krishna. Setelah mendengar laporan itu, Sri Krishna
bertanya, siapa yang disuruh untuk menghadap pendeta, Dharmawangsa pun menjawab
“Yang saya tugaskan menghadap pendeta adalah patih kerajaan”. Sri Krishna
menjelaskan, upacara yang akan dilangsungkan bukanlah atas nama sang patih,
tetapi atas nama sang Raja. Karena itu tidaklah pantas kalau orang lain yang
memohon kepada pendeta. Setidak-tidaknya permaisuri Raja yang harus datang
kepada pendeta. Kalau permaisuri yang datang, sangatlah tepat karena dalam pelaksanaan
upacara agama, peranan wanita lebih menonjol dibandingkan laki-laki. Upacara
agama bertujuan untuk membangkitkan prema atau kasih sayang, dalam hal ini yang
paling tepat adalah wanita.
Nasihat
Awatara Wisnu itu selalu dituruti oleh Pandawa. Dharmawangsa lalu memohon sang
permaisuri untuk mengemban tugas menghadap pendeta di tengah hutan. Tanpa
mengenakan busana mewah, Dewi Drupadi dengan beberapa iringan menghadap sang
pendeta. Dengan penuh hormat memakai bahasa yang lemah lembut Drupadi
menyampaikan maksudnya kepada pendeta. Di luar dugaan, pendeta kemudian
bersedia memimpin upacara yang agung tersebut. Pendeta pun dijemput sebagaimana
tata krama yang berlaku. Drupadi menyuguhkan makanan dan minuman dengan tata
krama di kota kepada pendeta. Karena tidak pernah hidup dan bergaul di kota,
sang Pendeta menikmati hidangan tersebut menurut kebiasaan di hutan yang jauh
dengan etika di kota. Pendeta kemudian segera memimpin upacara.
Ciri-ciri
upacara itu sukses menurut Sri Krishna adalah apabila turun hujan bunga dan
terdengar suara genta dari langit. Nah, ternyata setelah upacara dilangsungkan
tidak ada suara genta maupun hujan
bunga
dari langit. Terhadap pertanyaan Darmawangsa, Sri Krishna menjelaskan bahwa
tampaknya tidak ada “daksina” untuk dipersembahkan kepada pendeta. Kalau upacara
agama tidak disertai dengan daksina untuk pendeta, berarti upacara itu menjadi
milik pendeta. Dengan demikian yang menyelenggarakan upacara berarti gagal
melangsungkan yajña. Gagal atau suksesnya yajña ditentukan pula oleh sikap yang
beryajña. Kalau sikapnya tidak baik atau tidak tulus menerima pendeta sebagai pemimpin
upacara maka gagallah upacara itu. Sikap dan perlakuan kepada pendeta yang
penuh hormat dan bhakti merupakan salah satu syarat yang menyebabkan upacara
sukses.
Setelah
mendengar wejangan itu, Drupadi segera menyiapkan Daksina untuk pendeta.
Setelah pendeta mendapat persembahan daksina, tidak ada juga suara genta dan
hujan bunga dari langit. Melihat kejadian itu, Sri Krishna memastikan bahwa di
antara penyelenggara yadnya ada yang bersikap tidak baik kepada pendeta. Atas wejangan
Sri Krishna itu, Drupadi secara jujur mengakui bahwa ia telah menertawakan Sang
Pendeta memimpin yajñanya walaupun hanya dalam hati mengatakan, yaitu pada saat
pendeta menikmati hidangan tadi. Memang dalam agama Hindu, Pendeta mendapat
kedudukan yang terhormat bahkan dipandang sebagai perwujudan Dewa. Karena itu
akan sangat fatal akibatnya kalau ada yang bersikap tidak sopan kepada pendeta.
Beberapa
saat kemudian setelah Drupadi datang menyembah dan mohon maafkepada pendeta,
jatuhlah hujan bunga dari langit disertai suara genta yang nyaring membahana.
lni pertanda yajña Aswamedha itu sukses. Demikianlah, betapa pentingnya
kehadiran “daksina” yang dipersembahkan oleh yang beryajña kepada pendeta
pemimpin yajña dalam upacara yajña.
2.4. MEMPRAKTIKKAN
YAJÑA MENURUT KITAB MAHABHARATA DALAM KEHIDUPAN
·
Mencari Nilai Yadnya
dalam Cerita Mahabharata
Mahabharata merupakan
kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi Wesampayana untuk Maharaja
Janamejaya yang gagal mengadakan upacara korban ular. Sesuai dengan permohonan
Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah raja-raja besar yang berada di garis
keturunan Maharaja Yayati, Bharata, dan Kuru, yang tak lain merupakan kakek
moyang Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru menurunkan raja-raja Hastinapura yang
menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka adalah Santanu, Chitrāngada,
Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira, Parikesit dan Janamejaya.
Para Raja India Kuno
Mahabharata banyak
memunculkan nama raja-raja besar pada zaman India Kuno seperti Bharata, Kuru,
Parikesit (Parikshita), dan Janamejaya. Mahabharata merupakan kisah besar
keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah satu raja yang menurunkan
tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
Kisah Sang Bharata
diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah
seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari
pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata, raja legendaris.
Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah ditaklukkan, wilayah
kekuasaanya disebut Bharatawarsha yang berarti wilayah kekuasaan Maharaja
Bharata (konon meliputi Asia Selatan)[2]. Sang Bharata menurunkan Sang Hasti,
yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang
Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang
Kuru, yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra
(terletak di negara bagian Haryana, India Utara). Sang Kuru menurunkan Dinasti
Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang
menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.
Kerabat Wangsa Kaurawa
(Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa, karena kedua Wangsa tersebut berasal dari
leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati, seorang kesatria dari Wangsa Chandra
atau Dinasti Soma, keturunan Sang Pururawa. Dalam silsilah Wangsa Yadawa,
lahirlah Prabu Basudewa, Raja di Kerajaan Surasena, yang kemudian berputera
Sang Kresna, yang mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang Kresna dari Wangsa Yadawa
bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari Wangsa Kaurawa.
- Prabu
Santanu dan keturunannya
Prabu
Santanu dan Dewi Satyawati, leluhur para Pandawa dan Korawa. Prabu Santanu
adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru, berasal dari
Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga yang dikutuk agar turun ke dunia,
namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu melanggar janji pernikahan.
Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan anak yang diberi nama
Dewabrata atau Bisma. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu
menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan
berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari
hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citrānggada dan Wicitrawirya.
Citrānggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan
oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum
sempat memiliki keturunan. Atas bantuan Resi Byasa, kedua istri Wicitrawirya,
yaitu Ambika dan Ambalika, melahirkan masing-masing seorang putera, nama mereka
Pandu (dari Ambalika) dan Dretarastra (dari Ambika).
Dretarastra terlahir
buta, maka tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandu, adiknya. Pandu menikahi
Kunti dan memiliki tiga orang putera bernama Yudistira, Bima, dan Arjuna.
Kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madri, dan memiliki
putera kembar bernama Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal
sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Gandari, dan memiliki seratus
orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Korawa. Pandu dan
Dretarastra memiliki saudara bungsu bernama Widura. Widura memiliki seorang
anak bernama Sanjaya, yang memiliki mata batin agar mampu melihat masa lalu,
masa sekarang, dan masa depan.
- Keluarga
Dretarastra, Pandu, dan Widura membangun jalan cerita Mahabharata.
Pandawa dan Korawa
Pandawa dan Korawa
merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur
yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Korawa (khususnya Duryodana) bersifat licik
dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang
dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Korawa, yaitu
Dretarastra, sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering
dihasut oleh iparnya yaitu Sangkuni, beserta putera kesayangannya yaitu
Duryodana, agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para
Pandawa.
Pada suatu ketika,
Duryodana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Di sana mereka
menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryodana. Pada malam hari,
rumah itu dibakar. Namun para Pandawa diselamatkan oleh Bima sehingga mereka
tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri,
Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima bertemu dengan rakshasa
Hidimba dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu rakshasi Hidimbi. Dari
pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca.
Setelah melewati hutan
rimba, Pandawa melewati Kerajaan Panchala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja
Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Dropadi. Karna mengikuti
sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Dropadi. Pandawa pun turut serta
menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana. Arjuna
mewakili para Pandawa untuk memenangkan sayembara dan ia berhasil melakukannya.
Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum
brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian
meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa
mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil
tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia
saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun
juga seorang wanita. Tak pelak lagi, Dropadi menikahi kelima Pandawa.
- Permainan
dadu
Dursasana
yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun kain tersebut
terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri
Kresna
Agar tidak terjadi
pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan
Korawa. Korawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota
Hastinapura, sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota
Indraprastha. Baik Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan
di sanalah Duryodana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai,
sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Dropadi. Hal tersebut membuatnya
bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk merebut kekayaan
dan kerajaan Yudistira secara perlahan namun pasti, Duryodana mengundang
Yudistira untuk main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Yudistira yang
gemar main dadu tidak menolak undangan tersebut dan bersedia datang ke
Hastinapura dengan harapan dapat merebut harta dan istana milik Duryodana. Pada
saat permainan dadu, Duryodana diwakili oleh Sangkuni yang memiliki kesaktian
untuk berbuat curang. Satu persatu kekayaan Yudistira jatuh ke tangan
Duryodana, termasuk saudara dan istrinya sendiri. Dalam peristiwa tersebut,
pakaian Dropadi berusaha ditarik oleh Dursasana karena sudah menjadi harta
Duryodana sejak Yudistira kalah main dadu, namun usaha tersebut tidak berhasil
berkat pertolongan gaib dari Sri Kresna. Karena istrinya dihina, Bima bersumpah
akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah
tersebut, Dretarastra merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka
ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryodana yang merasa
kecewa karena Dretarastra telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan
menjadi miliknya, menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya.
Kali ini, siapa yang kalah harus menyerahkan kerajaan dan mengasingkan diri ke
hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun,
dan setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya,
Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena
kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12
tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
Setelah masa
pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk
mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryodana. Namun Duryodana
bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas
ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan
oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat
dielakkan lagi.
- Pertempuran
di Kurukshetra
Perang di Kurukshetra
Pandawa berusaha
mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan
Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha,
Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria
besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Satyaki, Drestadyumna,
Srikandi, Wirata, dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryodana
meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa sekaligus mengangkatnya sebagai
panglima tertinggi pasukan Korawa. Korawa dibantu oleh Resi Drona dan putranya
Aswatama, kakak ipar para Korawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kretawarma,
Salya, Sudaksina, Burisrawas, Bahlika, Sangkuni, Karna, dan masih banyak lagi.
Pertempuran
berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang
gugur, seperti misalnya Abimanyu, Drona, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja
Wirata dan puteranya, Bhagadatta, Susharma, Sangkuni, dan masih banyak lagi.
Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang
mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang
bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki,
Aswatama, Krepa dan Kretawarma.
- Penerus
Wangsa Kuru
Setelah
perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah
memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu
Parikesit. Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunung
Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan
mencapai surga. Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana.
Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya. Janamejaya
menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama Satanika.
Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian
memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.
SILSILAH TOKOH
MAHABHARATA:
EPOS CERITA MAHABHARATA
PER-PARWA
NO
|
BAGIAN
PARWA
|
EPOS
CERITA
|
1
|
Adiparwa
|
Kitab
Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya kisah
pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan Dhomya yang menguji ketiga muridnya,
kisah para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa
kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya rakshasa Hidimba di tangan
Bhimasena, dan kisah Arjuna mendapatkan Dropadi.
|
2
|
Sabha
parwa
|
Kitab
Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah balairung
untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni,
permainan dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian,
Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu
melalui masa penyamaran selama 1 tahun.
|
3
|
Wanaparwa
|
Kitab
Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di
hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang bertapa di
gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi
bahan cerita Arjunawiwaha.
|
4
|
Wirata
parwa
|
Kitab
Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan
Wirata setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar
sebagai ahli agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari,
Nakula sebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai pengembala, dan Dropadi
sebagai penata rias.
|
5
|
Udyoga
parwa
|
Kitab
Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata
(Bharatayuddha). Kresna yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan
perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan Korawa mencari sekutu
sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha, dan hampir seluruh Kerajaan
India Kuno terbagi menjadi dua kelompok.
|
6
|
Bhisma
parwa
|
Kitab
Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di
Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara
Kresna dan Arjuna menjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal
sebagai kitab Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan
gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna yang dibantu
oleh Srikandi.
|
7
|
Dronaparwa
|
Kitab
Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai panglima
perang Korawa. Drona berusaha menangkap Yudistira, namun gagal. Drona gugur
di medan perang karena dipenggal oleh Drestadyumna ketika ia sedang tertunduk
lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian anaknya, Aswatama. Dalam
kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.
|
8
|
Karnaparwa
|
Kitab
Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai panglima perang oleh
Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan sekutunya yang lain. Dalam kitab
tersebut diceritakan gugurnya Dursasana oleh Bhima. Salya menjadi kusir
kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna
gugur di tangan Arjuna dengan senjata Pasupati pada hari ke-17.
|
9
|
Salyaparwa
|
Kitab
Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai panglima perang
Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang.
Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan
hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan
para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bhima.
Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat
Aswatama sebagai panglima.
|
10
|
Sauptika
parwa
|
Kitab
Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa.
Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma menyusup ke dalam kemah
pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu
ia melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia disusul oleh
Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan
Kresna dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali
perbuatannya dan menjadi pertapa.
|
11
|
Striparwa
|
Kitab
Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami
mereka di medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran
jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur.
Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karna yang menjadi
rahasia pribadinya.
|
12
|
Santiparwa
|
Kitab
Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh
saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci
oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran
Hindu agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.
|
13
|
Anusasana
Parwa
|
Kitab
Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistira kepada Resi Bhisma
untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha,
aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya.
Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.
|
14
|
Aswa
Medhika
Parwa
|
Kitab
Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira.
Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan para Raja di
dunia, kisah kelahiran Parikesit yang semula tewas dalam kandungan karena
senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri Kresna.
|
15
|
Asrama
wasikaparwa
|
Kitab
Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra, Gandari, Kunti,
Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka
menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya Resi Narada datang
membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api
sucinya sendiri.
|
16
|
Mosala
parwa
|
Kitab
Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri Kresna meninggalkan
kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna mengunjungi Dwarawati dan
mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawa
dan Dropadi menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan
dunia fana.
|
17
|
Mahaprastania
Parwa
|
Kitab
Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Dropadi ke
puncak gunung Himalaya, sementara tahta kerajaan diserahkan kepada Parikesit,
cucu Arjuna. Dalam pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali
Yudistira), meninggal dalam perjalanan.
|
18
|
Swargarohana
Parwa
|
Kitab
Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang mencapai puncak gunung
Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam
perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak
masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing
menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.
|
TOKOH-TOKOH
MAHABHARATA:
NO
|
TOKOH
|
ILUSTRASI
|
PENJELASAN
|
1
|
Raja
Destrarasta
|
Dretarastra
(Dewanagari: धृतराष; Dhṛtarāṣṭra)
dalam wiracarita Mahabharata, adalah putra janda Wicitrawirya, yaitu Ambika.
Ia buta semenjak lahir, karena ibunya menutup mata sewaktu mengikuti upacara
Putrotpadana yang diselenggarakan oleh Resi Byasa untuk memperoleh keturunan.
Ia merupakan kakak tiri Pandu, karena lain ibu namun satu ayah. Sebenarnya
Dretarastra yang berhak menjadi Raja Hastinapura karena ia merupakan penerus
Wicitrawirya yang tertua. Akan tetapi dia buta sehingga pemerintahan harus
diserahkan kepada adiknya. Setelah Pandu wafat, ia menggantikan jabatan
tersebut. Dretarastra menikah dengan Gandari, putri kerajaan Gandhara. Ia
menjadi bapak bagi para Seratus Korawa, Dursala, dan Yuyutsu.
|
|
2
|
Dewi
Gandari
|
Gandari
(Dewanagari: गांधारी; Gāndhārī) adalah nama seorang tokoh dalam
wiracarita Hindu, Mahabharata. Ia merupakan putri Subala, Raja Gandhara (pada
masa sekarang disebut Kandahar, yaitu wilayah yang meliputi Pakistan barat
daya dan Afganistan timur), dan namanya diambil dari sana. Gandari menikahi
Dretarastra, pangeran tertua di Kerajaan Kuru. Semenjak bersuami, Gandari
sengaja menutup matanya sendiri agar tidak bisa menikmati keindahan dunia
karena ingin mengikuti jejak suaminya.
|
|
3
|
Widura
|
Widura
(Dewanagari: विदुर;
IAST: Vidura) adalah salah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita
Mahabharata. Ia adalah adik tiri Pandu dan Dretarasta karena memiliki ayah
yang sama tetapi lain ibu. Ayah Widura adalah Resi Kresna Dwipayana Wyasa
atau Resi Byasa (Abyasa), tetapi ibunya adalah seorang perempuan dari kasta
sudra. Widura tidak turut terjun ke dalam medan pertempuran di Kurukshetra,
yaitu perang antara Pandawa dan Korawa, keponakannya sendiri.
|
|
4
|
Bisma
|
Bisma
(Dewanagari: भीष्म;
Bhīṣma) adalah salah satu tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata, putra
dari Prabu Santanu dan Dewi Gangga. Ia juga merupakan kakek dari Pandawa
maupun Korawa. Semasa muda ia bernama Dewabrata (Dewanagari: देवव्रत; Dévavrata), namun berganti nama menjadi
Bisma semenjak bersumpah bahwa ia tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli
dalam segala modus peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa dan Korawa.
Menurut Mahabharata, ia gugur dalam sebuah pertempuran besar di Kurukshetra
oleh panah dahsyat yang dilepaskan oleh Srikandi dengan bantuan Arjuna. Dalam
kitab Bhismaparwa dikisahkan bahwa ia tidak meninggal seketika. Ia sempat
hidup selama beberapa hari dan menyaksikan kehancuran para Korawa. Bisma
menghembuskan napas terakhirnya saat garis balik matahari berada di utara
(Uttarayana).
|
|
5
|
Guru
Drona
|
Drona
(Sanskerta: द्रोण,
Droṇa) atau Dronacharya (Sanskerta: द्रोणाचार्य, Droṇāchārya)
adalah guru para Korawa dan Pandawa. Ia merupakan ahli mengembangkan seni
pertempuran, termasuk dewāstra. Arjuna adalah murid yang disukainya. Kasih
sayang Drona terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan dengan rasa
kasih sayang terhadap puteranya, Aswatama.
|
|
6
|
Kresna
|
Kresna
(Dewanagari: कृष्ण;])
Merupakan awatara dari dewa Wisnu, berwujud pria berkulit gelap atau biru
tua, dalam Mahabharata adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, Dalam
Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir
bermain seruling. Ia menjadi kusir arjuna pada saat perang Bratha Yudha,
sekaligus menjadi pencerah Arjuna
|
|
7
|
Dewi
Kunti
|
Kunti
(Dewanagari: कुंती;:
Kuntī) adalah putri kandung Surasena, raja Wangsa Yadawa, dan diangkat
sebagai putri oleh Kuntiboja Ia merupakan saudara Basudewa, ayah dari
Baladewa, Kresna, dan Subadra. Ia juga merupakan ibu kandung Yudistira,
Werkodara (Bima), dan Arjuna dan juga adalah istri pertama Pandu yang sah.
Selain itu Kunti juga ibu kandung Karna. Sepeninggal Pandu, ia mengasuh
Nakula dan Sadewa, anak Pandu dan Madri. Seusai Bharatayuddha (Perang besar
keluarga Bharata), ia dan iparnya—Dretarastra, Gandari, dan Widura—pergi bertapa
sampai akhir hayatnya.
|
|
8
|
Yudistira
|
Yudistira
(Dewanagari: युधिष्ठिर;
Yudhiṣṭhira) alias Dharmawangsa, adalah salah satu tokoh protagonis dalam
wiracarita Mahabharata. Ia merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan
Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia merupakan yang tertua di
antara lima Pandawa, atau para putra Pandu. Dalam tradisi pewayangan,
Yudistira diberi gelar prabu dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan
kerajaannya disebut dengan nama Kerajaan Amarta.
|
|
9
|
Bhima
|
Bima
(Dewanagari: भीम;
Bhīma) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia
merupakan putra Kunti, dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat, bersifat
selalu kasar dan menakutkan bagi musuh, walaupun sebenarnya berhati lembut. Di
antara Pandawa, dia berada di urutan kedua dari lima bersaudara. Saudara
seayahnya ialah Hanoman, wanara terkenal dalam epos Ramayana. Mahabharata
menceritakan bahwa Bima gugur di pegunungan bersama keempat saudaranya
setelah Bharatayuddha berakhir. Cerita tersebut dikisahkan dalam jilid ke-18
Mahabharata yang berjudul Mahaprasthanikaparwa. Bima setia pada satu sikap,
yaitu tidak suka berbasa-basi, tak pernah bersikap mendua, serta tidak pernah
menjilat ludahnya sendiri.
|
|
10
|
Arjuna
|
Arjuna
(Dewanagari: अर्जुन;
Arjuna) ia dikenal sebagai anggota Pandawa yang berparas menawan dan berhati
lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa ia merupakan putra Prabu
Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja
Wangsa Yadawa di Mathura. Mahabharata mendeskripsikan Arjuna sebagai teman
dekat Kresna, yang disebut dalam kitab Purana sebagai awatara (penjelmaan)
Dewa Wisnu. Hubungan antara Arjuna dan Kresna sangat erat, sehingga Arjuna
meminta kesediaannya sebagai penasihat sekaligus kusir kereta Arjuna saat
perang antara Pandawa dan Korawa berkecamuk (Bharatayuddha). Dialog antara
Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha berlangsung terangkum dalam
suatu kitab tersendiri yang disebut Bhagawadgita, yang secara garis besar
berisi wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna karena Arjuna mengalami
keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang kesatria di medan
perang
|
|
11
|
Nakula
|
Nakula
(Dewanagari: नकुल;
Nakula), adalah merupakan putra Madri
dan Pandu. Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap putra Dewa Aswin,
dewa tabib kembar. Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan sangat
elok parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling tampan di
dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang
dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab
Mahaprasthanikaparwa. Selain tampan, Nakula juga memiliki kemampuan khusus
dalam merawat kuda dan astrologi.
|
|
12
|
Sahadewa
|
Sadewa
(Dewanagari: सहदेव;:
Sahadéva) Pandawa yang paling muda, yang memiliki saudara kembar bernama
Nakula. Meskipun kembar, Nakula dikisahkan memiliki wajah yang lebih tampan
daripada Sadewa, sedangkan Sadewa lebih pandai daripada kembarannya. Dalam
hal perbintangan atau astronomi, kepandaian Sadewa jauh di atas murid-murid
Drona yang lain. Selain itu, ia juga pandai dalam hal beternak sapi. Maka
ketika para Pandawa menjalani hukuman menyamar selama setahun di Kerajaan
Matsya akibat kalah bermain dadu melawan Korawa, Sadewa pun memilih peran
sebagai seorang gembala sapi bernama Tantripala.
|
|
13
|
Dewi
Drupadi
|
Draupadi
(Sanskerta: द्रौपदी;
Draupadī) adalah salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah
puteri Prabu Drupada, raja di kerajaan Panchala. Pada kitab Mahabharata, Dropadi
adalah istri para Pandawa lima semuanya. Tetapi dalam tradisi pewayangan
Jawa, ia hanyalah permaisuri Prabu Yudistira saja. Ia bersumpah tidak akan
mengikat rambutnya sebelum keramas dengan darah Dursasana karena telah
menelanjanginya didepan umum saat pandawa kalah berjudi, dan drupadi menjadi
taruhan.
|
|
14
|
Shakuni
|
Shakuni
(Dewanagari: शकुनि;
Śakuni) atau Saubala (patronim dari Subala) adalah seorang tokoh antagonis
dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan paman para Korawa dari pihak ibu.
Sangkuni terkenal sebagai tokoh licik yang selalu menghasut para Korawa agar
memusuhi Pandawa. Ia berhasil merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para
Pandawa melalui sebuah permainan dadu. Menurut Mahabharata, Sangkuni
merupakan personifikasi dari Dwaparayuga, yaitu masa kekacauan di muka Bumi,
pendahulu zaman kegelapan atau Kaliyuga
|
|
15
|
Duryodana
|
Duryodana
(Sanskerta: दुर्योधन;
Duryodhana) adalah tokoh antagonis yang utama dalam wiracarita Mahabharata,
musuh utama para Pandawa. Duryodana merupakan inkarnasi dari Iblis Kali. Ia
lahir dari pasangan Dretarastra dan Gandari. Duryodana merupakan saudara yang
tertua di antara seratus Korawa. Ia menjabat sebagai raja di Kerajaan Kuru
dengan pusat pemerintahannya di Hastinapura.
Duryodana
digambarkan sangat licik dan kejam, meski berwatak jujur, ia mudah
terpengaruh hasutan karena tidak berpikir panjang dan terbiasa dimanja oleh
kedua orangtuanya. Karena hasutan Sangkuni, Ia dikalahkan oleh Bima pada
pertempuran di hari kedelapan belas karena pahanya dipukul kelemahannya
dengan gada.
|
|
16
|
Dursasana
|
Duhsasana
(Dewanagari: दुःशासन;:
Duḥśāsana) adalah tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan
adik Duryodana, pemimpin para Korawa, putra Raja Drestarasta dengan Dewi
Gandari. Ia dikenal sebagai Korawa yang nomor dua di antara seratus Korawa.
Dursasana
berusaha melucuti pakaian Dropadi secara paksa, namun tidak berhasil berkat
pertolongan Kresna. Peristiwa itu memperkeruh permusuhannya dengan Bima. Pada
akhirnya, ia dibunuh oleh Bima dalam perang di Kurukshetra pada hari ke-16.
|
Ø Jadi dapat disimpulkan
bahwa tujuan tertinggi umat Hindu adalah Moksa. Moksa merupakan kebebasan,
bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari kelahiran berulang-ulang dan
bersatunya atman dengan paratman. Moksa berarti ketenangan dan kebahagiaan
spiritual yang kekal abadi (suka tan pewali duka).
3.4
TANTANGAN DAN
HAMBATAN MOKSA
Setiap tujuan yang
ingin dicapai sedikit tidaknya pasti menemui tantangan atau hambatan, demikian
juga dalam mencapai moksa sungguh tidaklah mudah, banyak terdapat hambatan dan
rintangan diantaranya :
1. Masih
melekatnya karma wesana dalam jiwatman.
2. Karena
terbelenggu oleh Awidya / kebodohan
3. Karena
ikatan subha dan asubha karma
4. Karena
guna, rajas dan tamas selalu lebih dominan
5. Citta,
Budhi, Manah dan Ahamkara tidak seimbang
6. Belum
dapat melaksanakan ajaran-ajaran Catur Asrama dengan baik dan benar.
Selain itu menjalankan Spiritual
dalam kehidupan sehari hari sering mengalami kendala, banyak pertanyaan yang
timbul terutama generasi muda, apakah kita melakukan kegiatan spiritual harus
mengurangi kegiatan untuk mencari harta yaitu bekerja (karma). Ada juga yang
berpendapat bahwa melakukan kegiatan spiritual sebaiknya dilakukan setelah MPP
(masa persiapan pensiun) disamping banyak waktu juga tanggung jawab atau
kewajiban sudah berkurang. Pada saat bekerja aktif dimana ada suatu jabatan
tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan spiritual karena disibukkan dengan
pekerjaan yang kadang menyimpang dari Dharma akibat tugas yang membutuhkan
untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan atasan manajemen.
3.5 UPAYA-UPAYA MENCAPAI MOKSHA
Ada
banyak upaya-upaya yang dapat dilaksanakan untuk mencapai kebahagiaan abadi
atau disebut moksa antara lain :
1)
Mendekatkan
diri kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa
2)
Disiplin
melaksanakan Meditasi
3)
Mendalami
ilmu pengetahuan
4)
Selalu
melaksakan Dharma
5)
Menumbuh
kembangkan kesucian lahir bathin
6)
Memahami
dan melaksanakan Catur Marga
3.6 CONTOH ORANG YANG DIPANDANG MAMPU
MENCAPAI MOKSHA
Sraddhavan
anasuyas Ca
Srnuyad
api yo narah
So
pi muktah shubhamlokan
Prapnuyat
punya-karmanam
(Bhagavadgita
XVIII.71)
Terjemahan:
Orang
yang mempunyai keyakinan dan tidak mencela orang seperti itu walaupun sekedar
hanya mendengar, ia juga terbebas,
mencapai dunia kebahagiaan manusia yang berbuat kebahagiaan.
Adapun orang yang
dipandang mampu mencapai Moksa dalam epos purana dan keyakinan umat Hindu
antara lain :
·
Sri
Rama yang dipandang sebagai orang yang bijaksana dan tidak lagi terikat dengan
hal-hal duniawi, ketika rama dijemput adiknya dan hendak dijadikan seorang raja
namun rama menolaknya.
·
Dang
Hyang Nirarta atau sering disebut dengan Dang Hyang Dwi, beliau moksha dipura
uluwatu, dengan karma dan kesaktian beliau meditasi dipura uluwatu, dan
akhirnya beliau moksa dipura tersebut
dengan mengalai parama moksa yaitu moksa tanpa meninggalkan tubuh/mayat. Tubuh
beliau sudah mengalami pralina atau kembali kealam.
EmoticonEmoticon