Friday, August 23, 2019

KELAS X SEMESTER 1


KELAS X
 


 BAB 1

HAKIKAT YAJÑA DALAM RAMAYANA


Yajña-śṡṣṭaśinah santo mucyantesarva-kilbiṣaiḥ,
Bhuñjate te tv agham pāpā pacanty ātma-kāraņāt.
(Bhagavad  Gita III.13)
Terjemahan:
Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa,
Karena mereka makan makanan yang dipersembahkan
Terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang hanya
menyiapkan makanan untuk menikmati indriya-indriya
Pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja

1.1.      PENGERTIAN YAJÑA
Pengertian dan Hakekat Yadnya
v  Pada awalnya banyak orang mengartikan bahwa yadnya semata upacara ritual keagamaan. Pemahaman ini tentu tidak salah karena upacara ritual keagamaan adalah bagian dari yadnya. Pada dasarnya Yadnya bukanlah sekedar upacara keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas manusia dalam rangka sujud bhakti kepada hyang Widhi adalah Yadnya.
v  Yadnya berasal dari Bahasa Sansekerta dari akar kata “YAJ”
yang artinya memuja.
ð  Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci secara tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
ð  Pada dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta, karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya.

Pada masa srsti yaitu penciptaan alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna Brahma ( Tuhan dalam wujud tanpa sifat ) melakukan Tapa menjadikan diri beliau Saguna Brahma ( Tuhan dalam wujud sifat Purusha dan Pradhana ). Dari proses awal ini jelas bahwa awal penciptaan awal dilakukan Yadnya yaitu pengorbanan diri Hyang Widhi dari Nirguna Brahma menjadi Saguna Brahma .
Selanjutnya semua alam diciptakan secara evolusi melalui Yadnya.
Dalam Bhagawadgita Bab III, sloka 10 disebutkan :

saha-yajòàá prajàh såûþwà purowàca prajàpatih;
anena prasawiûyadham eûa wo ‘stw iûþa-kàma-dhuk
(Bhagawadgita III. 10)
artinya :
Dahulu kala Prajapati ( Hyang Widhi ) menciptakan manusia dengan yajnya
 dan bersabda; dengan ini engkau akan berkembang
dan akan menjadi kamadhuk keinginanmu.

Darikutipan sloka di atas jelas bahwa manusia saja diciptakan melalui yadnya maka untuk kepentingan hidup dan berkembang serta memenuhi segala keinginannya semestinya dengan yadnya. Manusia harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan. Contoh sederhana bila kita memiliki secarik kain dan berniat untuk menjadikannya sepotong baju, maka kain yang utuh tersebut harus direlakan untuk dipotong sesuai dengan pola yang selanjutnya potongan-potongan tersebut dijahit kembali sehingga berwujud baju. Sedangkan potongan yang tidak diperlukan tentu harus dibuang. Jika kita bersikukuh tidak rela kainnya dipotong dan dibuang sebagian maka sangat mustahil akan memperoleh sepotong baju.
Dari gambaran sederhana di atas dapat diambil kesimpulan bahwa demi mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup maka kita harus rela mengorbankan sebagian dari milik kita. Hyang Widhi akan merajut potongan-potongan pengorbanan kita dan menjadikannya sesuai dengan keinginan kita. Tentu saja pengorbanan ini harus dilandasi rasa cinta, tulus dan ikhlas. Tanpa dasar tersebut maka suatu pengorbanan bukanlah yadnya. Pengorbanan dalam hal ini bukan saja dalam bentuk materi. Segala aspek yang dimiliki manusia dapat dikorbankan sebagai yadnya, seperti; korban pikiran, pengetahuan, ucapan, tindakan , sifat, dan lain-lain termasuk nyawa sendiri dapat digunakan sebagai korban.

1.2.    PEMBAGIAN YAJÑA
Secara garis besar yadnya dapat kelompokkan sebagai berikut :
a. Dari segi waktu pelaksanaan Yadnya dapat dibedakan :
1.      Nitya Yadnya
ð  Yaitu yadnya yang dilakukan secara rutin setiap hari. Yadnya ini antara lain;
dalam bentuk persembahan yang berupa yadnya sesa, atau persembahyangan sehari-hari. Sedangkan bagi sulinggih melakukan Surya Sewana. Yadnya dalam bentuk yang lain dapat dilaksanakan melalui aktivitas sehari-hari. Bagi seorang siswa kewajiban sehari-hari adalah belajar , bila dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan yadnya. Bagi seorang petani, tukang, pegawai dan sebagainya yang melaksanakan tugas sehari-hari dengan konsentrasi persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga merupakan Nitya Yadnya.
1.      Naimitika Yadnya
ð  Yaitu Yadnya yang dilaksanakan secara berkala/ waktu-waktu tertentu. Khusus untuk yadnya ini terutama yadnya dalam bentuk persembahan /upakara yaitu Upacara Piodalan, Sembahyang Purnama dan Tilem, Hari Raya baik menurut wewaran maupun sasih.
Bagi bentuk yadnya yang lain tergantung kebiasaan pribadi perorangan/kelompok orang. Ada orang pada setiap hari raya tertentu melaksanakan tapa brata sebagai wujud yadnya pengendalian diri. Ada pula yang pada waktu tertentu setiap tahun atau setiap bulan melakukan dana punia baik dihaturkan kepada sulinggih, orang tidak mampu dan sebagainya.
Disamping itu ada juga bentuk yadnya yang dilaksanakan secara insidental sesuai kebutuhan dengan waktu yang tidak tetap/ tidak rutin. Contohnya upacara ngaben, nangluk merana, tirtayatra. Demikian juga bentuk yadnya yang lain adakalanya dilakukan tidak dengan jadwal waktu tertentu. Misalkan jika ada ujian sekolah ada siswa / mahasiswa yang puasa. Ada orang yang tanpa diduga memperoleh rejeki yang lebih , maka sebagian dipuniakan untuk pura atau untuk panti asuhan.

 b. Berdasarkan nilai materi (Kuantitas) / jenis bebantenan suatu yadnya digolongkan menjadi :
1). Nista, artinya yadnya tingkatan kecil yang dapat di bagi lagi menjadi :
1.    Nistaning nista, adalah terkecil dari yang kecil
2.    Madyaning nista, adalah tingkatan sedang dari yang kecil.
3.    Utamaning Nista, adalah tingkatan terbesar dari yang kecil
2). Madya, yaitu yandnya tingkatan sedang yang dapat dibagi lagi menjadi :
1.    Nistaning Madya, adalah tingkatan terkecil dari yang sedang.
2.    Madyaning madya, adalah tingkatan sedang dari yang sedang.
3.    Utamaning madya, adalah tingkatan terbesar dari yang sedang.
3). Utama, yaitu yadnya tingkatan besar yang dapat dibagi menjadi :
1.    Nistaning utama, adalah tingkatan terkecil dari yang besar
2.    Madyaning Utama, adalah tingkatan sedang dari yang besar.
3.    Utamaning Utama, adalah tingkatan terbesar dari yang besar.

c. Sedangkan apabila ditinjau dari tujuan pelaksanaan atau kepada siapa yadnya tersebut dilaksanakan, dapat digolongkan menjadi :
1). Dewa Yadnya
2). Rsi Yadnya
3). Pitra Yadnya
4). Manusa Yadnya
5). Bhuta Yadnya
Kelima jenis yadnya di atas dikenal dengan istilah Panca Yadnya. Uraian mengenai Panca Yadnya akan dibahas tersendiri setelah bagian ini.
d. Dari segi kualitas yadnya dapat dibedakan atas:
1). Satwika Yadnya
ð  yaitu yadnya yang dilaksanakan dasar utama sradha bakti, lascarya, dan semata melaksanakan sebagai kewajiban. Apapun bentuk yadnya yang dilakukan seperti; persembahan, pengendalian diri, punia, maupun jnana jika dilandasi bakti dan tanpa pamrih maka tergolong Satwika Yadnya. Yadnya dalam bentuk persembahan / upakara akan sangat mulia dan termasuk satwika jika sesuai dengan sastra agama, daksina, mantra, Annasewa, dan nasmita
 2). Rajasika Yadnya
ð  yaitu yadnya dilakukan dengan motif pamrih serta pamer kemewahan, pamer harga diri, bagi yang melakukan punia berharap agar dirinya dianggap dermawan. Seorang guru/pendarmawacana memberikan ceramah panjang lebar dan berapi-api dengan maksud agar dianggap pintar; semua bentuk yadnya dengan motif di atas tergolong rajasika yadnya. Seorang yang melakukan tapa, puasa tetapi dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan, kesaktian fisik, atau agar dianggap sebagai orang suci juga tergolong yadnya rajasik.


3). Tamasika Yadnya
ð  yaitu yadnya yang dilaksanakan tanpa sastra, tanpa punia, tanpa mantra dan tanpa keyakinan. Ini adalah kelompok orang yang beryadnya tanpa arah tujuan yang jelas,hanya ikut-ikutan. Contoh orang-orang yang tegolong melaksanakan tamasikan yadnya antara lain orang yang pergi sembahyang ke pura hanya ikut-ikutan, malu tidak ke pura karena semua tetangga pergi ke pura, orang gotong royong di pura atau di tempat umum juga hanya ikut-ikutan tanpa menyadari manfaatnya. Termasuk dalam katagori ini adalah orang yang beryadnya karena terpaksa. Terpaksa maturan karena semua orang maturan. Terpaksa memberikan punia karena semua orang melakukan punia. Terpaksa puasa karena orang-orang berpuasa. Jadi apapun yang dilaksanakannya adalah sia-sia, tiada manfaat bagi peningkatan karmanya.
Jenis-jenis yadnya di atas diuraikan dalam Kitab Bhagawad Gita dalam beberapa sloka. Untuk Yadnya yang berbentuk persembahan/upakara akan tergolong kualitas Satwika bila yadnya dilaksanakan berdasarkan :
1.      Sradha, artinya yadnya dilaksanakan dengan penuh keyakinan
2.      Lascarya, yaitu yadnya dilaksanakan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih sedikitpun.
3.      Sastra, bahwa pelaksanaan yadnya sesuai dengan sumber-sumber sastra yang benar.
4.      Daksina, yaitu yadnya dilaksanakan dengan sarana upacara serta punia kepada pemuput yadnya/manggala yadnya.
5.      Mantra dan gita, yaitu dengan melantunkan doa-doa serta kidung suci sebagai pemujaan.
6.      Annasewa, artinya memberikan jamuan kepada tamu yang menghadiri upacara. Jamuan ini penting karena setiap tamu yang datang ikut berdoa agar pelaksanaan yadnya berhasil. Dengan jamuan maka karma dari doa para tamu undangan menjadi milik sang yajamana.
7.      Nasmita, bahwa yadnya yang dilaksanakan bukan untuk memamerkan kekayaan dan kemewahan.

v  Apapun jenis yadnya yang kita lakukan seharusnya yang menjadi tolok ukur adalah kualitas yadnya. Sedangkan kualitas yadnya yang harus dicapai setiap pelaksanaan yadnya adalah Satwika Yadnya. Tidak ada gunanya yadnya yang besar tetapi bersifat rajas atau tamas.
 Selanjutnya di dalam kitab Sarasamscaya dijelaskan tentang pelaksanaan punia atau persembahan yang berkualitas adalah sebagai berikut :
Sarwaswaswamapi yo dadyat kalusenantaratmana,
na tena swargamapnoti cittahmawarta karanam
Ndatan pramana kwehnya yadyapin sakwehaning drbyanikang wwang,
 punyakenanya, ndan yana angelah buddinya,
 kapalangalang tan tulus tyaga, tan paphala ika, sang ksepanya,
 sraddhaning manah prasiddha karananing phala
(Sarasmuscaya 207)
Terjemahan :
“bukan besar jumlahnya,
walaupun semua miliknya seseorang yang ada dipuniakan,
 namun jika tidak sesuai dengan buddinya,
bimbang dan tidak tulus iklas (melepaskannya, itu tidak berpahala,
singkatnya keyakinan pikiran yang menyebabkan berhasilnya pahala itu 
        Dari unsur sarana atau benda upacara juga telah dijelaskan dalam kitab Bhagwadgita, IX. 26, sebagai berikut:
Pattram pusapam phalam toyam,
yo me bhaktya prayacchati,
tad aham bhaktyupahrtam
asnami prayatatmanah
(Bhagwadgita, IX. 26)
Terjemahan
“siapa yang sujud kepada-Ku dengan persembahan setangkai daum,
sekuntum bunga, sebiji buah buahan atau seteguk air,
Aku terima sebagai bhakti persembahan dari
orang yang berhati suci.”
Dari sloka diatas diuraikan bahwa persembahan sekecil apapun akan diterima oleh Tuhan asalkan persembahan itu didasari dengan hati yang tulus ikhlas. Walaupun seandainya tidak ada upakara yang besar seperti banten, pejati bahkan canang sari, daun atau bunga pun kita bisa persembahkan dengan hati yang suci. Yang terpenting bukan besar atau kecilnya persembahan itu tetapi kualitas tulus atau tidaknya suatu persembahan yang dilakukan.
1.3.    BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN YAJÑA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
            Selanjutnya dijelaskan tentang bentuk pelaksanaan Yajna dalam kitab Bhagavadgita IV.II yang isinya adalah sebagai berikut:
“Ye yatha mam prapadyante tams tathaiva bhajamy aham,
Mama vartmanuvartante manusyah partha sarvasah”
(Bhagavadgita IV.II)
Terjemahannya:
“Sejauh mana orang menyerahkan diri kepada-Ku,
 aku menganugrahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu,
semua orang menempuh jalan-Ku,
dalam segala hal, Wahai putra Partha”

Sangat jelas dari kedua sloka tersebut telah dinyatakan bahwa Tuhan akan menerima umatnya melalui Yadnya yang dilakukan yang pelaksanaannya dapat dipilih oleh umat. Seperti dengan melakukan penyerahan diri pada Tuhan, Tapa dan persembahan yang tulus dan ikhlas.
1.4. RINGKASAN CERITA RĀMĀYANA



Prabu Dasarata dari Ayodhya
Wiracarita Ramayana menceritakan kisah Sang Rama yang memerintah di Kerajaan Kosala, di sebelah utara Sungai Gangga, ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.
Pada suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Rsi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lakshmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari Rsi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang mengganggu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sita, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.
Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lakshmana. Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.
Rama hidup di hutan
Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu dengan berbagai rakshasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan Lakshmana, hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka mengadu kepada Rawana bahwa ia dianiyaya. Rawana menjadi marah dan berniat membalas dendam. Ia menuju ke tempat Rama dan Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia menculik Sita, istri Sang Rama. Dalam usaha penculikannya, Jatayu berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia gugur.
Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rawana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskindha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.
Rama menggempur Rawana
Rawana yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para sekutunya termasuk puteranya – Indrajit – untuk menggempur Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia malah diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas senjata nagapasa dan memperoleh kemenangan, namun tidak lama. Ia gugur di tangan Lakshmana. Setelah sekutu dan para patihnya gugur satu persatu, Rawana tampil ke muka dan pertarungan berlangsung sengit. Dengan senjata panah Brahmāstra yang sakti, Rawana gugur sebagai ksatria.
Setelah Rawana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Sita kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji. Rama, Sita, dan Lakshmana pulang ke Ayodhya dengan selamat. Hanuman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim dan menyerahkan tahta kepada Rama.




EPOS KANDA
RINGKASAN CERITA
1.       Bala Kanda
Kitab Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda menceritakan PrabuDasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra empat orang, yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana dan Satrughna. Kitab Balakanda juga menceritakan kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan sayembara dan memperistri Sita, puteri Prabu Janaka.
2.       Ayodhya kanda
Kitab Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama Dewi Sita dan Lakshmanakarena permohonan Dewi Kekayi. Setelah itu, Prabu Dasarata yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin dinobatkan menjadi Raja, kemudian ia menyusul Rama. Rama menolak untuk kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata memerintah kerajaan atas nama Sang Rama.
3.       Aranyaka Kanda
Kitab Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita, dan Lakshmana di tengah hutan selama masa pengasingan. Di tengah hutan, Rama sering membantu para pertapa yang diganggu oleh para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan pertarungan antara Jatayudengan Rawana.
4.       Kiskinda Kanda
Kitab Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya dari Subali, kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa menjadi Raja di Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu untuk menggempur Kerajaan Alengka.
5.       Sundara Kanda
Kitab Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun jembatan Situbandayang menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman yang menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap Dewi Sita. Di sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar ibukota Alengka.
6.       Yudha Kanda
Kitab Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera Sang Rama dengan pasukanrakshasa Sang Rawana. Cerita diawali dengan usaha pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan mencapai Alengka. Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena terlalu banyak memberi nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan Rama oleh senjata panah sakti. Sang Rama pulang dengan selamat ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
7.       Uttara Kanda
Kitab Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan RsiWalmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.







TOKOH-TOKOH DALAM RAMAYANA
NO
TOKOH PEWAYANGAN
KETERANGAN
1
Rama
Kata Rama berasal dari bahasa Sanskeṛta yaitu dari kata Rāma dan Ayaṇa yang berarti “Perjalanan Rāmā”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Valmiki keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga
2
Sita
Sita (Sanskerta: सीता; Sītā, juga dieja Shinta) adalah tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan istri dari Sri Rama, tokoh utama kisah tersebut. Menurut pandangan Hindu, Sita merupakan inkarnasi dariLaksmi, dewi keberuntungan, istri Dewa Wisnu. Inti dari kisah Ramayana adalah penculikan Sita oleh Rahwana rajaKerajaan Alengka yang ingin mengawininya. Penculikan ini berakibat dengan hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan Rama yang dibantu bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda.
3
Dasarata
Dasarata (Sanskerta: दशरथ: Daśaratha) adalah tokoh dari wiracarita Ramayana, seorang raja puteraAja, keturunan Ikswaku dan berada dalam golongan Raghuwangsa atau Dinasti Surya. Ia adalah ayah Sri Rama dan memerintah di Kerajaan Kosala dengan pusat pemerintahannya di Ayodhya. Ramayana mendeskripsikannya sebagai seorang raja besar lagi pemurah. Angkatan perangnya ditakuti berbagai negara dan tak pernah kalah dalam pertempuran
4
Kaikeyi
Kaikeyi (Sanskerta: कैकेयी; Kaikeyī) adalah permaisuri Raja Dasarata dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan wanita kedua yang dinikahi Dasarata setelah permaisurinya yang pertama tidak mampu memiliki putera. Pada saat Dasarata meminang dirinya, ayah Kekayi membuat perjanjian dengan Dasarata bahwa putera yang dilahirkan oleh Kekayi harus menjadi raja. Setelah Dasarata melakukan upacara besar, akhirnya Kekayi dan premaisurinya yang lain mendapatkan keturunan. Kekayi melahirkan seorang putera bernama Bharata.
5
Sumitra
Sumitra (bahasa Sanskerta: सुमित्रा, Sumitrā) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah salah seorang istri prabu Dasarata dan merupakan ibu dari Laksamana dan Satrugna. Didalam cerita ini sumitra tidak terlalu berperan sangat penting. Jadi tidak banyak yang bias kami ceritakan.
6
Bharata
Bharata (Sanskerta: भरट; Bharaṭa) adalah tokoh protagonis dari wiracarita Ramayana. Ia adalah putera prabuDasarata dengan permaisuri Kekayi, dan merupakan adik Rama. Konon Bharata adalah raja dari golonganSuryawangsa yang sangat baik dan bijaksana setelah Rama. Menurut pandangan Hindu, Bharata lahir dari aspekSudarshana Chakra yang terletak di tangan kanan Dewa Wisnu.
7
Hanoman
Hanoman (Sanskerta: हनुमान्; Hanumān), adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama Hindu, sekaligus tokoh protagonis. Ia adalah seekor kera putih dan merupakan putera Batara Bayu dan Anjani, saudara dari Subali dan Sugriwa. Di India, hanoman dipuja sebagai dewa pelindung dan beberapa kuil didedikasikan untuk memuja dirinya.
8
Rahwana
Rahwana (Devanagari: रावण,  Rāvaṇa; Dalam kisah, ia merupakan Raja Alengka, sekaligus Rakshasa atau iblis, ribuan tahun yang lalu. Rawana dilukiskan dalam kesenian dengan sepuluh kepala, menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan dalam Weda dan sastra. Karena punya sepuluh kepala ia diberi nama "Dasamukha Ia juga memiliki dua puluh tangan, menunjukkan kesombongan dan kemauan yang tak terbatas. Ia juga dikatakan sebagai ksatria besar.
9
Laksmana
Laksmana (Dewanagari: लक्ष्मण;  Lakṣmaṇa) adalah tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana, putera Raja Dasarata dan merupakan adik tiri dari Rama, pangeran kerajaan Kosala. Namanya kadangkala dieja 'Laksmana', 'Lakshman', atau 'Laxman'.
Menurut kitab Purana, Laksmana merupakan penitisan Sesa. Shesha adalah ular yang mengabdi kepada Dewa Wisnu dan menjadi ranjang ketika Wisnu beristirahat di lautan susu. Shesha menitis pada setiap awatara Wisnu dan menjadi pendamping setianya. Dalam Ramayana, ia menitis kepada Laksmana sedangkan dalam Mahabharata, ia menitis kepada Baladewa.
10
Satrugna
Satrugna (Dewanagari: शत्रुघ्न; ṣatrughna) adalah seorang tokoh daripada wiracarita Ramayana. Ia merupakan putera Raja Dasarata dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Ia memiliki saudara kembar bernama Laksmana dan ia adalah yang paling bungsu di antara para putera Dasarata
11
Wibisana
Wibisana (bahasa Sanskerta: विभीषण, Vibhīshaṇa) adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana yang menyeberang ke pihak Sri Rama. Dalam perang besar antara bangsa Rakshasa melawan Wanara, Wibisana banyak berjasa membocorkan kelemahan kaumnya, sehingga pihak Wanara yang dipimpin Rama memperoleh kemenangan. Sepeninggal Rahwana, Wibisana menjadi raja Alengka. Ia dianggap sebagai salah satu Chiranjiwin, yaitu makhluk abadi selamanya.

1.5. Nilai-nilai Yajña dalam Cerita Rāmāyana
v  Nilai-nilai Yajna yang terdapat dalam cerita Ramayana adalah sebagai berikut:
·             Dewa Yadnya, digambarkan ketika Sita melakukan pemujaan pada Dewa Agni, dan Homa yang dilakukan oleh para pertapa.
·             Manusa Yadnya, digambarkan ketika Bharata melaksanakan upacara penobatan sebagai Raja,
- Manusa Yadnya/Nara Yajña itu adalah memberi makan pada masyarakat (maweh apangan ring Kraman) dan melayani tamu dalam upacara (athiti puja).
-Manusa Yadnya, tergambar dalam bentuk persahabatan antara Rama dengan Sugriwa untuk saling tolong menolong.
·             Ṛsī Yadnya dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Ṛsī sebagai pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan, dan guru kerohanian.
·              Pitra Yadnya, digambarkan ketika Dasarata dikremasi. Pitra Yajna, digambarkan melalui sikap Rama yang berbhakti kepada Ayahnya dengan mentaati sumpah ayahnya.
·             Bhuta yadnya pada upacara Homa Yajña sebagai Yajña yang utama juga diiringi dengan ritual Bhuta Yajña untuk menetralisir kekuatan negatif sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.

Contoh Kekawin Ramayana:
Hana sira Ratu dibya rēngőn,
praçāsta ring rāt,
musuhnira praṇata,
jaya paṇdhita, ringaji kabèh,
Sang Daçaratha, nāma tā moli
Artinya:
Ada seorang Raja besar, dengarkanlah. Terkenal di dunia, musuh baginda semua tunduk. Cukup mahir akan segala filsafat agama, Prabhu Dasarata gelar Sri Baginda, tiada bandingannya.


 


 BAB II


UPAVEDA
(AJARAN UPAVEDA SEBAGAI TUNTUNAN HIDUP)




2.1. PENGERTIAN WEDA
Ø  Weda berasal dari kata “Vid” artinya pengetahuan, jadi Weda berarti pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi mengenai Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan perintah-perintahnya. Bahasa yang di gunakan adalah bahasa sansekerta dengan menggunakan huruf Daiwiwa (bahasa Dewa atau Sabda Dewa).
Ø  umat Hindu percaya bahwa isi Weda merupakan kumpulan wahyu dari Brahman (Tuhan). Weda diyakini sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang masih ada hingga saat ini. Pada masa awal turunnya wahyu, Weda diturunkan/diajarkan dengan sistem lisan — pengajaran dari mulut ke mulut, yang mana pada masa itu tulisan belum ditemukan — dari guru ke siswa. Setelah tulisan ditemukan, para Resi menuangkan ajaran-ajaran Weda ke dalam bentuk tulisan.Weda bersifat apaurusheya, karena berasal dari wahyu, tidak dikarang oleh manusia, dan abadi.
v  Weda sebagai Sabda Suci atau Pawisik Hyang Widhi yang di terima oleh Para Maha Rsi yang di sebut “Sapta Rsi” antara lain:
1.  Maha Rsi Wasistha
2.  Maha Rsi Wiswamitra
3.  Maha Rsi Wamadewa
4.  Maha Rsi Kanwa
5.  Maha Rsi Atri
6.  Maha Rsi Bharadwaja
7.  Maha Rsi Grtsamada

B. Menjelaskan Sifat-sifat Weda
Sifat Weda adalah Anadi Ananta artinya bersifat abadi, sebagai berikut:
Ø  Weda itu tidak berawal.
Ø  Weda tidak berakhir.
Ø   Weda berlaku sepanjang zaman.
Ø  Weda di sebut Apauruscyam artinya weda itu tidak di susun oleh manusia melainkan di terima oleh orang-orang suci atau maha rsi.
Ø   Weda mempunyai keluwesan, tidak kaku namun tidak berubah inti dan hakikatnya.

C. Menguraikan Kondifikasi Weda
v  Weda secara garis besar di bagi menjadi dua kelompok yaitu:Bahwa Veda itu kitab suci Agama Hindu yg digolongkan atas :
SRUTI & SMRTI
v  Bagaimana hubungan keduanya? Smrti selalu merupakan bayangan dari Sruti, Smrti merupakan bentuk ulang dari Sruti, Smrti tidak boleh bertentangan dengan Sruti, bila terjadi demikian maka otoritas kebenaran kembali pada Sruti.
v  Sruti : merupakan Wahyu dari Tuhan sumber Hukum tertinggi Hindu dan otoritas kebenaran, yang terdiri atas :

    1. Weda Sruti
Kelompok Weda Sruti menurut sifatnya dibedakan menjadi empat bagian yaitu:
 I.   Bagian Mantra
Yaitu berupa mantra-mantra, kitab ini di tulis dalam bentuk syair. Syair-syair tersebut terkumpul dalam “Catur Weda Samhita”,yaitu:
1        Regweda
Ø  di karang oleh Rsi Wyasa dan Pulaha. Merupakan Weda tertua yang berisi syair-syair pujaan menunjukkan kebenaran yang mutlak. Pendeta penyajinya di sebut Hort (Hotri)
2        Samaweda
Ø  dikarang oleh Rsi Wyasa dan Jainini. Isinya merupakan pujaan yang di nyanyikan waktu upacara. Sama berarti “irama atau melodi”. Pendeta penyajinya di sebut Udgart (Udgarti).
3        Yajurweda
Ø  di karang oleh Rsi Waisampayana. Merupakan mantra-mantra yang memubuat doa pujaan. Pendeta penyajinya disebut Adwaryu. Yayurweda di bagi menjadi duan jenis yaitu:
a). Yayur Weda Hitam (Kresna Yajur Weda)
b). Yayur Weda putih ( Sukla Yajur Weda juga di sebut Wijaseneyi Samhita)
4)   Atarwaweda
Ø  di karang oleh Rsi Wyasa dan Samanthu. Merupakan mantra-mantra yang berisi tuntunan kehidupan sehari-hari atau mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis.
Ø  Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga banyak berasal dari Rg. Weda.
                           
B). Weda Smerti
Adalah kitab yang di tulis berdasarkan ingatan yang bersumber kepada Weda Sruti. Kitab ini juga di sebut kitab Dharmasastra, terdiri dari kata “dharma” artinya hokum dan“sastra” artinya ilmu.
Smerti dapat di bedakan menjadi dua kelompok yaitu:
a)      Kelompok Wedangga
Wedangga terdiri dari kata “weda” artinya suci dan “angga” artinya badan (batang tubuh). Jadi Wedangga adalah batang tubuh Weda. Wedangga di kelompokkan menjadi enam bagian yang di sebut Sad Wedangga, yaitu:
Ø  Siksa adalah petunjuk arah menggunakan mantra.
Ø  Wiyakarana adalah tata bahasa dalam Weda
Ø  Canda adalah Lagu
Ø  Nirukta adalah penafsiran otentik (kata dalam weda)
Ø  Jyosita adalah astronomi (penentuan hari baik atau ilmu perbintangan
Ø  Kalpa adalah aturan-aturan upacara yadnya, bagian-bagiannya yaitu:
Ø  Sautasutra yaitu tata cara upacara beryadnya
Ø  Dharmasutra atau Dharmasastra yaitu petunjuk dalam melaksanakan agama
Ø  Grehyasustra yaitu tata cara beryadnya
Ø  Sulwasutra yaitu aturan dalam membuat bangunan suci (arsitektur Bali)

b)      Kelompok Upaveda
v  Berasal dari kata “upa” artinya dekat atau sekitar dan “weda” artinya kitab suci atau pengetahuan. Jadi, Upaweda berarti kitab weda yang menguraikan hal-hal yang ada di sekitar weda.
v  Upaveda adalah kitab-kitab yang menunjang pemahaman Veda, disebut juga sebagai Veda tambahan sebagai bagian yang menjelaskan weda dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti.
v   Kelompok Upaweda terdiri dari:
Ø  Itihasa  è cerita kepahlawanan, (Ramayana dan Mahabharata)
Ø  Purana è cerita-cerita masa lampu tentang silsilah raja-raja, penciptaan dunia.
Ø  Arthasastra è ilmu pemerintahan dan ilmu politik (ilmu tata negara)
Ø  Ayurweda è ilmu tentang obat-obatan dan kesehatan
Ø  Gandarwaweda è membahas cabang ilmu tentang seni.

2.2. Kedudukan Upaveda dalam Veda
ð  Upaveda diartikan sebagai Veda yang lebih kecil. merupakan kelompok kedua setelah Vedāngga. Upa berarti dekat atau sekitar. Veda berarti pengetahuan. Dengan demikiam Upaveda diartikan sekitar hal-hal yang bersumber dari Veda. Dilihat dari isinya yang dibahas dalam beberapa kitab Upaveda, tampak kepada kita bahwa tujuan penulisan Upaveda sama seperti Vedāngga. Hanya, dalam mengkhususkan bidang tertentu. Pengkhususan yang dibahas adalah aspek pengetahuan yang terdapat di dalam Veda dan kemudian difokuskan pada bidang itu saja sehingga dengan demikian kita memiliki pengetahuan dan pengarahan mengenai pengetahuan dan ilmu pengetahuan yang dimaksud.
ð  Mengenai kedudukan Upaveda dalam Veda, dilihat dari materi isinya sudahlah jelas sesuai arti dan tujuannya serta apa yang menjadi bahan kajian dalam kitab Upaveda itu, maka Upaveda pada dasarnya dinyatakan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Veda. Tiap buku merupakan pengkhususan dalam memberi keterangan yang sangat diperlukan untuk diketahui dalam Veda itu. Jadi kedudukannya sama dengan apa yang kita lihat dengan Vedāngga. Kalau kita pelajari secara mendalam, maka beberapa materi kejadian yang dibahas di dalam Purāna dan Vedāngga maupun apa yang terdapat dalam Itihāsa, banyak dibahas ulang di dalam kitab Upaveda dengan penajamam-penajaman untuk bidang-bidang tertentu

2.2.1         ITIHASA
Itihāsa adalah suatu bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah-kisah epik/kepahlawanan para Raja dan ksatria Hindu pada masa lampau dan
-           dibumbui oleh filsafat agama, mitologi, dan makhluk supernatural.
-           Itihāsa berarti “kejadian yang nyata”.
-           Itihāsa yang terkenal ada dua, yaitu Ramayana dan Mahābhārata.
Ø  Ramayana
ð  Kitab Ramayana merupakan salah satu Itihāsa yang terkenal. Kitab Ramayana terdiri dari 24.000 Kitab Ramayana disusun oleh Rsi Walmiki.
Daftar kitab:
1.         Balakanda
2.         Ayodhyakanda
3.         Aranyakanda
4.         Kiskindhakanda
5.         Sundarakanda
6.         Yuddhakanda
7.         Uttarakanda


Ø  Mahābhārata
ð  Kitab Mahābhārata merupakan salah satu Itihāsa yang terkenal. Kitab Mahābhārata berisi lebih dari 100.000 sloka. Mahābhārata berarti cerita keluarga besar Bharata. disusun oleh Rsi Vyāsa.
Daftar kitab: 
1.         Adiparwa
2.         Sabhaparwa
3.         Wanaparwa
4.         Wirataparwa
5.         Udyogaparwa
6.         Bhismaparwa
7.         Dronaparwa
8.         Karnaparwa
9.         Salyaparwa
10.       Sauptikaparwa
11.       Striparwa
12.       Santiparwa
13.       Anusasanaparwa
14.       Aswamedikaparwa
15.       Asramawasikaparwa
16.       Mosalaparwa
17.       Prasthanikaparwa
18.       Swargarohanaparwa
  
2.2.2         PURANA
ð  berarti "cerita zaman dulu") adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman dulu. Kata Purana berarti sejarah kuno atau cerita kuno
  • Isi-isi pokok purana:
1.         Kosmologi penciptaan alam semesta
2.         Pralaya
3.         Silsilah raja-raja Hindu
4.         Manu-manwantara
5.         Sejarah perkembangan dinasti surya

2.2.3         ARTHASASTRA
ð  Jenis Ilmu Pemerintahan Negara.
ð  Isinya merupakan pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang dikodifikasikan ke dalam jenis ini yaitu :
•Kitab Usana,
•Nitisara, dipergunakan oleh pemimpin suatu Negara, oleh pemerintah atau pengambil kebijakan dalam kelembagaan umat Hindu
•Ada beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati, Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.

2.2.4         AYURWEDA
ð  adalah sebuah pengetahuan pengobatan yang bersumber dari kitab Upaweda Smerti.
  • Kitab Ayurweda berbeda dengan kitab Yajur Weda. Sering sekali kedua kitab ini dianggap sama.
•Ayurweda berisikan tata caranya agar tetap sehat dan berumur panjang. Kitab ini berada di dalam sub kelompok Weda Smerti Upaweda.
•Yajur Weda  membahas tentang yadnya merupakan bagian dari kelompok Mantra Weda Sruti.
•Isi kitab Ayurweda lebih banyak mengacu atau merujuk pada kitab Mantra Atharwa Weda, bukan kepada kitab Mantra Yajur Weda.

  • Kitab Ayurweda isinya Ulasannya jauh lebih luas dari itu. Isinya menyangkut berbagai pengetahuan tentang kehidupan manusia (bhuana alit) yang hidup di dunia ini (bhuana Agung), terutama yang berkaitan dengan berbagai upaya agar manusia dapat hidup sehat dan berumur panjang.
  • Menurut isi kajian yang dibahas di dalam berbagai macam jenis Āyurveda, keseluruhannya dapat dibagi atas delapan bidang, yaitu :
a. Śalya, yaitu ilmu tentang bedah dan cara-cara penyembuhannya
b. Salakya, yaitu ilmu tentang berbagai macam penyakit pada waktu itu
c. Kāyacikitsa, yaitu ilmu tentang jenis dan macam obat-obatan
d. Bhūtawidya, yaitu ilmu pengetahuan psikoterapi
e. Kaumārabhṛtya, yaitu ilmu tentang pemeliharaan dan pengobatan penyakit anakanak termasuk pula cara perawatannya.
f. Agadatantra, yaitu ilmu tentang pengobatan atau toxikologi
g. Rasāyamatantra, yaitu tentang pengatahuan kemujijatan dan cara-cara pengobatan non medis.
h. Wajikaranatantra, yaitu ilmu tentang pengetahuan jiwa remaja dan permasalahannya
2.2.5         GANDHARWAWEDA
·         merupakan kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.


 


 BAB III


WARIGA

(HAKIKAT WARIGA DALAM KEHIDUPAN)
Ayanūu ca yaddattaý, adacìtimukheūu ca,
candrasūryoparàge ca, viūuve ca tadakūawam”
(Sarasamuscaya 183).
Terjemahan:
Inilah perincian waktu yang baik, ada yang
disebut daksinayana, waktu matahari bergerak ke
arah selatan, ada yang disebut uttarayana, waktu
matahari bergerak ke arah utara (dari khatulistiwa).
Ada yang dinamakan sadacitimukha yaitu pada
saat terjadinya gerhana bulan atau matahari,
wisuwakala yaitu matahari tepat di khatulistiwa,
adapun pemberian dana berupa benda pada waktu
yang demikian itu sangat besar sekali pahalanya.

3.1. PENGERTIAN PADEWASAN
Kata “DEWASA” terdiri dari kata;
 de” yang berarti dewa guru,
 wa” yang berarti apadang/lapang dan
sa” yang berarti ayu/baik.

Dewasa è satu pegangan yang berhubungan dengan pemilihan hari yang tepat agar semua jalan atau perbuatan itu lapang jalannya, baik akibatnya dan tiada aral rintangan.

Ø  Wariga dan Dewasa, merupakan Ilmu astronomi ala Bali
  • Masalah wariga dan dewasa mencakup pengertian pemilihan hari dan saat yang baik, ada perlu diperhatikan beberapa ketentuan yang menyangkut masalah “wewaran, wuku, tanggal, sasih dan dauh” dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara relative mempunyai pengaruh .
  • Yang dimaksud dengan kalimat “alah dening” adalah “kalah dengan” atau ditafsirkan lebih lengkap sebagai “pertimbangkan juga…” didalilkan sebagai berikut:
-Wewaran alah dening wuku
-Wuku alah dening tanggal panglong
-Tanggal panglong alah dening sasih
-Sasih alah dening dauh
-Dauh alah dening Ning WETUniya (Sanghyang Triodasa Sakti).

  • Menururt (I Ketut Bangbang Gde Rawi)
 Wariga adalah asal kata dari wara dan ika.
-          Wara         =  hari
-          Ika             =  itu (ika = iga)
 Jadi WARIGA adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang persoalan hari-hari baik dan hari-hari yang buruk bagi suatu pekerjaan yang akan dimulai yang disebut juga perhitungan hala hayuning dewasa”.
(I Ketut Guweng)
Wariga bersala dari kata :
-          Wara          = Mulia/sempurna
-          I                 = menuju/ mengarah
-          Ga              = Jalan / pergi

Jadi WARIGA adalah Jalan untuk menuju yang sempurna. (perhitungan hari sebagai petunjuk untuk menuju arah yang lebih baik).

Untuk dapat memahami hubungan kesemuanya itu perlu mempelajari arti wewaran dan hubungannya dengan alam ghaib.

3.1.1 WEWARAN

Yang dimaksud dengan WEWARAN, Wewaran berasal dari kata “wara” yang dapat diartikan sebagai hari, seperti hari senin, selasa dll. Masa perputaran satu siklus tidak sama cara menghimpunnya.  Semua unsur itu menetapkan sifat-sifat padewasaan (baik-buruknya dewasa). Siklus ini dikenal misalnya dalam sistim kalender hindu dengan istilah bilangan, sebagai berikut;

1.       EKA WARA
ð  luang (tunggal)
2.       DWI WARA
ð  menga (terbuka), pepet (tertutup).
3.       TRI WARA
ð  pasah(memisahkan), beteng(mempertemukan), kajeng(kekuatan).
4.       CATUR WARA
ð   sri (makmur), laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
5.       PANCA WARA
ð  umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage (pemelihara), kliwon (pelebur).
6.       SAD WARA
ð  tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron (gemuk), was (kuat), maulu (membiak).
7.       SAPTA WARA
ð   redite (minggu), soma (senin), Anggara (selasa), budha (rabu), wrhaspati (kamis), sukra (jumat), saniscara (sabtu).
8.       ASTA WARA
ð   sri (makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra (pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara).
9.       SANGA WARA
ð   dangu (antara terang dan gelap), jangur (antara jadi dan batal), gigis (sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan (batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi).
10.    DASA WARA
ð   pandita (bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri (kewanitaan), manuh (taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa (keras)

Disamping pembagian siklus yang merupakan pembagian masa dengan nama-namanya, lebih jauh tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang dipergunakan untuk menentuk ukuran baik buruknya suatu hari. Nilai itu disebut “urip” atau neptu yang bersifat tetap. Karena itu nilainya harus dihafalkan.



3.1.2 WUKU

Wuku jumlahnya 30, satu wuku memiliki umur tujuh hari, dimulai hari minggu (raditya/redite). setiap wuku mempunyai urip/ neptu, tempat dan dewa yang dominan, juga ke semuanya unsur itu menetapkan sifat-sifat padewasaan.
-       1 tahun kalender pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210 hari.
Adapun nama-nama wukunya sebagai berikut;
Sita, landep, ukir, kilantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean, julungwangi, sungsang, dunggulan, kuningan, langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut, merakih, tambir, medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu, wayang, klawu, dukut dan watugunung.
  • Selain dewasa yang ditentukan berdasarkan wuku untuk melakukan suatu kegiatan atau upacara agama tertentu, ada beberapa hari suci yang didasarkan atas perhitungan wuku, yang dirayakan oleh umat Hindu dengan melaksanakan upacara agama.

 Adapun hari suci umat Hindu yang berdasarkan perhitungan wuku seperti , Budha Kliwon, Tumpek, Buda Cemeng, Anggara Kasih. Cara menentukan perhitungan hari suci berdasarkan wuku ini dapat dilakukan dengan menggunakan tangan kiri seperti gambar berikut.

Keterangan :
Ø  Perhitungan wuku dimulai dari wuku Sinta pada angka 1 (ibu jari), dan wuku yang lainnya dihitung berturut-turut ke angka 2, 3, 4, 5, kembali ke angka 1 dan seterusnya searah jarum jam.

·         Hari suci yang yang jatuh pada hitungan :
    1. Ibu jari (1) Buddha Kliwon,
    2. Telunjuk (2) hari suci Tumpek,
    3. Jari tengah (3) Buddha Wage/Cemeng,
    4. Jari manis (4) Anggara Kasih, Kelingking
    5.  (5) kosong/pengembang.


·         Secara terperinci hari suci berdasarkan Pawukun sebagai berikut :

NO
WUKU
HARI RAYA
1
Sinta

· Redite Pahing Sinta disebut dengan Banyu Pinaruh, memohon anugerah kehadapan Devi Sarasvati, berupa air suci pengetahuan.
· Soma Pon Sinta disebut Soma Ribék, pemujaan dan persembahan ditujuakan ke hadapan Dewi Sri (Sang Hyang Sriamérta) manifestasi Tuhan sebagai Deva Kesuburan atau Deva Kemakmuran.
·  Anggara Wage, Sinta disebut Sabuh Mas, pemujaan ditujukan ke hadapan Dewa Mahadewa
·  Buddha Kliwon Sinta disebut hari suci Pagérwési, merupakan hari merupakan payoyang Sang Hyang Úiwa sebagai Sang Hyang Pramesti Guru disertai oleh para Dewata menciptakan dan mengembangkan kelestarian kehidupan di dunia.
2
Landép

·  Saniscara Kliwon Landép disebut Tumpek Landép merupakan hari suci pemujaan kehadapan Bhatara Śiva dan Sang Hyang Paśupati.

3
Ukir.

· Redite Umanis Ukir merupakan hari suci untuk pemujaan kehadapan Bhatara Guru. Pada hari ini umat diharapkan memohon anugerah keselamatan dan kesejahteraan ke hadapan Bhatara Guru yang pemujaannya dilakukan di Sanggar Kamulan.

4
Kulantir

· Anggara Kliwon Kulantir disebut Anggara Kasih Kulantir, merupakan hari suci pemujaan ke hadapan Tuhan dalam manifestasi sebagai Bhatara Mahadewa.

5
Toulu

6
Gumbreg

7
Wariga

·  Sabtu Kliwon Wariga dinamakan Tumpék Penguduh, Tumpek Pengatag, Pengarah, Bubuh, merupakan hari suci pemujaan kehadapan Sang Hyang Sangkara, manifestasi dari Tuhan sebagai deva penguasa kesuburan semua tumbuh-tumbuhan serta pepohonan.

8
Warigadean
· Soma Pahing Warigadian, merupakan hari suci pemujaan ditujukan ke hadapan Bhatara Brahma manifestasi Tuhan sebagai Dewa Api atau Dewa Penerangan
9
Julungwangi

10
Sungsang
· Wrhaspati Wage Sungsang disebut dengan Parérébuan atau Sugihan Jawa. Pada hari ini diyakini para Dewa dan Roh Leluhur turun ke dunia membesarkan hati umat manusia sambil menikmati persembahan hingga hari suci Galungan tiba. Pada hari ini dilakukan pula upacara pembersihan atau pesucian (Bhuana Agung).
· Sukra Kliwon disebut Sugihan Bali memohon pembersihan lahir dan batin ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa dengan cara mengheningkan pikiran, memohon air suci peruwatan dan pembersihan.
11
Dunggulan
· Redite (Minggu) pahing Dunggulan disebut Penyékéban. Pada hari ini diharapkan umat mengekang batin (mengendalikan diri) agar selalu dalam keadaaan hening dan suci sehingga tak dapat dikuasai oleh Sang Kala Tiga.
· Soma (Senin) Pon Dunggulan disebut Penyajan, umat diharapkan secara bersungguh-sungguh, benar-benar sujud dan berbakti kepada Tuhan, agar terhindar dari kekuatan negatif Sang Hyang Kala Tiga yang pada saat itu berwujud Bhuta Dunggulan
· Anggara (Selasa) Wage Dunggulan disebut Panampahan, diyakini pada hari ini Sang Hyang Kala tiga turun ke dunia dalam wujud Bhuta Amengkurat, sehingga umat diharapkan melakukan pengendalian diri serta mempersembahkan upacara Bhuta Yajña.
· Buddha (Rabu) Kliwon Dunggulan dinamakan Galungan yang bermakna bangkitnya kesadaran, titik pemusatan batin yang terang benderang, melenyapkan segala bentuk kegalauan batin. Sekaligus peringatan atas terciptanya alam semesta beserta isinya serta kemenangan Dharma melawan Adharma. Persembahan ditujukan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa dengan segala manifestasi-Nya. Pada hari ini setiap rumah memasang penjor yang merupakan titah Bhatara Mahadewa yang berkedudukan di Gunung Agung sebagai lambang kemakmuran. Setelah upacara dilaksanakan pada pagi hari, lengkap dengan sarana persembahan lainnya, sesajen tetap dibiarkan berada di tempat pemujaan selama satu malam. Esok paginya, semua umat patut menyucikan diri lahir dan batin pada saat matahari terbit, mempersembahkan wewangian dan mehon air suci, serta menyuguhkan segehan di halaman rumah. Setelah selesai barulah sesajen-sesajen yang dipersembahkan kemarin itu dapat diambil dan kemudian di-ayab oleh sanak keluarga.

12
Kuningan
· Redite Wage Kuningan disebut dengan Pemaridan Guru atau Ulihan. Pada saat ini persembahan atas kembalinya para dewata ke kahyangan atau surga serta meninggalkan anugerah kehidupan (amérta) serta umur panjang kepada setiap makhluk.
· Soma Kliwon Kuningan disebut Pemacekan Agung, mempersembahkan segehan agung kepada semua Bhūtakala
· Buddha Pahing Kuningan merupakan beryoganya Bhatara Visnu dan memberikan anugerah berupa kesenangan, keagungan, keluwesan, daya tarik, memenuhi harapan, dan rasa simpatik kepada umat manusia (asung wilasa).
· Sukra Wage Kuningan disebut Penampahan Kuningan umat diharapkan mengendalikan batin dan pikiran agar tetap jernih dan suci (pégéngén poh nirmala suksma).
· Saniscara Kliwon Kuningan disebut Hari Raya Kuningan diperingati sebagai hari suci turunnya para dewa dan roh leluhur ke dunia untuk menyucikan diri sambil menikmati persemabahan umat. Persembahan sebaiknya dilakukan pagi hari sebelum jam 12.00 (tajeg surya) sebab setelah itu para dewa, pitara, roh suci leluhur diyakini telah kembali ke khayangan.

13
Langkir
·     Buda Wage Langkir
14
Medangsia
·      Anggar kasih Medangsia
15
Pujut

16
Pahang
·  Buddha Kliwon Pahang disebut Pégatwakan, persembahan ditujukan ke hadapan Sang Hyang Tunggal.

17
Krulut
·      Tumpek Krulut
18
Merakih
· Buddha Wage Merakih disebut juga Buddha Cemeng Merakih, yaitu hari suci pemujaan yang ditujukan kehadapan Bhatara Rambut Sedhana, disebut juga Sang Hyang Rambut Kandhala atau Sang Hyang Kamajaya penguasa artha, mas, perak, dan permata.
19
Tambir
·  Anggarkasih Tambir
20
Medangkungan

21
Matal
· Buda Kliwon Matal
22
Uye
·  Saniscara Kliwon Uye disebut Tumpek Kandang. Pemujaan dan persembahan di tujukan ke hadapan Sang Hyang Rare Anggon sebagai dewanya ternak/binatang.

23
Menail
· Buda Wage Menail
24
Prangbakat
· Anggarkasih Prangbakat
25
Bala

26
Ugu
· Buda Kliwon Ugu
27
Wayang
· Saniscara Kliwon Wayang disebut tumpek Wayang, merupakan hari pemujaan ke hadapan Bhatara Iswara, manifestasi Tuhan sebagai penguasa alat-alat kesenian.
28
Klawu
· Buda Wage Klawu
29
Dukut
·  Anggarkasih Dukut
30
Watugunung
· Saniscara Umanis Watugunung disebut hari Saraswati merupakan hari Pemujaan ke hadapan Dewi Saraswati manifestasi Tuhan sebagai penguasa Ilmu Pengetahuan.


Keterangan :
Rt =Wuku Rangda Tiga merupakan hari yang kurang baik untuk melangsungkan perkawinan, barakibat perpisahan,
Tp = Wuku Tan Peguru, hari-hari buruk untuk memulai pekerjaan penting/besar, berakibat tidak berhasil atau sukses.

3.1.3   TANGGAL & PANGLONG
ð  Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga disebut dengan Penanggal dan panglong. Masing masing siklusnya adalah 15 hari.
  • Perhitungan PENANGGAL dimulai 1 hari setelah (H+1) hari Tilem (bulan Mati)
  • Perhitungan PANGLONG dimulai 1 hari setelah (H+1) hari purnama (bulan penuh).
-       H-1 Tilem => Purwaning Tilem
-       H-1 Purnama => Purwaning Purnama

Padewasaan yang berhubungan dengan tanggal panglong dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
-       Padewasasan menurut catur laba (empat akibat: baik – buruk – berhasil – gagal)
-       Padewasaan berdasarkan penanggal untuk pawiwahan (misalnya hindari menikah pada penanggal ping empat karena akan berakibat cepat jadi janda atau duda)
-       Padewasaan berdasarkan panglong untuk pawiwahan (misalnya hindari pangelong ping limolas karena akan berakibat tak putus-putusnya menderita)
-       Padewasaan berdasarkan wewaran, penanggal, dan pangelong (misalnya: Amerta dewa, yaitu Sukra penanggal ping roras, baik untuk semua upacara)


3.1.4       SASIH
ð  Sasih secara harafiahnya sama diartikan dengan bulan. Sama sepertinya kalender internasional, sasih juga ada sebanyak 12 sasih selama setahun, perhitungannya menggunakan “perhitungan Rasi” sesuai dengan tahun surya (12 rasi = 365/366 hari) dimulai dari 21 maret. Padewasaan menurut sasih dikelompokkan dalam beberapa jenis kegiatan antara lain: untuk membangun, pawiwahan, yadnya, dll. adapun pembagian sasih tersebut adalah;

1.      Kasa = Rekata = Juni– Juli.
2.      Karo = Singa = Juli –Agustus.
3.      Ketiga = Kania = Agustus – September.
4.      Kapat = Tula = September – Oktober.
5.      Kelima = Mercika = Oktober – November.
6.      Kenem = Danuh = November – Desember.
7.      Kepitu = Mekara = Desember – Januari.
8.      Kewulu = Kumba = Januari – Februari.
9.      Kesanga = MIna = Februari – Maret.
10.  Kedasa = Mesa = Maret – April.
11.  Jiyestha = Wresaba = April – Mei.
12.  Sadha = Mintuna = Mei – Juni.

Agama Hindu mempergunakan panduan sasih antara sasih Candra dengan Sasih Surya sehingga ada perhitungan “pengrapetang sasih”. Hal ini dilakukan karena disadari betul bahwa bulan dan matahari mempunyai pengaruh besar terhadap bumi dan isinya. Selain penentuan Padewasan, hari suci agama Hindu, yang berdasarkan sasih adalah:
a.       Pada hari Purnama beryoga Sang Hynag Candra (wulan), Pada hari Tilem beryoga Sang Hynag Surya. Jadi pada hari Purnama-Tilem adalah hari penyucian Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu Sang Hyang Surya dan Sang Hyang Candra. Pada waktu Candra Graha (gerhana bulan) pujalah beliau dengan Candrastawa (Somastawa). Pada waktu Sūrya graham (gerhana matahari) pujalah beliau dengan Sūryacakra Bhuanasthawa.
b.      Sasih Kapat Purnama Kapat merupakan beryoganya Bhatara Parameswara, beliau Sang hynag Purusangkara diiringi oleh Para Dewa, Widyadara-Widyadari dan para Rsigna. Selanjutnya pada Tilem dapat dilakukan penyucian batin, persembahan kepada Widyadara-widyadari.
c.       Sasih Kepitu Purwaning Tilem Kepitu disebut hari Sivaratri, yaitu beryoganya Bhatara Siva dalam rangka melebur kotoran alam semesta termasuk dosa manusia. Pada hari ini umat Hindu melakukan Bratha Sivaratri, yaitu Mona, Upawasa, dan Jagra.
d.      Sasih Kesanga Tilem Kesanga adalah hari pesucian para dewata, dilakukan Bhuta Yajna, yaitu tawur agung kesanga sebagai tutup tahun Saka.
e.       Sasih Kedasa Penanggal 1 (bulan terang pertama) sasih Kedasa disebut hari Suci Nyepi, yaitu tahun baru Saka. Pada saat ini turunlah Sang Hyang Darma. Purnama Kedasa beryoganya Sang Hyang Surya Amertha pada Sad Khayangan Wisesa.
f.       Sasih Sada Pada Purnama Sadha, patutlah umat Hindu memuja Bhatara Kawitan di Sanggah Kemulan.

3.1.5        DAUH

Padewasan menurut dauh merupakan ketetapan dalam menentukan waktu yang baik dalam sehari guna penyelenggaraan suatu upacara-upacara tertentu. Pentingnya dari dewasa dauh akan sangat diperlukan apabila upacara-upacara yang akan dilakukan sulit mendapatkan hari baik (dewasa ayu). Dauh jika dibandingkan mirip dengan pembagian waktu menurut jam, namun bedanya hanya penempatan panjangnya waktu. Hitungan jam dalam sehari dibagi 24, hingga sehari dalam hitungan jam panjangnya 24 jam.
Dalam perhitungan dewasa dauh mengandung makna dalam waktu satu hari terdapat dauh (waktu-waktu tertentu) yang cocok untuk melakukan suatu kegiatan. Signifikasi dari dewasa dauh diperlukan apabila upacaraupacara yang dilakukan sulit mendapatkan hari baik (dewasa ayu). Dalam perhitungan dewasa berdasarkan dauh mempunyai beberapa hitungan, yakni berdasarkan Panca dauh dan Asta dauh.

Ø  Yang dimaksud dengan WETU adalah kodrat atau kehendak Hyang Widhi sebagai Yang Maha Kuasa mengatur dan menetapkan segalanya. dan semua itu bisa berjalan dengan yadnya yang berdasarkan MANAH (pikiran) hening suci nirmala.

Dalam pengertian ini ditafsirkan bahwa ala ayuning dewasa dapat dikecualikan dalam keadaan yang sangat mendesak, tetapi menggunakan upacara dan upakara tertentu.

Misalnya jika tidak dapat dihindarkan melaksanakan upacara penguburan mayat secara massal sebagai korban peperangan, huru-hara, dll., maka padewasaan dapat dikecualikan dengan upacara maguru piduka, macaru ala dewasa, mapiuning di Pura Dalem, Ngererebuin, dll.

ð  Berarti, sejelek-jeleknya Padewasaan itu dapat di ruat dengan banten yang disebut dengan pamarisudha mala dewasa, dengan tetandingan banten tersebut, asal tidak bertentangan dengan ketentuan baku dalam sastra atau hukum agama dan disaksikan oleh Sang Hyang Triodasa Saksi (13 saksi) yaitu Aditya, Chandra / Agni, Apah, Akasa, Pritiwi, Atma, Yama, Akasa, Ratri, Sandhya, Dwaya. Demikian disebutkan dalam kutipan Bab I Jyotisa Wedangga.

v  Pelaksanaan padewasaan dapat dikelompokkan dalam dua bagian besar, yaitu:
1.      padewasaan sadina artinya sehari-hari, dan
2.      padewasaan masa artinya berkala.

v  Padewasaan sadina hala & ayu yang ditentukan oleh Wewaran dan Pawukon (wuku) sebagai berikut:

 

 SEMUT SEDULUR

adalah padewasaan menurut Pawukon, pada saat mana terjadi pertemuan urip Pancawara dan urip Saptawara menjadi 13 (tiga belas) beruntun tiga kali, yaitu: Sukra Pon, Saniscara Wage, dan Redite Kliwon.

Hari-hari itu jatuh pada Wuku: Kulantir, Tolu, Julungwangi, Sungsang, Medangsia, Pujut, Tambir, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Dukut, dan Watugunung.

 

 KALA GOTONGAN

adalah pertemuan urip Saptawara dan urip Pancawara14 (empat belas), yaitu Sukra Kliwon pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; Saniscara Umanis pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung; dan Redite Paing pada Wuku: Sinta, Gumbreg, Dungulan, Pahang, Matal, Ugu.


Selanjutnya mari kita ikuti perumusan – perumusan Urip Wewaran:

Urip Panca wara;
-       Umanis (5),
-       Pahing (9),
-        Pon (7),
-       Wage (4),
-        Kliwon (8).

Urip Sapta wara
-       Dina Redite/Minggu (5),
-       Soma/Senin (4),
-        Anggara/Selasa (3),
-        Budha/Rabu (7),
-       Wraspati/Kamis (8),
-        Sukra/Jumat (6),
-        Saniscara/Sabtu (9).

Urip Wuku;
Sita (7), landep (1), ukir (4), kilantir (6), taulu (5), gumbreg (8), wariga (9), warigadean (3), julungwangi (7), sungsang (1), dunggulan (4), kuningan (6), langkir (5), medangsia (8), pujut (9), Pahang (3), krulut (7), merakih (1), tambir (4), medangkungan (6), matal (5), uye (8), menial (9), prangbakat (3), bala (7), ugu (1), wayang (4), klawu (6), dukut (5) dan watugunung (8).

 


INGKEL
ð  Ingkel (pantangan) mulai dari Redite/Minggu dan berakhir pada Saniscara/Sabtu (7 hari) dan bilangan wuku dibagi 6, sisa;

·            Wong / yang berhubungan dengan Manusia.
·            Sato / yang berhubungan dengan Hewan.
·            Mina / yang berhubungan dengan Ikan.
·            Manuk / yang berhubungan dengan Burung/Unggas.
·            Taru / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berkayu.
·            Buku / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berbuku.
 

 TALI WANGKE

ð  Jatuh pada wuku-wuku tertentu yang merupakan pantangan untuk melakukan hari-hari penting untuk sesuatu yang hidup.
ð  Tali artinya pengikat, Wangke artinya mayat.
ð  Jadi Tali Wangke artinya  pengikat mayat / kematian. Hari buruk untuk  kehidupan,sesuatu yang hidup dan merupakan hari baik untuk benda mati, membuat jerat, pagar, dan perangkap.
Adapun rahina tali wangke dalam wuku sebagai berikut:
NO
Wuku
Rahina
1
Uye
Soma-Kliwon
2
Wayang
Anggara-Umanis
3
Landep
Buda-Pahing
4
Wariga
Wrhaspati-Pon
5
Kuningan
Sukra-Wage
6
Klurut
Saniscara-Kliwon

3.2. HAKIKAT PADEWASAN
v  Pada hakikatnya  ilmu padewasan dan wariga adalah merupakan bagian dari ilmu astronomi di dalam agama Hindu termasuk bidang Vedangga. Sebagaimana halnya dengan cabang-cabang ilmu Veda lainnya fungsi Vedangga bertujuan untuk melengkapi Veda, maka jelas kalau penggunaan wariga dan dewasa bertujuan untuk melengkapi tata laksana agama.
                 Jadi secara hakiki fungsi dari wariga adalah pelengkap dalam ilmu agama yang bertujuan untuk memberikan ukuran atau pedoman dalam mencari dewasa. Dewasa sebagai suatu kebutuhan dalam pelaksanaan aktivitas hidup umat Hindu bertujuan memberikan rambu-rambu kemungkinan-kemungkinan pengaruh baik-buruk hari terhadap berbagai usaha manusia.
Baik buruk hari mempunyai akibat terhadap nilai hasil dan guna suatu perbuatan, misalnya:
1.      Melihat cocok atau tidak cocoknya perjodohan oleh karena pembawaan dari pengaruh kelahiran yang membawa sifat tertentu kepada seseorang
2.      Melihat cocok atau tidaknya mulai membangun, membuat pondasi, mengatapi rumah, pindah rumah, dan sebagainya.
3.      Melihat baik atau tidaknya untuk melakukan upacara ngaben, atau atiwa-tiwa
4.      Melihat baik atau tidaknya untuk melakukan segala macam upacara kesucian yang ditujukan kepada Dewa-Dewa.
5.      Melihat baik tidaknya untuk melakukan kegiatan termasuk bidang pertanian dan lain-lainnya.

v  Adanya gambaran tentang baik atau tidak baiknya suatu hari untuk melakukan suatu kegiatan orang diharapkan lebih bersifat hati-hati dan tidak boleh gegabah. Ini diharapkan tidak memengaruhi keimanan terhadap Tuhan melainkan menjadi dasar pelaksanaan sradha dan bhakti (iman dan taqwa), sehingga apa yang diharapkan bisa tercapai dengan baik.
Secara hakikat seperti yang dijelaskan pada maksud dan tujuan wariga dan dewasa adalah:
1.    Memberi ukuran atau pedoman yang perlu dilakukan oleh orang yang akan melaksanakan suatu pekerjaan berdasarkan ajaran agama Hindu dengan harapan bisa berhasil dengan baik
2.    Untuk memberi penjelasan tentang berbagai kemungkinan akibat yang timbul akibat pemilihan hari yang dipilih sehingga memberikan alternatif lain yang akan dipilih.
3.    Sebagai suplemen dalam mempelajari Veda dan agama Hindu sehingga dalam menjalankan ajarannya bisa dilaksanakan secara tepat sesuai pengaruh waktu dan planet-planet yang berpengaruh pada waktu-waktu tertentu.
3.3. MENENTUKAN PADEWASAN
3.3.1 CARA MENENTUKAN  WEWARAN
v    Cara mencari EKA WARA
Ø  Yaitu dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara  pada suatu hari,
Ø  Jika ganjil = Luang,
Ø  Jika genap = kosong.

v    Cara mencari DWI WARA

Ø  Yaitu dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara  pada suatu hari,
Ø  Jumlah Genap =Menga
Ø  Jumlah Ganjil = Pepet             (Bambang Gde Rawi)

Contoh : -Saniscara (9) +  Kliwon (8)  = 17 (Pepet)


v    Cara Mencari PANCAWARA






®
®
®
®
®
2
PAING
4
WAGE
1
UMANIS
3
PON
5
KLIWON
Ket :
a). Perhitungan wuku dimulai dari angka 2,4,1,3 5, dan kembali keangka 2 dst
b). perhitungan pancawara mengikuti urutan angka, 1 = umanis, 2 = paing, 3 = pon, 4 = wage, 5 = kliwon
c). ® adalah singkatan dari Redite, yang selalu menjadi dasar perhitungan dimana wuku itu jatuh disanalah Reditenya dan untuk menghitung hari berikutnya dihitung berdasarkan urutan angka.



v    TRIWARA SADWARA.JPGCara mencari TRI WARA & SAD WARA








No
Tri Wara
Sad Wara
1
Pasah
Tungleh
2
Beteng
Aryang
3
Kajeng
Urukung
4
Pasah
Paniron
5
Beteng
Was
6
Kajeng
Maulu

Ket :
a)      Perhitungan wuku dimulai dari wuku sinta pada angka 1, landep 2, dst kembali ke angka 1
b)      Perhitungan wewaran mengikuti urutan angka
c)      ® = Redite, menjadi dasar perhitungan

Contoh :
-Tentukan tri wara dan sad wara dari wuku Dunggulan (R5):
-Redite      Dunggulan                   = Beteng,         Was
-Soma       Dunggulan                   = Kajeng,         Maulu
-Anggara Dunggulan                     = Pasah,           Tungleh
-Buda       Dunggulan                   = Beteng,         Aryang
-Wraspati Dunggulan                    = Kajeng,         Urukung
-Sukra       Dunggulan                   = Pasah,           Paniron
-Saniscara Dunggulan                   = Beteng,         Was




v    Cara mencari CATUR WARA & ASTA WARA







aturasta
NO
CATUR WARA
ASTA WARA
1
Sri
Sri
2
Laba
Indra
3
Jaya
Guru
4
Menala
Yama
5
Sri
Rudra
6
Laba
Brahma
7
Jaya
Kala
8
Menala
Uma





Ket :
a)      Perjitungan wuku dimulai dari sinta 1, landep 8, ukir 7, kulantir 6, taulu 5, gumbreg 4, wariga 3, warigadean 2, julungwangi 1, dst
b)      Perhitungan wewaran mengikuti angka
c)      ® = Redite menjadi dasar perhitungan
d)      (D) = Dunggulan , merupakan wuku perkecualian yang diikuti oleh  Jaya Tiga & Kala Tiga


Yaitu :
Redite Dunggulan                = Jaya Tiga & Kala Tiga
                Soma Dunggulan                 = Jaya Tiga & Kala Tiga
                Anggara Dunggulan            =  Jaya Tiga & Kala Tiga






v    Cara mencari SANGA WARA








sangawara
No
Sanga Wara
1
Dangu
2
Jangur
3
Gigis
4
Nohan
5
Ogan
6
Erangan
7
Urungan
8
Tulus
9
Dadi



Ket :

a)      Perhitungan euku dimulai dari wuku sinta 7, landep 5, ukir 3, kulantir 1, taulu 8, gu,breg 6, wariga 4, warigadean 2, julungwangi 9,  sungsang kembali keangka 7, dst
b)      ® = Redite yg menjadi dasar perhitungan
c)      Perhitungan wewaran mengikuti urutan angka
d)      Wuku sinta adalah perkecualian yang diikuti oleh Dangu 4
-Redite Sinta         = Dangu
-Soma Sinta          = Dangu
-Anggara Sinta      = Dangu
-Buda Sinta          = Dangu
-Wraspati Sinta     = Jangur
-Sukra Sinta          = Gigis
-Saniscara Sinta    = Nohan






v    Cara mencari DASA WARA
Yaitu dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara  pada suatu hari
Urip
Dasa Wara
10
Pandita
11
Pati
12
Suka
13
Duka
14
Sri
15
Manu
16
Manusa
7 / 17
Raja
8 / 18
Dewa
9
Raksasa

URIP PANCA WARA
URIP SAPTA WARA
Umanis
5
Redite
5
Paing
9
Soma
4
Pon
7
Anggara
3
Wage
4
Budha
7
Kliwon
8
Wraspati
8
Umanis
5
Sukra
6


Saniscara
9


Redite
5
Contoh :
-Wraspati Julungwangi
1).       Luang
2).       Menga (8+9= 17)
3).       pasah
4).       Sri
5).       Paing
6).       Tungleh
8).       Rudra
9).       Nohan
10).     Raja

TIKA
( Kebiasaan Umat dengan Uraian Lontar Sundarigama)
Wuku/Hari
Redite
Coma
Anggara
Buda
Wrespati
Sukra
Saniscara
Sinta
+
*
*
β
Landep
 0
T
Ukir
*
W
Kulantir
@ 0
Tolu
Gumbreg
β  0
Wariga
T
Warigadean
*
W
0
Julungwangi
@
Sungsang
*
*0
Dunggulan
*
*
*
β
Kuningan
*
*
*
T0
Langkir
W
Medangsia
@
Pujut
0
Pahang
β
Krulut
0
T+
Merakih
W
*
Tambir
@ 0
Medangkungan
Matal
β  0
Uye
T
Menail
W
0
Prangbakat
@
Bala
0
Ugu
β
Wayang
*
T 0
Kulawu
W
Dukut
@
Watugunung
0
*


Keterangan:
β = Buda Kliwon
T            = Tumpek
@ = Rahina Anggarkasih
W= Buda Wage
0 = Kajeng Kliwon
+ = Hari suci tambahan menurut kebiasaan masyarakat Hindu
* = hari suci yang disarankan oleh Sundarigama

v  Cara menentukan pasang surutnya Kehidupan menurut Periode Kelahiran dengan mencari Urip Rahina  (menjumlahkan urip Saptawara + Urip Pancawara) pada kelahiran.

SRI SEDANA (PERIODE KELAHIRAN)
UMUR
URIP PANCAWARA + URIP SAPTA WARA
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
0-6
4
4
2
1
2
0
0
1
2
0
1
2
7-12
1
1
2
0
4
5
1
0
0
3
1
5
13-18
4
0
1
4
1
1
0
1
1
1
0
1
19-24
1
1
0
1
1
0
5
4
1
2
5
0
25-30
0
0
4
1
8
4
0
4
5
0
0
5
31-36
2
3
1
3
1
0
1
0
2
1
1
1
37-42
0
0
4
0
0
1
1
1
0
3
1
4
43-48

7
0
0
1
0
5
4
1
1
5
0
49-54


7
4
2
1
2
1
2
2
2
1
55-60



4
0
4
0
4
5
1
0
4
61-66




2
4
1
4
5
2
1
4
67-72





0
2
1
1
0
2
0
73-78






5
1
0
1
5
0
79-84







0
4
1
5
2
85-90








4
0
1
1
91-96









2
0
4
97-102










4
0
103-108











0

URIP PANCA WARA
URIP SAPTA WARA


Umanis
5
Redite
5


Paing
9
Soma
4


Pon
7
Anggara
3


Wage
4
Budha
7


Kliwon
8
Wraspati
8


Umanis
5
Sukra
6




Saniscara
9




Redite
5

Keterangan :
0.      = Kesakitan (penderitaan)
1.      = Penghasilan sedikit
2.      = madya (sedang)
3.      = Baik
4.      = Baik sekali
5.      = Hidup senang
6.      = Hidup Mewah
7.      = apa yang diinginkan tercapai (hidup sukses

3.4. MACAM-MACAM PADEWASAN UNTUK UPACARA AGAMA

Waktu-waktu yang ditentukan tersebut akan memberikan pahala yang sangat besar. Jadi untuk mendapatkan suatu hasil atau pahala yang baik dari suatu kegiatan (upacara agama) ditentukan oleh waktu yang tepat dari pelaksanaannya. Berangkat hal tersebut di bawah ini akan diberikan beberapa contoh padewasan untuk melakukan upacara agama yang termasuk kedalam upacara Panca Yajña.

1. Melakukan Upacara Dewa Yajña
Selain upacara agama yang dilakukan pada hari-hari suci baik yang ditentukan berdasarkan atas wewaran, wuku, penanggal, panglong, sasih, yang dirayakan oleh umat Hindu secara berkala dan berkelanjutan, dalam kesempatan ini akan diberikan contoh-contoh padewasan untuk nangun (memulai) upacara Dewa Yajña.

a)      Sasih yang baik untuk melakukan Dewa Yajña: Kapat, kelima, kedasa.
b)      Amerta Bhuana : Dewasa Ayu untuk Dewa Yadnya, Pemujaan Tuhan Yang Maha Esa serta leluhur untuk mendapat kesejahteraan.
c)      Amerta Dewa : Hari baik melaksanakan dharma, Panca Yajña:, khususnya Dewa Yajña: juga hari yang baik digunakan untuk membangun khayangan/tempat-tempat suci
d)      Amerta Masa : Hari yang baik untuk melakukan Panca Yajña dalam rangka memohon kesejahteraan
e)      Ayu Nulus : Hari yang baik untuk melaksanakan Yajña, pekerjaan, usaha dan kegiatan yang berlandaskan dharma
f)       Dauh Ayu : hari yang baik untuk melaksanakan Panca Yajña
g)      Dewa ngelayang : dewasa yang baik memuja Ida Sang Hyang Widi, membangun kahyangan, pura, maupun sanggah.
h)      h. Dewa Werdi : hari baik untuk melaksanakan Panca Yajña, khusunya Dewa Yajña.


2. Melakukan Upacara Bhuta Yajña
Upacara Bhuta Yajña yang dilakukan oleh umat Hindu pada hari-hari suci yang telah ditentukan berdasarakan wewaran, wuku, sasih, penanggal panglong termasuk pada saat piodalan di pura-pura, mrajan atau tempat suci lainnya. Selain itu dilakukan pula nangun (membangun/memulai) Bhuta Yajña di luar ketetapan tersebut. Dewasa yang baik untuk melakukan upacara Bhuta Yajña sebagai berikut:

a)      Sasih baik untuk Bhuta Yadnya: keenem dan kesanga.
b)      Dewa Mentas: Hari yang cocok untuk melaksanakan Bhuta Yajna dan upacara penyucian diri dalam rangka pendidikan.

3. Melakukan Upacara Pitra Yajña
Untuk upacara Pitra Yajña terkait dengan keputusan Kesatuan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama Hindu I s/d XV, terkait dengan Jenis-jenis Padewasan untuk upacara Pitra Yajña (atiwa-tiwa) dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

a)      Padewasan yang sifatnya amat segera atau dadakan, atiwa-atiwa segera bisa dilakukan dengan mengacu pada wariga, dewasa, dan kekeran (aturan) desa. Adapun larangan atiwa-tiwa adalah Pasah, Anggara Kasih, Buddha Wage, Buddha Kliwon, Tumpek, Purwani Purnama, dan Tilem.
b)      Pedewasan serahina (sehari-hari) adalah bila pelaksanaan atiwa-tiwa tersebut dilaksanakan lebih dari tujuh hari dan memperhatikan padewasan serahina yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, dan dauh.
c)      Padewasan berjangka (berkala), adalah pelaksanaan atiwa-tiwa berdasarkan jangka waktu tertentu (berkala) yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, tanggal, panglong, sasih, dan dauh, dan disertai dengan sasih yang baik yaitu Kasa, Karo, Ketiga.

Selain itu di bawah ini disebutkan beberapa contoh waktu yang baik untuk melalukan pemujaan kepada leluhur atau Pitra Yajña yaitu:

1)      Sasih yang baik untuk memukur (atmawedana) : kedasa
2)      Sasih yang baik untuk Pitra Yajña : kasa, karo, ketiga
3)      Amerta Akasa: Hari baik untuk pemujaan kepada leluhur guna memperoleh pengetahuan serta berwawasan yang lebih luas.
4)      Sedana Tiba : Dewasa Ayu mengadakan upacara terhadap leluhur di sanggah/mrajan.

Yang Harus dihindari:
  • Kala Gotongan adalah hari yang pantang untuk mengubur, kremasi, ngaben (atiwa-tiwa) karena berakibat kematian berturut-turut. Tapi hari ini baik untuk pekerjaan dengan cara memikul atau bergotong royong.
  • Was Penganten : pantang untuk mengubur ataupun kremasi, karena dapat berakibat banyak orang sakit atau meninggal.


4. Upacara Manusa Yajña
Jenis dari pelaksanaan upacara Manusa Yajña sangat banyak, yaitu mulai dari janin berada dalam kandungan hingga meninggal. Saat bayi lahir sesungguhnya ia telah mencari hari yang baik bagi kelahirannya. Pada tahap selanjutnya dilakukan rangkaian upacara hingga meningkat dewasa melalui upacara Rajasewala atau Rajasinga. Pada tahap selanjutnya setelah masa Brahmacari dilanjutkan masa Grhastha Asrama yaitu masa berumah tangga. Memasuki masa berumah tangga didahului dengan proses upacara sarira samskara berupa upacara Pawiwahan.
Penentuan hari yang baik dalam upacara wiwaha sangat diharapkan, karena hal ini akan memberikan pengaruh terhadap eksistensi rumah tangga. Sebelum terjadinya proses pewiwahan (perkawinan) dan dikukuhkan dengan melaksanakan upacara perkawinan dalam memilih pasangan hidup didasarkan atas bibit, bebet, dan bobot. Dalam penentuan pilihan ini ada pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menentukan dasar pilihan, salah satunya didasarkan atas primbon perjodohan. Hal ini diyakini memberikan pengaruh terhadap perkawinan.

Ada beberapa primbon perjodohan sebagai rambu-rambu dalam memilih pasangan hidup yang didasarkan dasar wewarigan.
a. Perjodohan Berdasarkan Sapta Wara Kelahiran lanang (laki-laki) wadon (perempuan)
Minggu-Minggu berakibat sering sakit-sakitan
Senin-Senin berakibat buruk
Selasa-Selasa berakibat buruk
Rabu-Rabu berakibat buruk
Kamis-Kamis berakibat yuana (awet), senang
Jumat-Jumat berakibat melarat
Sabtu-Sabtu berakibat yuana, senang
Minggu-Senin berakibat banyak penyakit
Minggu - Selasa berakibat melarat
Minggu- Rabu berakibat yuana, senang
Minggu-Kamis berakibat konflik
Minggu-Jumat berakibat yuana, senang
Minggu-Sabtu berakibat melarat
Jumat-Sabtu berakibat celaka
Senen-Selasa berakibat yuana (rupawan), senang
Senen-Rabu berakibat beranak wadon (perempuan)
Senen Kamis berakibat disukai orang
Senen-Jumat berakibat yuana, senang
Senen-Sabtu berakibat rezekian
Selasa-Rabu berakibat kaya
Selasa-Kemis berakibat kaya
Selasa-Jumat berakibat pisah/cerai
Selasa-Sabtu berakibat sering konflik
Rabu-Kamis berakibat yuana, senang
Rabu-Jumat berakibat yuana, senang
Rabu-Sabtu berakibat baik
Kemis-Jumat berakibat yuana, senang
Kemis-Sabtu berakibat pisah/cerai

b. Jodoh berdasar Gabungan atau jumlah neptu (urip) Panca Wara dan Sapta Wara laki dan perempuan, kemuadian dibagi 5. Dan sisa menujukan pengaruh yang ditimbulkan dari perjodohan
-       Sisa 1 : SRI, berarti rumah tangga beroleh rezeki
-       Sisa 2 : DANA, berarti rumah tangga keadaan keuangan baik
-       Sisa 3 : LARA berarti anggota rumah tangga dalam kesusahan atau kesakitan
-       Sisa 4 : PATI berarti kesengsaran, mungkin bisa menemui kematian atau kehilangan rezeki
-       Habis dibagi : LUNGGUH, berarti akan mendapatkan kedudukan


c. Berdasarkan jumlah seluruh neptu dibagi empat, dan sisa menunjukan pengaruh yang ditimbulkan dari perjodohan

-       Sisa 1 disebut GENTO berarti jarang anak
-       Sisa 2 disebut PATI berarti banyak anak
-       Sisa 3 disebut SUGIH berarti banyak rezeki
-       Habis di bagi disebut PUNGGEL berarti kehilangan rezeki, cerai atau mati

d. Jodoh berdasarkan Pertemuan jumlah Neptu
Jumlah Neptu Sapta Wara dan Panca Wara laki, jumlah neptu Sapta Wara dan Panca Wara si perempuan masing-masing di bagi 9 (Sembilan), kemudian sisanya masing-masing dipertemukan :
1 dengan 1 : saling mencintai
1 dengan 2 : baik
1 dengan 3 : rukun, jauh amerta
1 dengan 4 : banyak celaka
1 dengan 5 : cerai
1 dengan 6 : jauh sandang pangan
1 dengan 7 : banyak musuh
1 dengan 8 : terombang-ambing
1 dengan 9 : jadi tumpuan orang susah
1 dengan 2 : dirgahayu, banyak rezeki
2 dengan 3 : salah satu cepat mati
2 dengan 4 : banyak godaan
2 dengan 5 : sering celaka
2 dengan 6 : cepat kaya
2 dengan 7 : anak-anak bayak mati
2 dengan 8 : pendek rezeki
2 dengan 9 : panjang rezeki
3 dengan 3 : melarat
3 dengan 4 : banyak cobaan/celaka
3 dengan 5 : cepat cerai
3 dengan 6 : mendapat nugraha
3 dengan 7 : banyak godaan
3 dengan 8 : salah satu cepat mati
3 dengan 9 : kaya rezeki
4 dengan 4 : sering sakit
4 dengan 5 : banyak rencana
4 dengan 6 : kaya, banyak rezeki
4 dengan 7 : melarat
4 dengan 8 : banyak rintangan
4 dengan 9 : salah satu kalah
5 dengan 5 : keberuntungan terus
5 dengan 6 : terbatas/pendek rezeki
5 dengan 7 : sandang pangan berkepanjangan
5 dengan 8 : banyak rintangan
5 dengan 9 : terbatas sandang pangan
6 dengan 6 : besar goadaannya
6 dengan 7 : rukun
6 dengan8 : banyak musuh
6 dengan 9 : terombang-ambing
7 dengan 7 : dikuasai istri
7 dengan 8 : celaka akibat perbuatan sendiri
7 dengan 9 : panjang jodoh dan berpahala
8 dengan 8 : disenangi orang
8 dengan9 : banyak celaka
9 dengan 9 : susah rezeki


e. Jodoh Tri Premana
Petemon (pertemuan) laki-perempuan yang bernama Tri Premana ini didasarkan atas perhitungan jumlah neptu Panca Wara ditambah Sad Wara ditambah Sapta Wara dari weton (kelahiran) di pihak laki dan perempuan lalu di bagi 16 (enam belas) dan sisa dari pembagian memiliki makna sebagai berikut :
-       Sisa 1 bermakna diliputi kebimbangan, dalam keadaan suka dan duka, baik buruk, sehingga dituntut ketabahan
-       Sisa 2 bermakna durlaba, rezeki seret, tapi suka melancong
-       Sisa 3 bermakna sering mendapat malu dan kecewa
-       Sisa 4 bermakna susah mendapatkan sentana (keturunan)
-       Sisa 5 bermakna merana, sering sakit
-       Sisa 6 bermakna merana sering sakit
-       Sisa 7 bermakna mengalami suka duka, baik buruk dalam perjalanan hidupnya menuju bahagia
-       Sisa 8 bermakna sukar untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-hari, bahkan sampai kekurangan (terak)
-       Sisa 9 bermakna kurang hati-hati, kesakitan tak henti-hentinya mewarnai hidupnya, sampai menimbulkan kekecewaan dan penyesalan hidup
-       Sisa 10 bermakna mendapatkan wibawa serta disegani bagaikan raja/ratu yang berkuasa, sehingga dapat mengayomi keluarga
-       Sisa 11 bermakna mendapat sukses dalam perjalanan hidup, tercapai citacitanya penuh kepuasan (sidha serta sabita)
-       Sisa 12 bermakna sedana nulus, rezeki lancar/gampang
-       Sisa 13 bermakna dirgayusa, panjang umur, rezekinya berkepanjangan
-       Sisa 14 bermakna mendapatkan kebahagiaan/kesenangan selalu
-       Sisa 15 bermakna sering mengalami kesusahan, keadaan buruk serta banyak problem
-       Sisa 16 bermakna memperoleh kebahagiaan dan kesenangan

Sebagai kelanjutan dari jenjang perjodohan yang telah dilakukan dengan memperhatikan beberapa pertimbangan tersebut di atas, sudah tentu diharapkan berlanjut pada jenjang perkawinan. Perkawinan yang dimaksud adalah perkawinan yang sah baik secara agama maupun secara hukum. Secara agama perkawinan adalah sakral. Sehingga dalam pelaksanaannya perlu memilih hari yang baik karena akan memberikan pengaruh pula dalam keharmonisan rumah tangga.

Berikut ini akan diuraikan beberapa dewasa ayu untuk upacara Manusa Yajña (pawiwahan) sebagai berikut:

a.       Mertha Yoga : Upacara untuk Manusa Yajña. Yang termasuk ke dalam Merta Yoga yaitu ; Soma Keliwon Landep, Soma Umanis Taulu, Soma Wage Medangsia, Soma Umanis Medangkungan, Soma Paing Menail, Soma Pon Ugu, Soma Wage Dukut.

b.      Baik Buruknya Sapta Wara untuk upacara Pewiwahan
1. Minggu : Buruk, sering terjadi pertengkaran, dapat berakibat pertengkaran
2. Senin : Baik mendapat keselamatan dan kesenangan
3. Selasa : Buruk, suka berbantah, masing-masing tidak mau mengalah
4. Rabu : Amat baik, berputra serta berbahagia
5. Kamis : Baik hidup rukun, senang dan disenangi orang
6. Jumat : Baik, tentram sentosa, tak kurang sandang pangan
7. Sabtu : Sangat buruk, senantiasa dalam kesusahan

c.       Baik Buruknya Penanggal /Tanggal untuk upacara Perkawinan
Tanggal 1 Dirgahayu, sejahtera
Tanggal 2 Sidha cita, Sidha karya, disayang keluarga
Tanggal 3 Memperoleh banyak anak, sentana
Tanggal 4 Suami sering sakit
Tanggal 5 Dirgahayu, dirgayusa, selamat, sejahtera dan panjang umur
Tanggal 6 Menemui kesusahan
Tanggal 7 Suka, rahayu, hidup bahagia
Tanggal 8 Sering sakit hampir meninggal
Tanggal 9 Senantiasa sengsara
Tanggal 10 Wirya Guna, baik
Tanggal 11 Kurang ulet berkarya, penghasilan kurang
Tanggal 12 Mendapat kesusahan
Tanggal 13 Mendapat keberuntungan, terutama menyangkut pangan
Tanggal 14 Sering berbantah, kemungkinan bisa sampai cerai
Tanggal 15 Sangat buruk, bisa menemui kesengsaraan

d.      Baik Buruknya Sasih hubungannya dengan upacara wiwaha (upacara pernikahan)
1. Kasa, (Srawana - Juli) : buruk anak-anaknya menderita
2. Karo, (Bhadrawada - Agustus) : buruk sangat miskin
3. Ketiga, (Asuji - September) : Sedang banyak anak-anak
4. Kapat, ( Kartika - Oktober) : baik, kaya dicintai orang
5. Kelima, (Marggasira - Nopember) : baik, tidak kurang makan dan minum
6. Keenem (Posya - Desember) : buruk, janda
7. Kepitu (Magha - Januari) : baik, mendapat keselamatan, panjang umur
8. Kawolu (Palguna - Pebruhari) : buruk kurang makan dan minum
9. Kesanga (Citra- Maret) : buruk sekali, selalu sengsara sakit-sakitan
10. Kedasa (Waisaka - April) : baik sekali, kaya raya selalu gembira
11. Desta (Jyesta - Mei) : buruk, duka, sering bertengkar marah
12. Sada (Asadha - Juni) : buruk, sakit-sakitan.

e.       Baik buruknya Wuku hubungannya dengan upacara Manusa Yajña (Wiwaha)
  • Rangda Tiga adalah wuku pantangan untuk melakukan upacara pernikahan (wiwaha), apabila ada orang yang melakukan pernikahan dalam wuku ini dinyatakan bisa menjanda atau menduda.
Adapun kemunculannya pada wuku berikut; wariga, warigadian, pujut, pahang, menhil, parangbakat
  • Amerta Mukti adalah baik untuk melaksanakan upacara Manusa Yajña untuk memohon waranugraha kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan menyucikan diri, lahir dan batin.
  • Dagdig krana adalah hari yang buruk untuk segala upacara, terutama untuk pertemuan asmara.
  • Dewa Werdi adalah hari baik untuk melaksanakan Manusa Yajña, metatah
  • Dirgayusa adalah sangat baik melakukan upacara Manusa Yajña, tapi sangat jarang ditemukan dewasa ini yang jatuh pada buddha pon, penanggal 10
  • Panca Werdi adalah hari yang baik untuk melaksanakan Manusa Yajña antara lain mepetik, potong gigi, dan lain-lain, karena berpahala dirgayusa.


hubungi saya via WA : 085237290333.


EmoticonEmoticon