Saturday, August 24, 2019

KELAS XI SEMESTER 1



BAB I
YOGA
KELAS XI



(YOGA ASANAS MENURUT SUSASTRA HINDU)
(Sumber: readersdigest.co.id)

“ṡruti-vipratipannā te yadā sthāsyati niṡcalā,
samādhāv acalā buddhis tadā yogam avāpsyasi.”
Terjemahannya :
“Bila pikiranmu dibingungkan oleh apa yang didengar
 tak tergoyahkan lagi dan
tetap dalam samadhi, kemudian
engkau akan mencapai yoga (realisasi diri).”
(Bhagavad Gita.II.53)

1.2. PENGERTIAN DAN HAKIKAT YOGA
            Kata yoga berasal dari bahasa sansekerta yaitu “yuj” yang memiliki arti menghubungkan atau menyatukan, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai meditasi atau mengheningkan cipta/pikiran, sehingga dapat dimaknai bahwa yoga itu adalah menghubungkan atau penyatuan spirit individu (jivātman) dengan spirit universal (paramātman) melalui keheningan pikiran.
Secara etimologi, kata yoga berasal dari yud, yang artinya menggabungkan atau hubungan, yakni hubungan yang harmonis dengan objek yoga.
Dalam patanjali Yogasutra, menguraikan bahwa;
yogas citta vrtti nirodhah”,è artinya, mengendalikan gerakgerik pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah polah pikiran yang cenderung liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam objek (yang dikhayalkan) memberi nikmat.
“ṡruti-vipratipannā te yadā sthāsyati niṡcalā,
samādhāv acalā buddhis tadā yogam avāpsyasi.”
Terjemahannya :
“Bila pikiranmu dibingungkan oleh apa yang didengar tak tergoyahkan lagi dan tetap dalam samadhi, kemudian engkau akan mencapai yoga (realisasi diri).”
 (Bhagavad Gita.II.53)

Yoga merupakan jalan utama dari berbagai jalan untuk kesehatan pikiran dan badan agar selalu dalam keadaan seimbang. Keseimbangan kondisi rohani dan jasmani mengakibatkan kita tidak mudah diserang penyakit. Yoga adalah suatu sistem yang mengolah rohani dan jasmani guna mencapai ketenangan batin dan kesehatan fisik dengan melakukan latihan-latihan secara berkesinambungan.
Fisik atau jasmani dan mental atau rohani yang kita miliki sangat penting dipelihara dan dibina. Yoga dapat diikuti oleh siapa saja untuk mewujudkan kesegaran rohani dan kebugaran jasmani.
                      
1.3. SEJARAH YOGA DALAM AJARAN HINDU
Ajaran Yoga dibangun oleh Maharsi Patanjali, dan merupakan ajaran yang sangat populer di kalangan umat Hindu. Ajaran yoga merupakan ilmu yang bersifat praktis dari ajaran Veda. Yoga berakar dari kata Yuj yang berarti berhubungan, yaitu bertemunya roh individu (atman/purusa) dengan roh universal (Paramatman/Mahapurusa). Maharsi Patanjali mengartikan yoga sebagai Cittavrttinirodha yaitu penghentian gerak pikiran.
Sejak lebih dari 5000 tahun yang lalu, yoga telah diketahui sebagai salah satu alternatif pengobataan melalui pernafasaan. Awal mulanya muncul yoga diprakarsai oleh Maha Rsi Ptanjali, dan menjadi ajaran yag diikuti banyak kalangan umat yang hindu. Maha Rsi Ptanjali membuat karya kitab YOGASUTRA, dimana kitab ini dikelompokan menjadi 4 bagian yaitu :
1. Samadhipada
ð   Kitab ini menjelaskan tentang sifat, tujuan dan bentuk ajaran yoga. Didalamnya memuat perubahan-perubahan pikiran dan tata cara pelaksanaan yoga.
2. Shadhanapada
ð   Kitab ini menjelaskan tentang pelaksanaan yoga seperti tata cara mencapai samadhu, tentang kedukaan, karmaphala dan yang lainnya.
3.Vibhutipada
ð   Kitab ini menjelaskan tentang aspek sukma atau batiniah serta kekuatan gaib yang diperoleh dengan jalan yoga.
3. Kaivalyapada
ð   Kitab ini menjelaskan tentang alam kelepasan dan kenyataan roh dalam mengatasi alam duniawi.


1.4. MENGENAL DAN MANFAAT AJARAN YOGA
Adapun manfaat ajaran yoga dapat dilihat dalam uraian berikut ini.
  • Sebagai tujuan hidup yang tertinggi dan terakhir dalam ajaran Hindu yaitu terwujudnya Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma.
  • Untuk menjaga kesehatan, kebugaran jasmani dan rohani dapat dilakukan melalui praktik berbagai macam gerakan Yoga Asanas. Berikut ini dapat ditampilkan dalam bentuk kolom beberapa gerakannya.

JENIS-JENIS YOGA :

Bhakti Yoga
ð  Bhakti yoga ini memberikan penghayatan/ penjiwaan curahan cinta kasih akan keTuhanan. Bhakti tidak diukur dari seberapa banyak persembahan, tapi diukur dari seberapa dalam dan seberapa murni tingkat cinta kasih seseorang. Bhakti tidak tumbuh dari luar diri seseorang, melainkan harus tumbuh dengan sendirinya dari dalam diri. Kepercayaan adalah kemenangan akhir dari kebenaran dan cinta kasih. Tanda – tanda dari bhakti ini, ditandai dengan adanya kepercayaan, kerendahan hati, serta keprihatinan terhadap makhluk lain.

Karma Yoga
ð  Karma yoga adalah kebebasan dari suka – dukha pahala perbuatan. Karma yoga ini adalah jalan dimana semua pekerjaan yang dilakukan merupakan sebuah persembahan kepada Hyang pencipta dan merupakan kewajiban yang dibebankan oleh Tuhan kepada kita, sehingga semua hasil yang diperoleh merupakan karunia Tuhan. Pekerjaan dilakukan dengan tulus dan tanpa pamrih.

Jnana Yoga
ð  Yang menjadi inti ajaran jnana yoga adalah memberikan basis pengertian jnana (pengetahuan) bagi akal atau kecerdasan (buddhi/ citta) untuk dapat mengerti dan melihat keberadaan purusha, atman yang menjiwai dari yang bersifat materiil di alam fenomenal. Hingga akhirnya dengan pengetahuan suci, atman dapat membebaskan dirinya dari suka dan dukha akibat dari perbuatan, yang sebenarnya tidak lain disebabkan oleh tri guna yang ada pada prakerthi sebagai manifestasi karakteristik maya/ acetana.

Mantra Yoga
ð  Mantra yoga dipraktekkan dengan memurnikan kesadaran melalui pengucapan berulang – ulang suatu mantra khusus. Mantra yang efektif hanya bisa diperoleh dari petunjuk seorang guru sejati yang berwenang. Guru akan memilihkan mantra yang tepat sesuai dengan karma wasana sang murid, dan atas karunia guru mantra itu akan menjadi siddhi sakti karena dihidupkan oleh sakti sang guru sendiri.

Yantra Yoga
ð  Yantra yoga adalah salah satu yoga yang banyak dipraktekkan di India bagian utara dan Tibet. Mandala yang merupakan gambar geometris khusus menjadi obyek sasaran dari meditasi. Mandala diciptakan dari kekuatan untuk memurnikan pikiran.

Hatha Yoga
ð  Hatha yoga ini adalah salah satu jenis yoga yang menekankan pada sistem asanas. Sebab kesehatan fisik menjadi salah satu bagian yang sangat penting dalam melakukan sebuah yoga. Kesehatan yang besar adalah modal yang sangat besar dalam menjalankan meditasi.

Raja Yoga
ð  Raja yoga adalah praktek yang secara langsung menuju kepada penguasaan pikiran dan kesadaran diri. Karena secara langsung menuntun seseorang untuk mengontrol pikirannya, maka Raja yoga ini juga disebut sebagai Royal yoga.yang termasuk kedalam Raja Yoga adalah:
1.      Penahanan diri (Yama)
2.      Aturan/ Tatatertib (Nyama)
3.      Konsentrasi (Dharana)
4.      Medhitasi (Dhyana)
5.      Samadhi

GERAKAN-GERAKAN YOGA ASANAS:
NO
JENIS YOGA ASANAS
PENJELASAN
MANFAAT
1
Padmāsana
Penjelasan:
Kedua kaki diluruskan kedepan lalu tempatkan kaki kanan diatas paha kiri, kemudian kaki kiri diatas paha kanan. Kedua tangan boleh ditempatkan dilutut.
Manfaat:
Dapat menopang tubuh dalam jangka  waktu yang lama, hal ini disebabkan karena tubuh mulai dapat dikendalikan oleh pikiran.
2
Siddhasana
Penjelasan:
Letakan salah satu tumit dipantat, dan lain tumit dipangkal kemaluan. Kedua kaki diletakkan begitu rupa sehingga kedua ugel-ugel mengenai satu dengan lain.
Manfaat:
Memberikan efek ketenangan pada seluruh jaringan saraf dan mengendalikan fungsi seksual.

3
Swastikasana
Penjelasan:
Kedua kaki lurus kedepan kemudian lipat kaki dan taruh dekat otot paha kanan, bengkokkan kaki kanan dan dorong telapak kaki dalam ruang antara paha dengan otot betis.

Manfaat:
Menghilangkan reumatik menghilangkan penyakit empedu dan lendr dalam keadaan sehat, membersihkan dan menguatkan urat-urat kaki dan paha.

4
Sarvangasana
Penjelasan :
Berbaring dengan punggung diatas selimut, angkat kedua kaki perlahan kemudian angkat tubuh bagian atas, pinggang, paha, dan kaki lurus ke atas. Punggung ditunjang oleh kedua tangan.
Manfaat :
Memelihara kelenjar thyroid.

5
Halasana
Penjelasan :
Posisi tubuh rebah dengan telapak tangan telungkup disamping badan. Kedua kaki rapat lalu diangkat keatas dengan posisi lurus. Tubuh jangan bengkok. Kaki dan tubuh buat siku lebar. Turunkan kedua kaki melalui muka sampai jari kaki mengenai lantai. Paha dan kaki membentuk garis lurus.

Manfaat  :
Menguatkan urat dan otot tulang belakang dan susunan urat-urat disisi kanan kiri tulang punggung.

6
Matsyasana
Penjelasan :
Rebahkan diri diatas punggung, dengan kepala diletakkan pada kedua tangan yang disalipkan.

Manfaat :
Membasmi bermacam penyakit seperti asma, paru-paru, bronchitis
7
Paschimottanasana
Penjelasan :
Duduk dilantai dengan kaki menjulur lurus, pegang jari kaki dengan tangan, tubuh dibengkokkan ke depan.

Manfaat :
Membuat nafas berjalan di brahma nadi (sungsum) dan menyalakan api pencernaan, dan Untuk menguarngi lemak diperut.
8
Mayurasana
Penjelasan :
Berlutut diatas lantai, jongkok diatas jari kaki, angkat tumit keatas dengan kedua tangan berdekatan, dengan telapak tangan diatas lantai, ibu jari kedua tangan harus mengenai lantai dan harus berhadapan dengan kaki.

Manfaat :
Menguatkan pencernaan, membetulkan salah pencernaan dan salah perut seperti kembung, juga murung hati dan limpa yang bekerja lemah akan baik kembali.

9
Ardha Matsyendrasana
Latakkan tumit kiri didekat lubang pantat dan dibawah kemaluan mengenai tempat diantara lubang pantat dan kemaluan. Belokkan lutu kanan dan letakkan ugel-ugel kanan dipangkal paha kiri, dan kaki kanan diletakkan diatas lantai berdekatan dengan sambungan kiri, letakkan ketiak kiri diatas lutut kanan kemudian dorong sedikit kebelakang sehingga mengenai bagian belakang dari ketiak. Pegang lutut kiri dengan telapak tangan kiri perlahan punggung belokkan ke sisi dan putar sedapat mungkin ke kanan, belokkan jidat ke kanan sehingga segaris dengan pundak kanan, ayunkan tangan kanan kebelakang pegang paha kiri dengan tangan kanan, tulang punggung lurus.

Manfaat :
Memperbaiaki alat-alat pencernaan, member nafsu makan. Kundalini akan dibangunkan juga dan membuat candranadi mengalir tetap.

10
Salabhasana
Penjelasan :
Rebahkan diri dengan telungkup, kedua tangan disisi badan terlentang. Tangan diletakkan dibawah perut, hirup nafas seenaknya kemudian keluarkan perlahan. Keraskan seluruh badan dan angkat kaki ke atas + 40 cm, dengan lurus sehingga paha dan perut bawah dapat terangkat juga.


Manfaat : 
Menguatkan otot perut, paha, dan kaki, menyembuhkan penyakit perut dan usus juga penyakit limpa dan penyakit bungkuk dapat dikurangi.

11
Bhuyanggasana
Penjelasan :
Merebahkan diri dengan telungkup, lemaskan otot, dan tenangkan hati, letakkan telapak tangan dilantai dibawah bahu dan siku, tubuh dan pusar sampai jari-jari kaki tetap di lantai, angkat kepala dan tubh ke atas perlahan seperti cobra ke atas, bengkokkan tulang punggung ke atas.

Manfaat :
Istimewa untuk wanita, dapat memberi banyak faedah, tempat anak dan kencing akan dikuatkan, menyembuhkan datang bulan tidak cocok, (merasa sakit pada waktu datang bulan, (sakit keputihan),

12
Dhanurasana
Penjelasan :
Rebahkan diri dengan dada dan muka dibawah, kedua tangan diletakkan disisi, kedua kaki ditekuk kebelakang, naikkan tangan kebelakang dan pegang ugel-ugel, angkat dada dan kepala ketas, lebarkan dada, tangan dan kaki kaku dan luruskan, tahan nafas dan keluarkan nafas perlahan.

Manfaat :
Menghilangkan sakit bungkuk, reumatik di kaki, lutut, dan tangan. Mengurangi kegemukan, dan melancarkan peredaran darah.

13
Ghomukasana
Penjelasan :
Tumit kaki kiri diletakkna dibawah pantat kiri, kaki kanan diletakkan sedemikian rupa, sehingga lutut kanan berada diatas lutut kiri dan telapak kaki kana ada disebelah paha kiri berdekatan.

Manfaat :
Menghilangkan reumatik di kaki, ambein, sakit kaki dan paha, menghilangkan susah BAB.

14
TriKonasana
Penjelasan :
Berdiri tegak, kedua kaki terpisah, +65 – 70 cm, kemudian luruskan tangan dengan lebar, segaris dengan pundak, tangan sejajar dengan lantai.


Manfaat :
Menguatkan urat-urat tulang punggung dan alat-alat di perut, menguatkan gerak usus dan menambah nafsu makan.

15
Baddha Padmasana
Penjelasan :
Duduk dengan sikap Padmasana, tumit mengenai perut, tangan kanan kebelakang memegang ibu jari kanan, begitu juga tangan kiri. Tekan janggut ke dada, lihat pada ujung hidung dan bernafas pelan-pelan.

Manfaat :
Asana ini bukan untuk bermeditasi tetapi untuk memperkuat kesehatan dan menguatkan badan. Dapat menyembuhkan lever, uluhati, usus.

16
Padahasthasana
Penjelasan :
Berdiri tegak, tangan digantung disebelah badan, kedua tumit harus rapat tapi jari harus terpisah, agkat tangan kedua-duanya ke atas kepala. Perlahan bengkokkan badan ke bawah,  jangan bengkokkan siku lalu pegang jari kaki dengan ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.

Manfaat :
Menghilangkan hawa nafsu, tamas, menghilangkan lemak.

17
Matsyendrasana
Penjelasan :
Duduk dengan kaki menjulur, letakkan kaki kiri diatas pangkal paha kanandan letakkan tumit kaki kiri di pusar. Kaki kanan letakkan dilantai di pinggir lutut kiri. Tangan kiri melalui lutut kanan diluarnya memegang jari kaki kanan dengan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah lalu tekankan pada lutut kanan dan kiri.

Manfaat :
Menghilangkan reumatik, menguatkan prana shakti (gaya batin) dan menyembuhkan bayak penyakit
18
Chakrasana
Penjelasan :
Berdiri dengan tangan diangkat ketas, perlahan-lahan turunkan kebelakang dengan membengkokkan tulang punggung.

Manfaat :
Melatih kegesitan, tangkas, segala pekerjaan akan dilaksanakan dengan cepat.

19
Savasana
Penjelasan :
Tidur terlentang, tangan lurus disamping badan, luruskan kaki dan tumit berdekatan. Tutup mata bernafas perlahan, lemaskan semua otot.

Manfaat :
Memberikan istirahat pada badan, pikiran, dan sukma.

20
Janusirasana
Penjelasan :
Letakan tumit kiri di antara lubang pantat dan kemaluan, dan tekanlah tempat itu. Kaki kanan menjulur dengan lurus. Pegang jari kaki kanan dengan dua tangan.

Manfaat :
Menambah semangat dan menolong pencernaan. Asana ini menggiatkan surya chakra. 

21
Garbhasana
Penjelasan :
Kedua tangan diantara paha dan betis, keluarkan kedua siku lalu pegang telinga kanan dengan tangan kanan dan sebaliknya.

Manfaat :
Memperkuat pencernaan dan menambah nafsu makan

22
Kukutasana
Penjelasan :
Lebih dulu menbuat padmasana. Masukan tangan satu persatu dalam betis hingga sampai kira-kira di siku, telapak tangan diletakkan di lantai dengan jari terbuka kedepan, angkat badan keatas salib kaki kia-kira sampai di siku.

Manfaat :
Menguatkan otot-otot, dada dan pundak.




















BAB II

 


YAJÑA
 ( HAKIKAT YADNYA DALAM MAHABHARATA)


2.1. PENGERTIAN DAN HAKIKAT YAJÑA
ð  Kata Yadnya berasal dari bahasa Sansekerta, akar kata :
YAJ”, yang artinya :
Ø   memuja,
Ø  mempersembahkan,
Ø  pengorbanan,
Ø  menjadikan suci.

  • Secara etimologi pengertian Yadnya adalah => korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
  • Pada dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya.

  • Tujuan Yadnya
1. Untuk Penyucian
2. Untuk meningkatkan penyucian diri
3. Sebagai sarana menghubungkan diri  dengan Tuhan
4. Sebagai ungkapan rasa terima kasih.
5. Untuk menciptakan kehidupan yang harmonis

  • Bentuk-bentuk Yadnya
ü   Yadnya dalam bentuk persembahan/Upakara
ü  Yadnya dalam bentuk pengendalian diri/tapa
ü  Yadnya dalam bentuk Aktivitas / Karma
ü  Yadnya dalam bentuk harta benda / kekayaan/punia
ü  Yadnya dalam bentuk ilmu pengetahuan/jnana

2.2. YAJÑA DALAM MAHABHARATA DAN MASA KINI
v  Nilai-Nilai yang Terkandung didalam Cerita Santi Parwa dan Aswamedha Parwa
 1. Nilai Tradisi
 Yaitu suatu kebiasaan yang masih diturunkan hingga sekarang. Kebiasaan ini adalah upacara bagi orang yang telah meninggal harus dilakukan oleh keluarga, kerabat atau keturunannnya, yang bertujuan untuk membantu sang atman agar mencapai tempat yang baik di alam niskala. Hal ini terlihat saat Kunti meminta Yudhistira untuk membuatkan upacara kremasi yaitu persembahan air suci kepada Radheya, karena putra Radheya telah mati dalam perang. Sehingga Kunti dan putra-putranya yang lainlah yang wajib mempersembahkan upacara kremasi untuk Radheya.
 2. Nilai Moral
 Nilai Moral ini dapat kita lihat, ketika Kunti menghanyutkan Karna di Sungai Ganga karena Ia merasa malu melahirkan anak tanpa melaui perkawinan. Tindakan Kunti tersebut tentu saja merupakan perbuatan yang tidak terpuji. Ia telah mengucapkan mantra tanpa mengetahui apa fungsi dari mantra tersebut. Yang akhirnya membuat Karna memiliki masa depan yang suram akibat di asuh oleh orang yang tidak baik.
 3. Nilai Kesetiaan (satya)
 a. Satya Mitra
 Satya Mitra yaitu setia kepada teman. Sikap ini dimiliki oleh Radheya. Walaupun Radheya telah mengetahui bahwa Kunti adalah ibunya dan Pandawa adalah saudaranya serta bahkan Kunti telah membujuknya untuk tinggal bersamanya, namun ia menolak ajakan Kunti karena ia tidak ingin mengecewakan teman dan majikannya, yaitu Yudhistira.
 b. Satya Laksana
 Sikap setia ini juga dimiliki oleh Radheya. Walaupun Ia merasa sedih sekaligus senang mendengar bahwa pandawa adalah saudaranya, namun Ia tetap melaksakan tugas dan kewajibannya dengan sebagaimana mestinya.
 c. Satya Wacana
 Sebelum dibunuh oleh Arjuna, Radheya pernah mengatakan bahwa ia tak akan membunuh Pandawa kecuali Arjuna. Saat terjadi selisih paham dengan Bhima, Nakula dan Sahadewa, Radheya tidak bertempur dengannya, tetapi hanya menghinanya. Hal ini dilakukan karena Radheya ingin menyenangkan hati temannya Duryodana. Dan Radheya benar-benar menepati segala ucapannya.
 d. Satya Hrdaya
 Sifat ini dimiliki oleh Raja Marutta yang tetap pada pendirian dan kata hatinya dalam pelaksanaan upacara Aswamedha yang dilakukannya. Walaupun Ia sempat dijanjikan keabadian oleh Indra apabila Ia mengganti Samwarta dengan Wrspati sebagai pemimpin Yadnya besar tersebut, Raja Marutta tidak tergoyahkan.
 e. Satya Semaya
 Sifat ini juga dimiliki oleh Raja Marutta yang setia dengan janjinya kepada Samwarta, yaitu: Ia tidak akan tergoyahkan, apapun yang akan terjadi selanjutnya. Karena tentu saja Indra dan Wrspati akan berusaha menggagalkan pelaksanaan upacara tersebut.
 Yang kedua, Ia harus melakukan pertapan di puncak pegunungan Himalaya guna mendapatkan emas sebagai prasarana dalam melengkapi upacara. Dan Raja Marutta berhasil memenuhi janjinya tersebut.
 4. Nilai kepemimpinan
 Sifat ini dimiliki oleh Yudhistira, Setelah Ia mendapatkan pencerahan dari Rsi Vyasa, Ia baru menyadari bahwa tugasnya sebagai seorang raja tidak berhak untuk tenggelam dalam urusan pribadinya. Karena bagi Rakyat, Raja adalah Dewa dan begitu juga sebaliknya.
 Selain itu, sifat ini juga ditunjukkan oleh Yudhistira saat ia berhasil menunjuk pejabat kerajaan sesuai dengan sifat dan kemampuan yang dimilki oleh masing-masing pejabatnya tersebut.
 5. Nilai Yadnya (Upacara)
 Dapat kita lihat ketika Para Pandawa mengadakan upacara kremasi atau persembahan air suci di tepi sungai Ganga untuk para pahlawan yang gugur dalam perang. Nilai Upacara ini juga dapat dilihat saat Raja Marutta dan Yudhistira mengadakan upacara Yadnya yang begitu besar yaitu upacara Aswameda yang dapat di samakan dengan dana punia dijaman sekarang ini.
 6. Nilai Pendidikan
 Hal ini dapat dilihat dari hal-hal yang sepatutnya dilaksakan sesuai dengan tingkatan masing-masing jaman. Yaitu Melaksanakan penebusan dosa yang sangat ketat dilakukan orang pada kerta yuga, mempelajari ilmu pengetahuan (jnana) yang diutamakan orang pada treata yuga , melaksanakan upacara yadnya yang diutamakan orang pada dwapara yuga dan berdaana (daanam) yang diutamakan orang pada kali yuga .
 7. Nilai Spiritual
 Pemakaian binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai sarana upacara Yadnya telah disebutkan dalam “Manawa Dharmasastra V.40”; Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam penjelmaan berikutnya. Manusia yang memberikan kesempatan kepada tumbuh-tumbuhan dan hewan tersebut juga akan mendapatkan pahala yang utama. Karena setiap perbuatan yang membuat orang lain termasuk sarwa prani meningkat kualitasnya adalah perbuatan yang sangat mulia. Perbuatan itu akan membawa orang melangkah semakin dekat dengan Tuhan. Karena itu penggunaan binatang sebagai sarana pokok upacara banten caru bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan menuju sifat-sifat kemanusiaan terus meningkat menuju kesifat-sifat kedewaan.

v  Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Astadasa Parwa
 Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam teks Astadasaparwa diantaranya adalah: Nilai ajaran dharma, nilai kesetiaan, nilai pendidikan dan nilai yajna (korban suci). Nilai-nilai ini kiranya ada manfaatnya untuk direnungkan dalam kehidupan dewasa ini.

1). Pertama, Nilai Dharma (kebenaran hakiki) ,
 inti pokok cerita Mahabharata adalah konflik (perang) antara saudara sepupu (Pandawa melawan seratus Korawa) keturunan Bharata. Oleh karena itu Mahabharata disebut juga Maha-bharatayuddha. Konflik antara Dharma (kebenaran/kebajikan) yang diperankan oeh Panca Pandawa) dengan Adharma (kejahatan/kebatilan ) yang diperankan oleh Seratus Korawa. Dharma merupakan kebajikan tertinggi yang senantiasa diketengahkan dalam cerita Mahabharata. Dalam setiap gerak tokoh Pandawa lima, dharma senantiasa menemaninya. Setiap hal yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan, menyenangkan hati diri sendiri, sesama manusia maupun mahluk lain, inilah yang pertama dan utama Kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan buah yang semakin lama semakin banyak jika kita terus memupuknya. Panca Pandawa dalam menegakkan dharma, pada setiap langkahnya selalu mendapat ujian berat, memuncak pada perang Bharatayuddha. Bagi siapa saja yang berlindung pada Dharma, Tuhan akan melindunginya dan memberikan kemenangan serta kebahagiaan. Sebagaimana yang dilakukan oleh pandawa lima, berlindung di bawah kaki Krsna sebagai awatara Tuhan. " Satyam ewa jayate " (hanya kebenaran yang menang).
 2). Kedua, nilai kesetiaan (satya) ,
 cerita Mahabharata mengandung lima nilai kesetiaan (satya) yang diwakili oleh Yudhistira sulung pandawa. Kelima nilai kesetiaan itu adalah: Pertama, satya wacana artinya setia atau jujur dalam berkata-kata, tidak berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan. Kedua, satya hredaya, artinya setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak terombang-ambing, dalam menegakkan kebenaran. Ketiga, satya laksana, artinya setia dan jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apa yang pernah diperbuat. Keempat, satya mitra, artinya setia kepada teman/sahabat. Kelima, satya semaya, artinya setia kepada janji. Nilai kesetiaan/satya sesungguhnya merupakan media penyucian pikiran. Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh virus ketidakjujuran. Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan dapat diombang-ambing oleh gerakan panca indria. Orang yang tidak jujur sulit mendapat kepercayaan dari lingkungannya dan Tuhan pun tidak merestui.
 3). Ketiga, Nilai pendidikan,
 Sistem Pendidikan yang di terapkan dalam cerita Mahabharata lebih menekankan pada penguasaan satu bidang keilmuan yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. Artinya seorang guru dituntut memiliki kepekaan untuk mengetahui bakat dan kemampuan masing-masing siswanya. Sistem ini diterapkan oleh Guru Drona, Bima yang memiliki tubuh kekar dan kuat bidang keahliannya memainkan senjata gada, Arjuna mempunyai bakat di bidang senjata panah, dididik menjadi ahli panah.Untuk menjadi seorang ahli dan mumpuni di bidangnya masing-masing, maka faktor disiplin dan kerja keras menjadi kata kunci dalam proses belajar mengajar.
 4). Keempat, Nilai yajna (koban suci dan keiklasan) ,
Bermacam-macam yajna dijelaskan dalam cerita Mahaharata, ada yajna berbentuk benda, yajna dengan tapa, yoga, yajna mempelajari kitab suci ,yajna ilmu pengetahuan, yajna untuk kebahagiaan orang tua. Korban suci dan keiklasan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud tidak mementingkan diri sendiri dan menggalang kebahagiaan bersama adalah pelaksanaan ajaran dharma yang tertinggi (yajnam sanatanam).
 Kegiatan upacara agama dan dharma sadhana lainnya sesungguhnya adalah usaha peningkatan kesucian diri. Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyebutkan.:
 "Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kejujuran (satya), atma disucikan dengan tapa brata, budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan (spiritual)"

Ø  Nilai-nilai ajaran dalam cerita Mahabharata kiranya masih relevan digunakan sebagai pedoman untuk menuntun hidup menuju ke jalan yang sesuai dengan Veda. Oleh karena itu mempelajari kita suci Veda, terlebih dahulu harus memahami dan menguasai Itihasa dan Purana (Mahabharata dan Ramayana), seperti yang disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya sloka 49 sebagai berikut :
 "Weda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna, dengan jalan mempelajari itihasa dan purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit pengetahuannya"
v  Makna Filosofis Astadasaparwa (Mahabharata)
 Tubuh manusia memiliki 10 organ (indriya), yaitu lima organ sensorik ( jinanendriyas) dan lima organ motorik ( karmendriyas), dan sebuah "antahkarana" atau organ/indera internal. Sedangkan organ sensorik dan motorikadalah organ eksternal (bahihkarana). Antahkarana berhubungan langsung dengan tubuh fisik. Antahkarana merupakan bagian intrinsik dari pikiran itu sendiri. Berkat kerja dari bagian inilah pikiran kita bisa merasakan perut yang kosong,dan kemudian merasa lapar. Begitu perut kosong, pikiran mulai mencari makanan, dan hal ini diekspresikan melalui aksi fisik. Jadi terdapat dua bagian, yang satu merupakan bagian intrinsik pikiran, dan satu bagian lagi adalah kesepuluh organ.
 Yang mendorong terjadinya aktivitas adalah antahkarana. Antahkarana tersusun atas pikiran sadar (conscious) dan bawah sadar (subconscoius). Maka jika antahkarana menginginkan sesuatu, maka tubuh fisiklah yang bekerja menurut keinginan tersebut.
Dalam Sanskrit dikenal enam arah utama yang dinamakan "disha" atau "pradisha": Utara, Selatan, Timur, Barat, Atas, dan Bawah. Juga terdapat empat sudut yang dinamakan "anudisha": Barat Laut (iishana), Barat Daya (agni), Tenggara (vayu) dan Timur Laut (naerta). Jadi seluruhnya ada sepuluh.
Pikiran sesungguhnya buta. Dengan pertolongan "wiweka" (conscience/hati nurani) maka pikiran bisa melihat dan memvisualisasikan sesuatu. Jadi pikiran dapat dilambangkan dengan Dhritarastra (Seorang raja yg buta dalam kisah Mahabharata), dan daya fisik, yaitu kesepuluh organ dapat bekerja dalam sepuluh arah secara simultan. Jadi pikiran memiliki 10 organ X 10 arah = 100 ekpresi eksternal. Dengan kata lain, ke-100 putra Dhritasastra melambangkan seratus ekspresi eksternal ini.
2.3. SYARAT-SYARAT DAN ATURAN DALAM PELAKSANAAN YAJÑA
§  Sastra è  Berdasarkan Weda
§  Sradha è  Keyakinan
§  Lascarya è Ikhlas
§  Daksina è Pemberian kpd Pandita
§  Mantra è Gita, Puja
§  Nasmita è Tidak Pamer
§  Anna Sevanam è Pelayanan (Mengundang makan bersama)

v  Contoh dalam epos Mahabrata tentang yadnya yang ikhlas dan tidak ikhlas :
Daksina dan Pemimpin Yajña
Mendengar kata daksina, dalam benak orang Hindu “Bali” yang awam akan terbayang dengan salah satu jejahitan yang berbentuk cerobong (silinder) terbuat dari daun kelapa yang sudah tua, dan isinya berupa beras, uang, kelapa, telur itik dan perlengkapan lainnya. Daksina adalah sesajen yang dibuat untuk tujuan kesaksian spiritual. Daksina adalah lambang Hyang.Guru (Dewa Siwa) dan karena itu digunakan sebagai saksi Dewata. Makna kata daksina secara umum adalah suatu penghormatan dalam bentuk upacara dan harta benda atau uang kepada pendeta/pemimpin upacara. Penghormatan ini haruslah dihaturkan secara tulus ikhlas. Persembahan ini sangat penting dan bahkan merupakan salah satu syarat mutlak agar yajña yang diselenggarakan berkualitas (satwika yajña).
Selanjutnya bagaimana pentingnya daksina dalam yajña, dikisahkan dalam cerita berikut. Setelah perang Bharatayuda usai, Sri Krishna menganjurkan kepada Pandawa untuk menyelenggarakan upacara yajña yang disebut Aswamedha yadnya. Upacara korban kuda itu berfungsi untuk menyucikan secara ritual dan spiritual negara Hastinapura dan Indraprastha karena dipandang leteh (kotor) akibat perang besar berkecamuk. Di samping itu juga bertujuan agar rakyat Pandawa tidak diliputi rasa angkuh dan sombong akibat menang perang. Atas anjuran Sri Krishna, di bawah pimpinan Raja Dharmawangsa, Pandawa melaksanakan Aswamedha yajña itu. Sri Krishna berpesan agar yajña yang besar itu tidak perlu dipimpin oleh pendeta agung kerajaan tetapi cukup oleh seorang pendeta pertapa dari keturunan warna sudra yang tinggal di hutan. Pandawa begitu taat kepada segala nasihat Sri Krishna, Dharmawangsa mengutus patihnya ke tengah hutan untuk mencari pendeta pertapa keturunan warna sudra. Setelah menemui pertapa yang dicari, patih itu menghaturkan sembahnya, “Sudilah kiranya Kamu memimpin upacara agama yang bernama Aswamedha Yajña, wahai pendeta yang suci”. Mendengar permohonan
patih itu, sang pendeta yang sangat sederhana lalu menjawab, “Atas pilihan Prabhu Yudhistira kepada saya seorang pertapa untuk memimpin yajña itu saya ucapkan terima kasih.
Namun kali ini saya tidak bersedia untuk memimpin upacara tersebut. Nanti andaikata kita panjang umur, saya bersedia memimpin upacara Aswamedha yajña yang diselenggarakan oleh Prabhu Yudistira yang keseratus kali. Mendengar jawaban itu, sang utusan terperanjat, kaget luar biasa. Ia langsung mohon pamit dan segera melaporkan segala sesuatunya kepada Raja. Kejadian ini kemudian diteruskan kepada Sri Krishna. Setelah mendengar laporan itu, Sri Krishna bertanya, siapa yang disuruh untuk menghadap pendeta, Dharmawangsa pun menjawab “Yang saya tugaskan menghadap pendeta adalah patih kerajaan”. Sri Krishna menjelaskan, upacara yang akan dilangsungkan bukanlah atas nama sang patih, tetapi atas nama sang Raja. Karena itu tidaklah pantas kalau orang lain yang memohon kepada pendeta. Setidak-tidaknya permaisuri Raja yang harus datang kepada pendeta. Kalau permaisuri yang datang, sangatlah tepat karena dalam pelaksanaan upacara agama, peranan wanita lebih menonjol dibandingkan laki-laki. Upacara agama bertujuan untuk membangkitkan prema atau kasih sayang, dalam hal ini yang paling tepat adalah wanita.
Nasihat Awatara Wisnu itu selalu dituruti oleh Pandawa. Dharmawangsa lalu memohon sang permaisuri untuk mengemban tugas menghadap pendeta di tengah hutan. Tanpa mengenakan busana mewah, Dewi Drupadi dengan beberapa iringan menghadap sang pendeta. Dengan penuh hormat memakai bahasa yang lemah lembut Drupadi menyampaikan maksudnya kepada pendeta. Di luar dugaan, pendeta kemudian bersedia memimpin upacara yang agung tersebut. Pendeta pun dijemput sebagaimana tata krama yang berlaku. Drupadi menyuguhkan makanan dan minuman dengan tata krama di kota kepada pendeta. Karena tidak pernah hidup dan bergaul di kota, sang Pendeta menikmati hidangan tersebut menurut kebiasaan di hutan yang jauh dengan etika di kota. Pendeta kemudian segera memimpin upacara.
Ciri-ciri upacara itu sukses menurut Sri Krishna adalah apabila turun hujan bunga dan terdengar suara genta dari langit. Nah, ternyata setelah upacara dilangsungkan tidak ada suara genta maupun hujan
bunga dari langit. Terhadap pertanyaan Darmawangsa, Sri Krishna menjelaskan bahwa tampaknya tidak ada “daksina” untuk dipersembahkan kepada pendeta. Kalau upacara agama tidak disertai dengan daksina untuk pendeta, berarti upacara itu menjadi milik pendeta. Dengan demikian yang menyelenggarakan upacara berarti gagal melangsungkan yajña. Gagal atau suksesnya yajña ditentukan pula oleh sikap yang beryajña. Kalau sikapnya tidak baik atau tidak tulus menerima pendeta sebagai pemimpin upacara maka gagallah upacara itu. Sikap dan perlakuan kepada pendeta yang penuh hormat dan bhakti merupakan salah satu syarat yang menyebabkan upacara sukses.
Setelah mendengar wejangan itu, Drupadi segera menyiapkan Daksina untuk pendeta. Setelah pendeta mendapat persembahan daksina, tidak ada juga suara genta dan hujan bunga dari langit. Melihat kejadian itu, Sri Krishna memastikan bahwa di antara penyelenggara yadnya ada yang bersikap tidak baik kepada pendeta. Atas wejangan Sri Krishna itu, Drupadi secara jujur mengakui bahwa ia telah menertawakan Sang Pendeta memimpin yajñanya walaupun hanya dalam hati mengatakan, yaitu pada saat pendeta menikmati hidangan tadi. Memang dalam agama Hindu, Pendeta mendapat kedudukan yang terhormat bahkan dipandang sebagai perwujudan Dewa. Karena itu akan sangat fatal akibatnya kalau ada yang bersikap tidak sopan kepada pendeta.
Beberapa saat kemudian setelah Drupadi datang menyembah dan mohon maafkepada pendeta, jatuhlah hujan bunga dari langit disertai suara genta yang nyaring membahana. lni pertanda yajña Aswamedha itu sukses. Demikianlah, betapa pentingnya kehadiran “daksina” yang dipersembahkan oleh yang beryajña kepada pendeta pemimpin yajña dalam upacara yajña.

2.4. MEMPRAKTIKKAN YAJÑA MENURUT KITAB MAHABHARATA DALAM KEHIDUPAN
·         Mencari Nilai Yadnya dalam Cerita Mahabharata
Mahabharata merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh Resi Wesampayana untuk Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan upacara korban ular. Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah raja-raja besar yang berada di garis keturunan Maharaja Yayati, Bharata, dan Kuru, yang tak lain merupakan kakek moyang Maharaja Janamejaya. Kemudian Kuru menurunkan raja-raja Hastinapura yang menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka adalah Santanu, Chitrāngada, Wicitrawirya, Dretarastra, Pandu, Yudistira, Parikesit dan Janamejaya.
Para Raja India Kuno
Mahabharata banyak memunculkan nama raja-raja besar pada zaman India Kuno seperti Bharata, Kuru, Parikesit (Parikshita), dan Janamejaya. Mahabharata merupakan kisah besar keturunan Bharata, dan Bharata adalah salah satu raja yang menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabharata.
Kisah Sang Bharata diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala. Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata, raja legendaris. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut Bharatawarsha yang berarti wilayah kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi Asia Selatan)[2]. Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura. Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru, yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra (terletak di negara bagian Haryana, India Utara). Sang Kuru menurunkan Dinasti Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.
Kerabat Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa, karena kedua Wangsa tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati, seorang kesatria dari Wangsa Chandra atau Dinasti Soma, keturunan Sang Pururawa. Dalam silsilah Wangsa Yadawa, lahirlah Prabu Basudewa, Raja di Kerajaan Surasena, yang kemudian berputera Sang Kresna, yang mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang Kresna dari Wangsa Yadawa bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari Wangsa Kaurawa.

  • Prabu Santanu dan keturunannya
            Prabu Santanu dan Dewi Satyawati, leluhur para Pandawa dan Korawa. Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat membuahkan anak yang diberi nama Dewabrata atau Bisma. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati, puteri nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citrānggada dan Wicitrawirya. Citrānggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum sempat memiliki keturunan. Atas bantuan Resi Byasa, kedua istri Wicitrawirya, yaitu Ambika dan Ambalika, melahirkan masing-masing seorang putera, nama mereka Pandu (dari Ambalika) dan Dretarastra (dari Ambika).
Dretarastra terlahir buta, maka tahta Hastinapura diserahkan kepada Pandu, adiknya. Pandu menikahi Kunti dan memiliki tiga orang putera bernama Yudistira, Bima, dan Arjuna. Kemudian Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madri, dan memiliki putera kembar bernama Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa. Dretarastra yang buta menikahi Gandari, dan memiliki seratus orang putera dan seorang puteri yang dikenal dengan istilah Korawa. Pandu dan Dretarastra memiliki saudara bungsu bernama Widura. Widura memiliki seorang anak bernama Sanjaya, yang memiliki mata batin agar mampu melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
  • Keluarga Dretarastra, Pandu, dan Widura membangun jalan cerita Mahabharata.

Pandawa dan Korawa
Pandawa dan Korawa merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur yang sama, yakni Kuru dan Bharata. Korawa (khususnya Duryodana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Korawa, yaitu Dretarastra, sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh iparnya yaitu Sangkuni, beserta putera kesayangannya yaitu Duryodana, agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika, Duryodana mengundang Kunti dan para Pandawa untuk liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryodana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun para Pandawa diselamatkan oleh Bima sehingga mereka tidak terbakar hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti masuk hutan. Di hutan tersebut Bima bertemu dengan rakshasa Hidimba dan membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu rakshasi Hidimbi. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca.
Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan Panchala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Dropadi. Karna mengikuti sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Dropadi. Pandawa pun turut serta menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana. Arjuna mewakili para Pandawa untuk memenangkan sayembara dan ia berhasil melakukannya. Setelah itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang wanita. Tak pelak lagi, Dropadi menikahi kelima Pandawa.
  • Permainan dadu
            Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan gaib dari Sri Kresna
Agar tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Korawa. Korawa memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura, sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha. Baik Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryodana tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi bahan ejekan bagi Dropadi. Hal tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira secara perlahan namun pasti, Duryodana mengundang Yudistira untuk main dadu dengan taruhan harta dan kerajaan. Yudistira yang gemar main dadu tidak menolak undangan tersebut dan bersedia datang ke Hastinapura dengan harapan dapat merebut harta dan istana milik Duryodana. Pada saat permainan dadu, Duryodana diwakili oleh Sangkuni yang memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Satu persatu kekayaan Yudistira jatuh ke tangan Duryodana, termasuk saudara dan istrinya sendiri. Dalam peristiwa tersebut, pakaian Dropadi berusaha ditarik oleh Dursasana karena sudah menjadi harta Duryodana sejak Yudistira kalah main dadu, namun usaha tersebut tidak berhasil berkat pertolongan gaib dari Sri Kresna. Karena istrinya dihina, Bima bersumpah akan membunuh Dursasana dan meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Dretarastra merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryodana yang merasa kecewa karena Dretarastra telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya, menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang kalah harus menyerahkan kerajaan dan mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan tersebut, Pandawa terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa penyamaran selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian yang sah, Pandawa berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryodana. Namun Duryodana bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis. Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak dapat dielakkan lagi.
  • Pertempuran di Kurukshetra
 Perang di Kurukshetra
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan Magadha, Wangsa Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi. Selain itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Satyaki, Drestadyumna, Srikandi, Wirata, dan lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryodana meminta Bisma untuk memimpin pasukan Korawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi pasukan Korawa. Korawa dibantu oleh Resi Drona dan putranya Aswatama, kakak ipar para Korawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kretawarma, Salya, Sudaksina, Burisrawas, Bahlika, Sangkuni, Karna, dan masih banyak lagi.
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Drona, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan puteranya, Bhagadatta, Susharma, Sangkuni, dan masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya sepuluh ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kretawarma.
  • Penerus Wangsa Kuru
Setelah perang berakhir, Yudistira dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama, ia menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Dropadi mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai surga. Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya. Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.











SILSILAH TOKOH MAHABHARATA:



EPOS CERITA MAHABHARATA PER-PARWA
NO
BAGIAN PARWA
EPOS CERITA
1
Adiparwa               
Kitab Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti misalnya kisah pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan Dhomya yang menguji ketiga muridnya, kisah para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya rakshasa Hidimba di tangan Bhimasena, dan kisah Arjuna mendapatkan Dropadi.
2
Sabha
parwa     
Kitab Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah balairung untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena usaha licik Sangkuni, permainan dimenangkan selama dua kali oleh Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran selama 1 tahun.
3
Wanaparwa               
Kitab Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun pengasingan diri di hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi bahan cerita Arjunawiwaha.
4
Wirata
parwa     
Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran Pandawa di Kerajaan Wirata setelah mengalami pengasingan selama 12 tahun. Yudistira menyamar sebagai ahli agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru tari, Nakula sebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai pengembala, dan Dropadi sebagai penata rias.
5
Udyoga
parwa     
Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang keluarga Bharata (Bharatayuddha). Kresna yang bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan Korawa mencari sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha, dan hampir seluruh Kerajaan India Kuno terbagi menjadi dua kelompok.
6
Bhisma
parwa
Kitab Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan tentang pertempuran di Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya terselip suatu percakapan suci antara Kresna dan Arjuna menjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal sebagai kitab Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna yang dibantu oleh Srikandi.
7
Dronaparwa               
Kitab Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai panglima perang Korawa. Drona berusaha menangkap Yudistira, namun gagal. Drona gugur di medan perang karena dipenggal oleh Drestadyumna ketika ia sedang tertunduk lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian anaknya, Aswatama. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.
8
Karnaparwa               
Kitab Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai panglima perang oleh Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut diceritakan gugurnya Dursasana oleh Bhima. Salya menjadi kusir kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna gugur di tangan Arjuna dengan senjata Pasupati pada hari ke-17.
9
Salyaparwa               
Kitab Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai panglima perang Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang. Setelah ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi dengan Bhima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat mengangkat Aswatama sebagai panglima.
10
Sauptika
parwa     
Kitab Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama kepada tentara Pandawa. Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para Pandawa. Setelah itu ia melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan Kresna dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali perbuatannya dan menjadi pertapa.
11
Striparwa               
Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal oleh suami mereka di medan pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan kelahiran Karna yang menjadi rahasia pribadinya.
12
Santiparwa               
Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya ia diberi wejangan suci oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran Hindu agar Yudistira dapat melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.
13
Anusasana
Parwa
Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistira kepada Resi Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha, aturan tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya. Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.
14
Aswa
Medhika
Parwa
Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira. Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit yang semula tewas dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri Kresna.
15
Asrama
wasikaparwa
Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra, Gandari, Kunti, Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya Resi Narada datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh api sucinya sendiri.
16
Mosala
parwa     
Kitab Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna mengunjungi Dwarawati dan mendapati bahwa kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawa dan Dropadi menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.
17
Mahaprastania
Parwa
Kitab Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan Pandawa dan Dropadi ke puncak gunung Himalaya, sementara tahta kerajaan diserahkan kepada Parikesit, cucu Arjuna. Dalam pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira), meninggal dalam perjalanan.
18
Swargarohana
Parwa
Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.

TOKOH-TOKOH MAHABHARATA:
NO
TOKOH
ILUSTRASI
PENJELASAN
1



Raja
Destrarasta
Dretarastra (Dewanagari: धृतराष; Dhṛtarāṣṭra) dalam wiracarita Mahabharata, adalah putra janda Wicitrawirya, yaitu Ambika. Ia buta semenjak lahir, karena ibunya menutup mata sewaktu mengikuti upacara Putrotpadana yang diselenggarakan oleh Resi Byasa untuk memperoleh keturunan. Ia merupakan kakak tiri Pandu, karena lain ibu namun satu ayah. Sebenarnya Dretarastra yang berhak menjadi Raja Hastinapura karena ia merupakan penerus Wicitrawirya yang tertua. Akan tetapi dia buta sehingga pemerintahan harus diserahkan kepada adiknya. Setelah Pandu wafat, ia menggantikan jabatan tersebut. Dretarastra menikah dengan Gandari, putri kerajaan Gandhara. Ia menjadi bapak bagi para Seratus Korawa, Dursala, dan Yuyutsu.
2

Dewi
Gandari
Gandari (Dewanagari: गांधारी;  Gāndhārī) adalah nama seorang tokoh dalam wiracarita Hindu, Mahabharata. Ia merupakan putri Subala, Raja Gandhara (pada masa sekarang disebut Kandahar, yaitu wilayah yang meliputi Pakistan barat daya dan Afganistan timur), dan namanya diambil dari sana. Gandari menikahi Dretarastra, pangeran tertua di Kerajaan Kuru. Semenjak bersuami, Gandari sengaja menutup matanya sendiri agar tidak bisa menikmati keindahan dunia karena ingin mengikuti jejak suaminya.
3
Widura
Widura (Dewanagari: विदुर; IAST: Vidura) adalah salah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia adalah adik tiri Pandu dan Dretarasta karena memiliki ayah yang sama tetapi lain ibu. Ayah Widura adalah Resi Kresna Dwipayana Wyasa atau Resi Byasa (Abyasa), tetapi ibunya adalah seorang perempuan dari kasta sudra. Widura tidak turut terjun ke dalam medan pertempuran di Kurukshetra, yaitu perang antara Pandawa dan Korawa, keponakannya sendiri.
4




Bisma
Bisma (Dewanagari: भीष्म; Bhīṣma) adalah salah satu tokoh utama dalam wiracarita Mahabharata, putra dari Prabu Santanu dan Dewi Gangga. Ia juga merupakan kakek dari Pandawa maupun Korawa. Semasa muda ia bernama Dewabrata (Dewanagari: देवव्रत;  Dévavrata), namun berganti nama menjadi Bisma semenjak bersumpah bahwa ia tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat disegani oleh Pandawa dan Korawa. Menurut Mahabharata, ia gugur dalam sebuah pertempuran besar di Kurukshetra oleh panah dahsyat yang dilepaskan oleh Srikandi dengan bantuan Arjuna. Dalam kitab Bhismaparwa dikisahkan bahwa ia tidak meninggal seketika. Ia sempat hidup selama beberapa hari dan menyaksikan kehancuran para Korawa. Bisma menghembuskan napas terakhirnya saat garis balik matahari berada di utara (Uttarayana).
5

Guru
Drona
Drona (Sanskerta: द्रोण, Droṇa) atau Dronacharya (Sanskerta: द्रोणाचार्य, Droṇāchārya) adalah guru para Korawa dan Pandawa. Ia merupakan ahli mengembangkan seni pertempuran, termasuk dewāstra. Arjuna adalah murid yang disukainya. Kasih sayang Drona terhadap Arjuna adalah yang kedua jika dibandingkan dengan rasa kasih sayang terhadap puteranya, Aswatama.
6

Kresna
Kresna (Dewanagari: कृष्ण;]) Merupakan awatara dari dewa Wisnu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, dalam Mahabharata adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling. Ia menjadi kusir arjuna pada saat perang Bratha Yudha, sekaligus menjadi pencerah Arjuna
7


Dewi
Kunti
Kunti (Dewanagari: कुंती;: Kuntī) adalah putri kandung Surasena, raja Wangsa Yadawa, dan diangkat sebagai putri oleh Kuntiboja Ia merupakan saudara Basudewa, ayah dari Baladewa, Kresna, dan Subadra. Ia juga merupakan ibu kandung Yudistira, Werkodara (Bima), dan Arjuna dan juga adalah istri pertama Pandu yang sah. Selain itu Kunti juga ibu kandung Karna. Sepeninggal Pandu, ia mengasuh Nakula dan Sadewa, anak Pandu dan Madri. Seusai Bharatayuddha (Perang besar keluarga Bharata), ia dan iparnya—Dretarastra, Gandari, dan Widura—pergi bertapa sampai akhir hayatnya.
8


Yudistira
Yudistira (Dewanagari: युधिष्ठिर; Yudhiṣṭhira) alias Dharmawangsa, adalah salah satu tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan seorang raja yang memerintah kerajaan Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia merupakan yang tertua di antara lima Pandawa, atau para putra Pandu. Dalam tradisi pewayangan, Yudistira diberi gelar prabu dan memiliki julukan Puntadewa, sedangkan kerajaannya disebut dengan nama Kerajaan Amarta.
9



Bhima
Bima (Dewanagari: भीम; Bhīma) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putra Kunti, dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat, bersifat selalu kasar dan menakutkan bagi musuh, walaupun sebenarnya berhati lembut. Di antara Pandawa, dia berada di urutan kedua dari lima bersaudara. Saudara seayahnya ialah Hanoman, wanara terkenal dalam epos Ramayana. Mahabharata menceritakan bahwa Bima gugur di pegunungan bersama keempat saudaranya setelah Bharatayuddha berakhir. Cerita tersebut dikisahkan dalam jilid ke-18 Mahabharata yang berjudul Mahaprasthanikaparwa. Bima setia pada satu sikap, yaitu tidak suka berbasa-basi, tak pernah bersikap mendua, serta tidak pernah menjilat ludahnya sendiri.
10


Arjuna
Arjuna (Dewanagari: अर्जुन; Arjuna) ia dikenal sebagai anggota Pandawa yang berparas menawan dan berhati lemah lembut. Dalam Mahabharata diriwayatkan bahwa ia merupakan putra Prabu Pandu, raja di Hastinapura dengan Kunti atau Perta, putri Prabu Surasena, raja Wangsa Yadawa di Mathura. Mahabharata mendeskripsikan Arjuna sebagai teman dekat Kresna, yang disebut dalam kitab Purana sebagai awatara (penjelmaan) Dewa Wisnu. Hubungan antara Arjuna dan Kresna sangat erat, sehingga Arjuna meminta kesediaannya sebagai penasihat sekaligus kusir kereta Arjuna saat perang antara Pandawa dan Korawa berkecamuk (Bharatayuddha). Dialog antara Kresna dan Arjuna sebelum perang Bharatayuddha berlangsung terangkum dalam suatu kitab tersendiri yang disebut Bhagawadgita, yang secara garis besar berisi wejangan suci yang disampaikan oleh Kresna karena Arjuna mengalami keragu-raguan untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang kesatria di medan perang
11

Nakula
Nakula (Dewanagari: नकुल; Nakula), adalah  merupakan putra Madri dan Pandu. Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap putra Dewa Aswin, dewa tabib kembar. Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan sangat elok parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab Mahaprasthanikaparwa. Selain tampan, Nakula juga memiliki kemampuan khusus dalam merawat kuda dan astrologi.
12


Sahadewa
Sadewa (Dewanagari: सहदेव;: Sahadéva) Pandawa yang paling muda, yang memiliki saudara kembar bernama Nakula. Meskipun kembar, Nakula dikisahkan memiliki wajah yang lebih tampan daripada Sadewa, sedangkan Sadewa lebih pandai daripada kembarannya. Dalam hal perbintangan atau astronomi, kepandaian Sadewa jauh di atas murid-murid Drona yang lain. Selain itu, ia juga pandai dalam hal beternak sapi. Maka ketika para Pandawa menjalani hukuman menyamar selama setahun di Kerajaan Matsya akibat kalah bermain dadu melawan Korawa, Sadewa pun memilih peran sebagai seorang gembala sapi bernama Tantripala.
13

Dewi
Drupadi
Draupadi (Sanskerta: द्रौपदी; Draupadī) adalah salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah puteri Prabu Drupada, raja di kerajaan Panchala. Pada kitab Mahabharata, Dropadi adalah istri para Pandawa lima semuanya. Tetapi dalam tradisi pewayangan Jawa, ia hanyalah permaisuri Prabu Yudistira saja. Ia bersumpah tidak akan mengikat rambutnya sebelum keramas dengan darah Dursasana karena telah menelanjanginya didepan umum saat pandawa kalah berjudi, dan drupadi menjadi taruhan.
14


Shakuni
Shakuni (Dewanagari: शकुनि; Śakuni) atau Saubala (patronim dari Subala) adalah seorang tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan paman para Korawa dari pihak ibu. Sangkuni terkenal sebagai tokoh licik yang selalu menghasut para Korawa agar memusuhi Pandawa. Ia berhasil merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui sebuah permainan dadu. Menurut Mahabharata, Sangkuni merupakan personifikasi dari Dwaparayuga, yaitu masa kekacauan di muka Bumi, pendahulu zaman kegelapan atau Kaliyuga
15


Duryodana
Duryodana (Sanskerta: दुर्योधन; Duryodhana) adalah tokoh antagonis yang utama dalam wiracarita Mahabharata, musuh utama para Pandawa. Duryodana merupakan inkarnasi dari Iblis Kali. Ia lahir dari pasangan Dretarastra dan Gandari. Duryodana merupakan saudara yang tertua di antara seratus Korawa. Ia menjabat sebagai raja di Kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahannya di Hastinapura.
Duryodana digambarkan sangat licik dan kejam, meski berwatak jujur, ia mudah terpengaruh hasutan karena tidak berpikir panjang dan terbiasa dimanja oleh kedua orangtuanya. Karena hasutan Sangkuni, Ia dikalahkan oleh Bima pada pertempuran di hari kedelapan belas karena pahanya dipukul kelemahannya dengan gada.
16


Dursasana
Duhsasana (Dewanagari: दुःशासन;: Duḥśāsana) adalah tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan adik Duryodana, pemimpin para Korawa, putra Raja Drestarasta dengan Dewi Gandari. Ia dikenal sebagai Korawa yang nomor dua di antara seratus Korawa.
Dursasana berusaha melucuti pakaian Dropadi secara paksa, namun tidak berhasil berkat pertolongan Kresna. Peristiwa itu memperkeruh permusuhannya dengan Bima. Pada akhirnya, ia dibunuh oleh Bima dalam perang di Kurukshetra pada hari ke-16.

 namun tujuannya sama yaitu mencapai Moksa atau bersatunya atman dengan Brahman. Moksa merupakan tujuan hidup spiritual bukanlah janji hampa melainkan suatu keyakinan yang berakhir dengan kemyataan. Kenyataan dalam dunia batin merupakan alam super transendental yang hanya dapat dibuktikan berdasarkan intuisi yang mendalam.
Ø  Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan tertinggi umat Hindu adalah Moksa. Moksa merupakan kebebasan, bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari kelahiran berulang-ulang dan bersatunya atman dengan paratman. Moksa berarti ketenangan dan kebahagiaan spiritual yang kekal abadi (suka tan pewali duka).

3.4    TANTANGAN DAN HAMBATAN MOKSA
             Setiap tujuan yang ingin dicapai sedikit tidaknya pasti menemui tantangan atau hambatan, demikian juga dalam mencapai moksa sungguh tidaklah mudah, banyak terdapat hambatan dan rintangan diantaranya :
   1.            Masih melekatnya karma wesana dalam jiwatman.
   2.            Karena terbelenggu oleh Awidya / kebodohan
   3.            Karena ikatan subha dan asubha karma
   4.            Karena guna, rajas dan tamas selalu lebih dominan
   5.            Citta, Budhi, Manah dan Ahamkara tidak seimbang
   6.            Belum dapat melaksanakan ajaran-ajaran Catur Asrama dengan baik dan benar.
            Selain itu menjalankan Spiritual dalam kehidupan sehari hari sering mengalami kendala, banyak pertanyaan yang timbul terutama generasi muda, apakah kita melakukan kegiatan spiritual harus mengurangi kegiatan untuk mencari harta yaitu bekerja (karma). Ada juga yang berpendapat bahwa melakukan kegiatan spiritual sebaiknya dilakukan setelah MPP (masa persiapan pensiun) disamping banyak waktu juga tanggung jawab atau kewajiban sudah berkurang. Pada saat bekerja aktif dimana ada suatu jabatan tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan spiritual karena disibukkan dengan pekerjaan yang kadang menyimpang dari Dharma akibat tugas yang membutuhkan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan atasan manajemen.

3.5    UPAYA-UPAYA MENCAPAI MOKSHA
            Ada banyak upaya-upaya yang dapat dilaksanakan untuk mencapai kebahagiaan abadi atau disebut moksa antara lain :
1)      Mendekatkan diri kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa
2)      Disiplin melaksanakan Meditasi
3)      Mendalami ilmu pengetahuan
4)      Selalu melaksakan Dharma
5)      Menumbuh kembangkan kesucian lahir bathin
6)      Memahami dan melaksanakan Catur Marga

3.6    CONTOH ORANG YANG DIPANDANG MAMPU MENCAPAI MOKSHA
Sraddhavan anasuyas Ca
Srnuyad api yo narah
So pi muktah shubhamlokan
Prapnuyat punya-karmanam
(Bhagavadgita XVIII.71)
Terjemahan:
Orang yang mempunyai keyakinan dan tidak mencela orang seperti itu walaupun sekedar hanya mendengar, ia juga terbebas,  mencapai dunia kebahagiaan manusia yang berbuat kebahagiaan.

            Adapun orang yang dipandang mampu mencapai Moksa dalam epos purana dan keyakinan umat Hindu antara lain :
·         Sri Rama yang dipandang sebagai orang yang bijaksana dan tidak lagi terikat dengan hal-hal duniawi, ketika rama dijemput adiknya dan hendak dijadikan seorang raja namun rama menolaknya.
·         Dang Hyang Nirarta atau sering disebut dengan Dang Hyang Dwi, beliau moksha dipura uluwatu, dengan karma dan kesaktian beliau meditasi dipura uluwatu, dan akhirnya beliau  moksa dipura tersebut dengan mengalai parama moksa yaitu moksa tanpa meninggalkan tubuh/mayat. Tubuh beliau sudah mengalami pralina atau kembali kealam.




hubungi saya via WA : 085237290333.


EmoticonEmoticon