BAB 1
HAKIKAT YAJÑA DALAM RAMAYANA
HAKIKAT YAJÑA DALAM RAMAYANA
Yajña-śṡṣṭaśinah santo
mucyantesarva-kilbiṣaiḥ,
Bhuñjate te tv agham pāpā pacanty
ātma-kāraņāt.
(Bhagavad Gita III.13)
Terjemahan:
Para
penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa,
Karena
mereka makan makanan yang dipersembahkan
Terlebih
dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang hanya
menyiapkan
makanan untuk menikmati indriya-indriya
Pribadi,
sebenarnya hanya makan dosa saja
1.1.
PENGERTIAN YAJÑA
Pengertian dan Hakekat
Yadnya
v Pada awalnya banyak orang mengartikan bahwa yadnya semata
upacara ritual keagamaan. Pemahaman ini tentu tidak salah karena upacara ritual
keagamaan adalah bagian dari yadnya. Pada dasarnya Yadnya bukanlah sekedar
upacara keagamaan, lebih dari itu segala aktivitas manusia dalam rangka sujud
bhakti kepada hyang Widhi adalah Yadnya.
yang artinya memuja.
ð Secara etimologi pengertian Yadnya adalah korban suci secara
tulus ikhlas dalam rangka memuja Hyang Widhi.
ð Pada dasarnya Yadnya adalah penyangga dunia dan alam semesta,
karena alam dan manusia diciptakan oleh Hyang Widhi melalui Yadnya.
Pada masa srsti yaitu penciptaan
alam Hyang Hidhi dalam kondisi Nirguna Brahma ( Tuhan dalam wujud tanpa sifat )
melakukan Tapa menjadikan diri beliau Saguna Brahma ( Tuhan dalam wujud sifat
Purusha dan Pradhana ). Dari proses awal ini jelas bahwa awal penciptaan awal
dilakukan Yadnya yaitu pengorbanan diri Hyang Widhi dari Nirguna Brahma menjadi
Saguna Brahma .
Selanjutnya semua alam diciptakan secara evolusi melalui
Yadnya.
Dalam Bhagawadgita Bab III, sloka 10 disebutkan :
Dalam Bhagawadgita Bab III, sloka 10 disebutkan :
saha-yajòàá prajàh såûþwà purowàca prajàpatih;
anena prasawiûyadham eûa wo ‘stw iûþa-kàma-dhuk
(Bhagawadgita III. 10)
artinya :
Dahulu kala Prajapati ( Hyang Widhi ) menciptakan manusia dengan yajnya
Dahulu kala Prajapati ( Hyang Widhi ) menciptakan manusia dengan yajnya
dan bersabda; dengan ini engkau akan
berkembang
dan akan menjadi kamadhuk
keinginanmu.
Darikutipan sloka di atas jelas
bahwa manusia saja diciptakan melalui yadnya maka untuk kepentingan hidup dan
berkembang serta memenuhi segala keinginannya semestinya dengan yadnya. Manusia
harus berkorban untuk mencapai tujuan dan keinginannya. Kesempurnaan dan kebahagiaan
tak mungkin akan tercapai tanpa ada pengorbanan. Contoh sederhana bila kita
memiliki secarik kain dan berniat untuk menjadikannya sepotong baju, maka kain
yang utuh tersebut harus direlakan untuk dipotong sesuai dengan pola yang
selanjutnya potongan-potongan tersebut dijahit kembali sehingga berwujud baju.
Sedangkan potongan yang tidak diperlukan tentu harus dibuang. Jika kita
bersikukuh tidak rela kainnya dipotong dan dibuang sebagian maka sangat
mustahil akan memperoleh sepotong baju.
Dari gambaran sederhana di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa demi mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup
maka kita harus rela mengorbankan sebagian dari milik kita. Hyang Widhi akan
merajut potongan-potongan pengorbanan kita dan menjadikannya sesuai dengan keinginan
kita. Tentu saja pengorbanan ini harus dilandasi rasa cinta, tulus dan ikhlas. Tanpa
dasar tersebut maka suatu pengorbanan bukanlah yadnya. Pengorbanan dalam hal
ini bukan saja dalam bentuk materi. Segala aspek yang dimiliki manusia dapat
dikorbankan sebagai yadnya, seperti; korban pikiran, pengetahuan, ucapan,
tindakan , sifat, dan lain-lain termasuk nyawa sendiri dapat digunakan sebagai
korban.
1.2. PEMBAGIAN
YAJÑA
Secara garis besar yadnya dapat
kelompokkan sebagai berikut :
a. Dari segi waktu pelaksanaan Yadnya dapat dibedakan :
1. Nitya Yadnya
ð Yaitu yadnya yang dilakukan secara rutin setiap hari. Yadnya
ini antara lain;
dalam bentuk persembahan yang berupa yadnya sesa, atau persembahyangan sehari-hari. Sedangkan bagi sulinggih melakukan Surya Sewana. Yadnya dalam bentuk yang lain dapat dilaksanakan melalui aktivitas sehari-hari. Bagi seorang siswa kewajiban sehari-hari adalah belajar , bila dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan yadnya. Bagi seorang petani, tukang, pegawai dan sebagainya yang melaksanakan tugas sehari-hari dengan konsentrasi persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga merupakan Nitya Yadnya.
dalam bentuk persembahan yang berupa yadnya sesa, atau persembahyangan sehari-hari. Sedangkan bagi sulinggih melakukan Surya Sewana. Yadnya dalam bentuk yang lain dapat dilaksanakan melalui aktivitas sehari-hari. Bagi seorang siswa kewajiban sehari-hari adalah belajar , bila dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan yadnya. Bagi seorang petani, tukang, pegawai dan sebagainya yang melaksanakan tugas sehari-hari dengan konsentrasi persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga merupakan Nitya Yadnya.
1.
Naimitika Yadnya
ð Yaitu Yadnya yang dilaksanakan secara berkala/
waktu-waktu tertentu. Khusus untuk yadnya ini terutama yadnya dalam bentuk persembahan
/upakara yaitu Upacara Piodalan, Sembahyang Purnama dan Tilem, Hari Raya baik
menurut wewaran maupun sasih.
Bagi bentuk yadnya
yang lain tergantung kebiasaan pribadi perorangan/kelompok orang. Ada orang
pada setiap hari raya tertentu melaksanakan tapa brata sebagai wujud yadnya
pengendalian diri. Ada pula yang pada waktu tertentu setiap tahun atau setiap
bulan melakukan dana punia baik dihaturkan kepada sulinggih, orang tidak mampu
dan sebagainya.
Disamping itu ada juga
bentuk yadnya yang dilaksanakan secara insidental sesuai kebutuhan dengan waktu
yang tidak tetap/ tidak rutin. Contohnya upacara ngaben, nangluk merana,
tirtayatra. Demikian juga bentuk yadnya yang lain adakalanya dilakukan tidak
dengan jadwal waktu tertentu. Misalkan jika ada ujian sekolah ada siswa /
mahasiswa yang puasa. Ada orang yang tanpa diduga memperoleh rejeki yang lebih
, maka sebagian dipuniakan untuk pura atau untuk panti asuhan.
b. Berdasarkan nilai materi
(Kuantitas) / jenis bebantenan suatu yadnya digolongkan menjadi :
1).
Nista, artinya yadnya tingkatan
kecil yang dapat di bagi lagi menjadi :
1.
Nistaning nista,
adalah terkecil dari yang kecil
2.
Madyaning nista,
adalah tingkatan sedang dari yang kecil.
3.
Utamaning Nista,
adalah tingkatan terbesar dari yang kecil
2).
Madya, yaitu yandnya tingkatan
sedang yang dapat dibagi lagi menjadi :
1.
Nistaning Madya,
adalah tingkatan terkecil dari yang sedang.
2.
Madyaning madya,
adalah tingkatan sedang dari yang sedang.
3.
Utamaning madya,
adalah tingkatan terbesar dari yang sedang.
3).
Utama, yaitu yadnya tingkatan besar
yang dapat dibagi menjadi :
1.
Nistaning utama,
adalah tingkatan terkecil dari yang besar
2.
Madyaning Utama,
adalah tingkatan sedang dari yang besar.
3.
Utamaning Utama,
adalah tingkatan terbesar dari yang besar.
c. Sedangkan apabila
ditinjau dari tujuan pelaksanaan atau kepada siapa yadnya tersebut dilaksanakan,
dapat digolongkan menjadi :
1). Dewa Yadnya
2). Rsi Yadnya
3). Pitra Yadnya
4). Manusa Yadnya
5). Bhuta Yadnya
2). Rsi Yadnya
3). Pitra Yadnya
4). Manusa Yadnya
5). Bhuta Yadnya
Kelima jenis yadnya di atas dikenal dengan istilah Panca Yadnya.
Uraian mengenai Panca Yadnya akan dibahas tersendiri setelah bagian ini.
d. Dari segi kualitas yadnya dapat dibedakan
atas:
1). Satwika Yadnya
ð yaitu yadnya yang dilaksanakan dasar utama
sradha bakti, lascarya, dan semata melaksanakan sebagai kewajiban. Apapun
bentuk yadnya yang dilakukan seperti; persembahan, pengendalian diri, punia,
maupun jnana jika dilandasi bakti dan tanpa pamrih maka tergolong Satwika
Yadnya. Yadnya dalam bentuk persembahan / upakara akan sangat mulia dan
termasuk satwika jika sesuai dengan sastra agama, daksina, mantra, Annasewa,
dan nasmita
2). Rajasika
Yadnya
ð yaitu yadnya dilakukan dengan motif pamrih
serta pamer kemewahan, pamer harga diri, bagi yang melakukan punia berharap
agar dirinya dianggap dermawan. Seorang guru/pendarmawacana memberikan ceramah
panjang lebar dan berapi-api dengan maksud agar dianggap pintar; semua bentuk
yadnya dengan motif di atas tergolong rajasika yadnya. Seorang yang melakukan
tapa, puasa tetapi dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan, kesaktian fisik,
atau agar dianggap sebagai orang suci juga tergolong yadnya rajasik.
3). Tamasika Yadnya
ð yaitu yadnya yang dilaksanakan tanpa sastra,
tanpa punia, tanpa mantra dan tanpa keyakinan. Ini adalah kelompok orang yang
beryadnya tanpa arah tujuan yang jelas,hanya ikut-ikutan. Contoh orang-orang
yang tegolong melaksanakan tamasikan yadnya antara lain orang yang pergi
sembahyang ke pura hanya ikut-ikutan, malu tidak ke pura karena semua tetangga
pergi ke pura, orang gotong royong di pura atau di tempat umum juga hanya
ikut-ikutan tanpa menyadari manfaatnya. Termasuk dalam katagori ini adalah
orang yang beryadnya karena terpaksa. Terpaksa maturan karena semua orang
maturan. Terpaksa memberikan punia karena semua orang melakukan punia. Terpaksa
puasa karena orang-orang berpuasa. Jadi apapun yang dilaksanakannya adalah
sia-sia, tiada manfaat bagi peningkatan karmanya.
Jenis-jenis yadnya di atas diuraikan dalam Kitab Bhagawad Gita dalam beberapa sloka. Untuk
Yadnya yang berbentuk persembahan/upakara akan tergolong kualitas Satwika bila yadnya dilaksanakan
berdasarkan :
1.
Sradha, artinya yadnya dilaksanakan dengan penuh
keyakinan
2.
Lascarya, yaitu yadnya dilaksanakan dengan tulus
ikhlas tanpa pamrih sedikitpun.
3.
Sastra, bahwa pelaksanaan yadnya sesuai dengan
sumber-sumber sastra yang benar.
4.
Daksina, yaitu yadnya dilaksanakan dengan sarana
upacara serta punia kepada pemuput yadnya/manggala yadnya.
5.
Mantra dan gita, yaitu dengan melantunkan doa-doa serta
kidung suci sebagai pemujaan.
6.
Annasewa, artinya memberikan jamuan kepada tamu yang
menghadiri upacara. Jamuan ini penting karena setiap tamu yang datang ikut
berdoa agar pelaksanaan yadnya berhasil. Dengan jamuan maka karma dari doa para
tamu undangan menjadi milik sang yajamana.
7.
Nasmita, bahwa yadnya yang dilaksanakan bukan untuk
memamerkan kekayaan dan kemewahan.
v Apapun jenis yadnya yang kita lakukan
seharusnya yang menjadi tolok ukur adalah kualitas yadnya. Sedangkan kualitas
yadnya yang harus dicapai setiap pelaksanaan yadnya adalah Satwika Yadnya.
Tidak ada gunanya yadnya yang besar tetapi bersifat rajas atau tamas.
Selanjutnya di dalam kitab Sarasamscaya dijelaskan tentang
pelaksanaan punia atau persembahan yang berkualitas adalah sebagai berikut :
Sarwaswaswamapi yo
dadyat kalusenantaratmana,
na tena swargamapnoti
cittahmawarta karanam
Ndatan pramana kwehnya
yadyapin sakwehaning drbyanikang wwang,
punyakenanya, ndan yana angelah buddinya,
kapalangalang tan tulus tyaga, tan paphala
ika, sang ksepanya,
sraddhaning manah prasiddha karananing phala
(Sarasmuscaya 207)
Terjemahan :
“bukan besar
jumlahnya,
walaupun semua
miliknya seseorang yang ada dipuniakan,
namun jika tidak sesuai dengan buddinya,
bimbang dan tidak
tulus iklas (melepaskannya, itu tidak berpahala,
singkatnya keyakinan
pikiran yang menyebabkan berhasilnya pahala itu
”
Dari unsur sarana
atau benda upacara juga telah dijelaskan dalam kitab Bhagwadgita, IX. 26,
sebagai berikut:
Pattram pusapam phalam
toyam,
yo me bhaktya
prayacchati,
tad aham
bhaktyupahrtam
asnami prayatatmanah
(Bhagwadgita, IX. 26)
Terjemahan
“siapa yang sujud kepada-Ku dengan persembahan
setangkai daum,
sekuntum bunga, sebiji buah buahan atau
seteguk air,
Aku terima sebagai bhakti persembahan dari
orang yang berhati suci.”
Dari sloka diatas
diuraikan bahwa persembahan sekecil apapun akan diterima oleh Tuhan asalkan
persembahan itu didasari dengan hati yang tulus ikhlas. Walaupun seandainya
tidak ada upakara yang besar seperti banten, pejati bahkan canang sari, daun
atau bunga pun kita bisa persembahkan dengan hati yang suci. Yang terpenting
bukan besar atau kecilnya persembahan itu tetapi kualitas tulus atau tidaknya
suatu persembahan yang dilakukan.
1.3. BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN YAJÑA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Selanjutnya
dijelaskan tentang bentuk pelaksanaan Yajna dalam kitab Bhagavadgita IV.II yang
isinya adalah sebagai berikut:
“Ye yatha mam prapadyante
tams tathaiva bhajamy aham,
Mama vartmanuvartante
manusyah partha sarvasah”
(Bhagavadgita
IV.II)
Terjemahannya:
“Sejauh
mana orang menyerahkan diri kepada-Ku,
aku menganugrahi mereka sesuai dengan
penyerahan dirinya itu,
semua
orang menempuh jalan-Ku,
dalam
segala hal, Wahai putra Partha”
Sangat jelas dari
kedua sloka tersebut telah dinyatakan bahwa Tuhan akan menerima umatnya melalui
Yadnya yang dilakukan yang pelaksanaannya dapat dipilih oleh umat. Seperti
dengan melakukan penyerahan diri pada Tuhan, Tapa dan persembahan yang tulus
dan ikhlas.
1.4. RINGKASAN CERITA RĀMĀYANA
Prabu Dasarata dari Ayodhya
Wiracarita
Ramayana menceritakan kisah Sang Rama yang memerintah di Kerajaan Kosala, di
sebelah utara Sungai Gangga, ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan
kisah Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan
Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang
Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lakshmana dan
Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.
Pada
suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan
di tengah hutan dari gangguan para rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu
Dasarata, Rsi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang
Lakshmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian
dari Rsi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang
mengganggu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama
mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil memenangkan
sayembara dan berhak meminang Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa
Dewi Sita, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.
Prabu
Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan
Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata
sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata
menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan
hidup di hutan bersama istrinya dan Lakshmana. Akhirnya Bharata memerintah
Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.
Rama hidup di hutan
Dalam
masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu dengan berbagai
rakshasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan
Lakshmana, hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka mengadu kepada
Rawana bahwa ia dianiyaya. Rawana menjadi marah dan berniat membalas dendam. Ia
menuju ke tempat Rama dan Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia menculik
Sita, istri Sang Rama. Dalam usaha penculikannya, Jatayu berusaha menolong
namun tidak berhasil sehingga ia gugur.
Rama
yang mengetahui istrinya diculik mencari Rawana ke Kerajaan Alengka atas
petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja
Kiskindha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari
kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang
Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka
menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.
Rama menggempur Rawana
Rawana
yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para sekutunya termasuk puteranya –
Indrajit – untuk menggempur Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia
malah diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas senjata nagapasa
dan memperoleh kemenangan, namun tidak lama. Ia gugur di tangan Lakshmana.
Setelah sekutu dan para patihnya gugur satu persatu, Rawana tampil ke muka dan
pertarungan berlangsung sengit. Dengan senjata panah Brahmāstra yang sakti,
Rawana gugur sebagai ksatria.
Setelah
Rawana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Sita kembali
ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji. Rama, Sita, dan Lakshmana pulang ke
Ayodhya dengan selamat. Hanuman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi
kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim
dan menyerahkan tahta kepada Rama.
EPOS KANDA
|
RINGKASAN CERITA
|
1.
Bala
Kanda
|
Kitab
Balakanda merupakan awal dari kisah Ramayana. Kitab Balakanda menceritakan
PrabuDasarata yang memiliki tiga permaisuri,
yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Prabu Dasarata berputra
empat orang, yaitu: Rama, Bharata, Lakshmana dan Satrughna.
Kitab Balakanda juga menceritakan kisah Sang Rama yang berhasil memenangkan
sayembara dan memperistri Sita, puteri Prabu Janaka.
|
2.
Ayodhya
kanda
|
Kitab
Ayodhyakanda berisi kisah dibuangnya Rama ke hutan bersama
Dewi Sita dan Lakshmanakarena permohonan Dewi Kekayi. Setelah
itu, Prabu Dasarata yang sudah tua wafat. Bharata tidak ingin
dinobatkan menjadi Raja, kemudian ia menyusul Rama. Rama menolak untuk
kembali ke kerajaan. Akhirnya Bharata memerintah kerajaan atas nama Sang
Rama.
|
3.
Aranyaka
Kanda
|
Kitab
Aranyakakanda menceritakan kisah Rama, Sita,
dan Lakshmana di tengah hutan selama masa pengasingan. Di tengah
hutan, Rama sering membantu para pertapa yang diganggu oleh
para rakshasa. Kitab Aranyakakanda juga menceritakan kisah Sita diculik Rawana dan
pertarungan antara Jatayudengan Rawana.
|
4.
Kiskinda
Kanda
|
Kitab
Kiskindhakanda menceritakan kisah pertemuan Sang Rama dengan Raja
kera Sugriwa. Sang Rama membantu Sugriwa merebut kerajaannya
dari Subali, kakaknya. Dalam pertempuran, Subali terbunuh. Sugriwa
menjadi Raja di Kiskindha. Kemudian Sang Rama dan Sugriwa bersekutu
untuk menggempur Kerajaan Alengka.
|
5.
Sundara
Kanda
|
Kitab
Sundarakanda menceritakan kisah tentara Kiskindha yang membangun
jembatan Situbandayang
menghubungkan India dengan Alengka. Hanuman yang
menjadi duta Sang Rama pergi ke Alengka dan menghadap
Dewi Sita. Di sana ia ditangkap namun dapat meloloskan diri dan membakar
ibukota Alengka.
|
6.
Yudha
Kanda
|
Kitab
Yuddhakanda menceritakan kisah pertempuran antara laskar kera
Sang Rama dengan pasukanrakshasa Sang Rawana. Cerita
diawali dengan usaha pasukan Sang Rama yang berhasil menyeberangi lautan dan
mencapai Alengka. Sementara itu Wibisana diusir oleh Rawana karena
terlalu banyak memberi nasihat. Dalam pertempuran, Rawana gugur di tangan
Rama oleh senjata panah sakti. Sang Rama pulang dengan selamat
ke Ayodhya bersama Dewi Sita.
|
7.
Uttara
Kanda
|
Kitab
Uttarakanda menceritakan kisah pembuangan Dewi Sita karena
Sang Rama mendengar desas-desus dari rakyat yang sangsi dengan
kesucian Dewi Sita. Kemudian Dewi Sita tinggal di pertapaan
RsiWalmiki dan melahirkan Kusa dan Lawa. Kusa dan Lawa
datang ke istana Sang Rama pada saat upacara Aswamedha. Pada saat itulah
mereka menyanyikan Ramayana yang digubah oleh Rsi Walmiki.
|
TOKOH-TOKOH DALAM RAMAYANA
NO
|
TOKOH PEWAYANGAN
|
KETERANGAN
|
1
|
Rama
|
Kata
Rama berasal dari bahasa Sanskeṛta yaitu dari kata Rāma dan Ayaṇa yang
berarti “Perjalanan Rāmā”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah
oleh Valmiki keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia
berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut
pandangan Hindu, ia
merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke
bumi pada zaman Tretayuga
|
2
|
Sita
|
Sita
(Sanskerta: सीता; Sītā,
juga dieja Shinta) adalah tokoh protagonis
dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan istri dari Sri Rama,
tokoh utama kisah tersebut. Menurut pandangan Hindu, Sita merupakan
inkarnasi dariLaksmi, dewi keberuntungan, istri Dewa Wisnu. Inti
dari kisah Ramayana adalah penculikan Sita oleh Rahwana rajaKerajaan
Alengka yang ingin mengawininya. Penculikan ini berakibat dengan
hancurnya Kerajaan Alengka oleh serangan Rama yang dibantu
bangsa Wanara dari Kerajaan Kiskenda.
|
3
|
Dasarata
|
Dasarata
(Sanskerta: दशरथ: Daśaratha) adalah tokoh
dari wiracarita Ramayana, seorang raja puteraAja, keturunan Ikswaku dan
berada dalam golongan Raghuwangsa atau Dinasti Surya. Ia
adalah ayah Sri Rama dan memerintah di Kerajaan
Kosala dengan pusat pemerintahannya di Ayodhya. Ramayana
mendeskripsikannya sebagai seorang raja besar lagi pemurah. Angkatan perangnya
ditakuti berbagai negara dan tak pernah kalah dalam pertempuran
|
4
|
Kaikeyi
|
Kaikeyi
(Sanskerta: कैकेयी; Kaikeyī)
adalah permaisuri Raja Dasarata dalam wiracarita Ramayana. Ia
merupakan wanita kedua yang dinikahi Dasarata setelah permaisurinya yang
pertama tidak mampu memiliki putera. Pada saat Dasarata meminang dirinya,
ayah Kekayi membuat perjanjian dengan Dasarata bahwa putera yang dilahirkan
oleh Kekayi harus menjadi raja. Setelah Dasarata melakukan upacara besar,
akhirnya Kekayi dan premaisurinya yang lain mendapatkan keturunan. Kekayi
melahirkan seorang putera bernama Bharata.
|
5
|
Sumitra
|
Sumitra (bahasa
Sanskerta: सुमित्रा, Sumitrā)
adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah salah
seorang istri prabu Dasarata dan merupakan ibu dari Laksamana dan Satrugna.
Didalam cerita ini sumitra tidak terlalu berperan sangat penting. Jadi tidak
banyak yang bias kami ceritakan.
|
6
|
Bharata
|
Bharata
(Sanskerta: भरट; Bharaṭa)
adalah tokoh protagonis dari wiracarita Ramayana. Ia adalah putera
prabuDasarata dengan permaisuri Kekayi, dan merupakan
adik Rama. Konon Bharata adalah raja dari golonganSuryawangsa yang
sangat baik dan bijaksana setelah Rama. Menurut pandangan Hindu,
Bharata lahir dari aspekSudarshana Chakra yang terletak di tangan kanan
Dewa Wisnu.
|
7
|
Hanoman
|
Hanoman
(Sanskerta: हनुमान्; Hanumān),
adalah salah satu dewa dalam kepercayaan agama Hindu,
sekaligus tokoh protagonis. Ia adalah seekor kera putih dan
merupakan putera Batara Bayu dan Anjani, saudara
dari Subali dan Sugriwa. Di India, hanoman dipuja sebagai
dewa pelindung dan beberapa kuil didedikasikan untuk memuja
dirinya.
|
8
|
Rahwana
|
Rahwana (Devanagari: रावण, Rāvaṇa;
Dalam kisah, ia merupakan Raja Alengka,
sekaligus Rakshasa atau iblis, ribuan tahun yang lalu. Rawana
dilukiskan dalam kesenian dengan sepuluh kepala, menunjukkan bahwa ia
memiliki pengetahuan dalam Weda dan sastra. Karena punya
sepuluh kepala ia diberi nama "Dasamukha Ia juga memiliki dua puluh
tangan, menunjukkan kesombongan dan kemauan yang tak terbatas. Ia juga dikatakan
sebagai ksatria besar.
|
9
|
Laksmana
|
Laksmana
(Dewanagari: लक्ष्मण; Lakṣmaṇa) adalah tokoh protagonis dalam
wiracarita Ramayana, putera Raja Dasarata dan merupakan adik tiri dari Rama,
pangeran kerajaan Kosala. Namanya kadangkala dieja 'Laksmana', 'Lakshman',
atau 'Laxman'.
Menurut
kitab Purana, Laksmana merupakan penitisan Sesa. Shesha adalah ular yang
mengabdi kepada Dewa Wisnu dan menjadi ranjang ketika Wisnu beristirahat di
lautan susu. Shesha menitis pada setiap awatara Wisnu dan menjadi pendamping
setianya. Dalam Ramayana, ia menitis kepada Laksmana sedangkan dalam
Mahabharata, ia menitis kepada Baladewa.
|
10
|
Satrugna
|
Satrugna
(Dewanagari: शत्रुघ्न; ṣatrughna)
adalah seorang tokoh daripada wiracarita Ramayana. Ia merupakan putera Raja
Dasarata dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Ia memiliki saudara
kembar bernama Laksmana dan ia adalah yang paling bungsu di antara para
putera Dasarata
|
11
|
Wibisana
|
Wibisana
(bahasa Sanskerta: विभीषण, Vibhīshaṇa) adalah nama seorang tokoh protagonis
dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana yang menyeberang ke
pihak Sri Rama. Dalam perang besar antara bangsa Rakshasa melawan Wanara,
Wibisana banyak berjasa membocorkan kelemahan kaumnya, sehingga pihak Wanara
yang dipimpin Rama memperoleh kemenangan. Sepeninggal Rahwana, Wibisana
menjadi raja Alengka. Ia dianggap sebagai salah satu Chiranjiwin, yaitu
makhluk abadi selamanya.
|
1.5. Nilai-nilai Yajña dalam Cerita Rāmāyana
v Nilai-nilai Yajna yang
terdapat dalam cerita Ramayana adalah sebagai berikut:
·
Dewa
Yadnya,
digambarkan ketika Sita melakukan pemujaan pada Dewa Agni, dan Homa
yang dilakukan oleh para pertapa.
·
Manusa
Yadnya,
digambarkan ketika Bharata melaksanakan upacara penobatan sebagai Raja,
- Manusa Yadnya/Nara Yajña itu adalah memberi makan pada masyarakat (maweh apangan ring
Kraman) dan melayani tamu dalam upacara (athiti puja).
-Manusa Yadnya, tergambar dalam
bentuk persahabatan antara Rama dengan Sugriwa untuk saling tolong menolong.
·
Ṛsī Yadnya dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para
Ṛsī sebagai
pemimpin keagamaan, penasehat
kerajaan, dan guru kerohanian.
·
Pitra
Yadnya,
digambarkan ketika Dasarata dikremasi. Pitra Yajna, digambarkan melalui sikap
Rama yang berbhakti kepada Ayahnya dengan mentaati sumpah ayahnya.
·
Bhuta
yadnya
pada upacara Homa Yajña sebagai Yajña yang utama juga diiringi dengan ritual Bhuta
Yajña untuk menetralisir kekuatan negatif sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.
Contoh Kekawin Ramayana:
Hana sira Ratu dibya
rēngőn,
praçāsta ring rāt,
musuhnira praṇata,
jaya paṇdhita, ringaji
kabèh,
Sang Daçaratha, nāma
tā moli
Artinya:
Ada seorang Raja
besar, dengarkanlah. Terkenal di dunia, musuh baginda semua tunduk. Cukup mahir
akan segala filsafat agama, Prabhu Dasarata gelar Sri Baginda, tiada
bandingannya.
BAB II
UPAVEDA
UPAVEDA
(AJARAN
UPAVEDA SEBAGAI TUNTUNAN HIDUP)
2.1. PENGERTIAN
WEDA
Ø
Weda
berasal dari kata “Vid” artinya pengetahuan, jadi Weda berarti pengetahuan suci
yang maha sempurna dan kekal abadi mengenai Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan
perintah-perintahnya. Bahasa yang di gunakan adalah bahasa sansekerta dengan
menggunakan huruf Daiwiwa (bahasa Dewa atau Sabda Dewa).
Ø
umat
Hindu percaya bahwa isi Weda merupakan kumpulan wahyu dari Brahman (Tuhan).
Weda diyakini sebagai sastra tertua dalam peradaban manusia yang masih ada
hingga saat ini. Pada masa awal turunnya wahyu, Weda diturunkan/diajarkan
dengan sistem lisan — pengajaran dari mulut ke mulut, yang mana pada masa itu
tulisan belum ditemukan — dari guru ke siswa. Setelah tulisan ditemukan, para
Resi menuangkan ajaran-ajaran Weda ke dalam bentuk tulisan.Weda bersifat apaurusheya,
karena berasal dari wahyu, tidak dikarang oleh manusia, dan abadi.
v Weda sebagai Sabda
Suci atau Pawisik Hyang Widhi yang di
terima oleh Para Maha Rsi yang di sebut “Sapta Rsi” antara lain:
1. Maha Rsi Wasistha
2. Maha Rsi Wiswamitra
3. Maha Rsi Wamadewa
4. Maha Rsi Kanwa
5. Maha Rsi Atri
6. Maha Rsi Bharadwaja
7. Maha Rsi Grtsamada
B. Menjelaskan
Sifat-sifat Weda
Sifat Weda adalah
Anadi Ananta artinya bersifat abadi, sebagai berikut:
Ø Weda itu tidak
berawal.
Ø Weda tidak berakhir.
Ø Weda berlaku sepanjang zaman.
Ø Weda di sebut
Apauruscyam artinya weda itu tidak di susun oleh manusia melainkan di terima
oleh orang-orang suci atau maha rsi.
Ø Weda mempunyai keluwesan, tidak kaku namun
tidak berubah inti dan hakikatnya.
C. Menguraikan Kondifikasi Weda
v
Weda
secara garis besar di bagi menjadi dua kelompok yaitu:Bahwa Veda itu kitab suci
Agama Hindu yg digolongkan atas :
SRUTI
& SMRTI
v Bagaimana hubungan
keduanya? Smrti selalu merupakan bayangan dari Sruti, Smrti merupakan bentuk
ulang dari Sruti, Smrti tidak boleh bertentangan dengan Sruti, bila terjadi
demikian maka otoritas kebenaran kembali pada Sruti.
v
Sruti
: merupakan Wahyu dari Tuhan sumber Hukum tertinggi Hindu dan otoritas
kebenaran, yang terdiri atas :
- Weda Sruti
Kelompok
Weda Sruti menurut sifatnya dibedakan menjadi empat bagian yaitu:
I.
Bagian Mantra
Yaitu
berupa mantra-mantra, kitab ini di tulis dalam bentuk syair. Syair-syair
tersebut terkumpul dalam “Catur Weda Samhita”,yaitu:
1
Regweda
Ø
di
karang oleh Rsi Wyasa dan Pulaha. Merupakan Weda tertua yang berisi syair-syair
pujaan menunjukkan kebenaran yang mutlak. Pendeta penyajinya di sebut Hort
(Hotri)
2
Samaweda
Ø
dikarang
oleh Rsi Wyasa dan Jainini. Isinya merupakan pujaan yang di nyanyikan waktu
upacara. Sama berarti “irama atau melodi”. Pendeta penyajinya di sebut Udgart
(Udgarti).
3
Yajurweda
Ø
di
karang oleh Rsi Waisampayana. Merupakan mantra-mantra yang memubuat doa pujaan.
Pendeta penyajinya disebut Adwaryu. Yayurweda di bagi menjadi duan jenis yaitu:
a). Yayur Weda Hitam (Kresna Yajur Weda)
b). Yayur Weda putih ( Sukla Yajur Weda juga di
sebut Wijaseneyi Samhita)
4) Atarwaweda
Ø di karang oleh Rsi
Wyasa dan Samanthu. Merupakan mantra-mantra yang berisi tuntunan kehidupan
sehari-hari atau mantra-mantra yang memuat ajaran yang bersifat magis.
Ø Atharwa Weda terdiri dari 5.987 mantra, yang juga
banyak berasal dari Rg. Weda.
B).
Weda Smerti
Adalah
kitab yang di tulis berdasarkan ingatan yang bersumber kepada Weda Sruti. Kitab
ini juga di sebut kitab Dharmasastra, terdiri dari kata “dharma” artinya hokum
dan“sastra” artinya ilmu.
Smerti dapat di bedakan
menjadi dua kelompok yaitu:
a) Kelompok
Wedangga
Wedangga terdiri dari
kata “weda” artinya suci dan “angga” artinya badan (batang tubuh). Jadi
Wedangga adalah batang tubuh Weda. Wedangga di kelompokkan menjadi enam bagian
yang di sebut Sad Wedangga, yaitu:
Ø Siksa adalah petunjuk arah
menggunakan mantra.
Ø Wiyakarana adalah tata bahasa
dalam Weda
Ø Canda adalah Lagu
Ø Nirukta adalah penafsiran
otentik (kata dalam weda)
Ø Jyosita adalah astronomi
(penentuan hari baik atau ilmu perbintangan
Ø Kalpa adalah aturan-aturan
upacara yadnya, bagian-bagiannya yaitu:
Ø Sautasutra yaitu tata cara
upacara beryadnya
Ø Dharmasutra atau Dharmasastra
yaitu petunjuk dalam melaksanakan agama
Ø Grehyasustra yaitu tata cara
beryadnya
Ø Sulwasutra yaitu aturan dalam
membuat bangunan suci (arsitektur Bali)
b) Kelompok
Upaveda
v Berasal dari kata
“upa” artinya dekat atau sekitar dan “weda” artinya kitab suci atau
pengetahuan. Jadi, Upaweda berarti kitab weda yang menguraikan hal-hal yang ada
di sekitar weda.
v Upaveda adalah
kitab-kitab yang menunjang pemahaman Veda, disebut juga sebagai Veda tambahan
sebagai bagian yang menjelaskan weda dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti.
v Kelompok
Upaweda terdiri dari:
Ø Itihasa è cerita kepahlawanan, (Ramayana
dan Mahabharata)
Ø Purana è cerita-cerita masa
lampu tentang silsilah raja-raja, penciptaan dunia.
Ø Arthasastra è ilmu pemerintahan dan
ilmu politik (ilmu tata negara)
Ø Ayurweda è ilmu tentang obat-obatan
dan kesehatan
Ø Gandarwaweda è membahas cabang ilmu tentang
seni.
2.2. Kedudukan Upaveda dalam Veda
ð
Upaveda
diartikan sebagai Veda yang lebih kecil. merupakan kelompok kedua setelah
Vedāngga. Upa berarti dekat atau sekitar. Veda berarti pengetahuan. Dengan
demikiam Upaveda diartikan sekitar hal-hal yang bersumber dari Veda. Dilihat
dari isinya yang dibahas dalam beberapa kitab Upaveda, tampak kepada kita bahwa
tujuan penulisan Upaveda sama seperti Vedāngga. Hanya, dalam mengkhususkan
bidang tertentu. Pengkhususan yang dibahas adalah aspek pengetahuan yang
terdapat di dalam Veda dan kemudian difokuskan pada bidang itu saja sehingga
dengan demikian kita memiliki pengetahuan dan pengarahan mengenai pengetahuan
dan ilmu pengetahuan yang dimaksud.
ð
Mengenai
kedudukan Upaveda dalam Veda, dilihat dari materi isinya sudahlah jelas sesuai
arti dan tujuannya serta apa yang menjadi bahan kajian dalam kitab Upaveda itu,
maka Upaveda pada dasarnya dinyatakan mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan Veda. Tiap buku merupakan pengkhususan dalam memberi keterangan yang
sangat diperlukan untuk diketahui dalam Veda itu. Jadi kedudukannya sama dengan
apa yang kita lihat dengan Vedāngga. Kalau kita pelajari secara mendalam, maka
beberapa materi kejadian yang dibahas di dalam Purāna dan Vedāngga maupun apa
yang terdapat dalam Itihāsa, banyak dibahas ulang di dalam kitab Upaveda dengan
penajamam-penajaman untuk bidang-bidang tertentu
2.2.1 ITIHASA
Itihāsa adalah suatu
bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah-kisah epik/kepahlawanan
para Raja dan ksatria Hindu pada masa lampau dan
- dibumbui
oleh filsafat agama, mitologi, dan makhluk supernatural.
- Itihāsa
berarti “kejadian yang nyata”.
- Itihāsa
yang terkenal ada dua, yaitu Ramayana dan Mahābhārata.
Ø Ramayana
ð Kitab Ramayana
merupakan salah satu Itihāsa yang terkenal. Kitab Ramayana terdiri dari 24.000
Kitab Ramayana disusun oleh Rsi Walmiki.
Daftar
kitab:
1. Balakanda
2. Ayodhyakanda
3. Aranyakanda
4. Kiskindhakanda
5. Sundarakanda
6. Yuddhakanda
7. Uttarakanda
Ø
Mahābhārata
ð
Kitab
Mahābhārata merupakan salah satu Itihāsa yang terkenal. Kitab Mahābhārata berisi
lebih dari 100.000 sloka. Mahābhārata berarti cerita keluarga besar Bharata.
disusun oleh Rsi Vyāsa.
Daftar
kitab:
1. Adiparwa
2. Sabhaparwa
3. Wanaparwa
4. Wirataparwa
5. Udyogaparwa
6. Bhismaparwa
7. Dronaparwa
8. Karnaparwa
9. Salyaparwa
10. Sauptikaparwa
11. Striparwa
12. Santiparwa
13. Anusasanaparwa
14. Aswamedikaparwa
15. Asramawasikaparwa
16. Mosalaparwa
17. Prasthanikaparwa
18. Swargarohanaparwa
2.2.2 PURANA
ð berarti "cerita
zaman dulu") adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi,
legenda, dan kisah-kisah zaman dulu. Kata Purana berarti sejarah kuno atau
cerita kuno
- Isi-isi
pokok purana:
1. Kosmologi penciptaan alam semesta
2. Pralaya
3. Silsilah raja-raja Hindu
4. Manu-manwantara
5. Sejarah perkembangan dinasti surya
2.2.3 ARTHASASTRA
ð Jenis Ilmu
Pemerintahan Negara.
ð Isinya merupakan
pokok-pokok pemikiran ilmu politik. Sebagai cabang ilmu, jenis ilmu ini disebut
Nitisastra atau Rajadharma atau pula Dandaniti. Ada beberapa buku yang
dikodifikasikan ke dalam jenis ini yaitu :
•Kitab
Usana,
•Nitisara,
dipergunakan oleh pemimpin suatu Negara, oleh pemerintah atau pengambil
kebijakan dalam kelembagaan umat Hindu
•Ada
beberapa Acarya terkenal di bidang Nitisastra adalah Bhagawan Brhaspati,
Bhagawan Usana, Bhagawan Parasara dan Rsi Canakya.
2.2.4 AYURWEDA
ð adalah sebuah
pengetahuan pengobatan yang bersumber dari kitab Upaweda Smerti.
- Kitab
Ayurweda berbeda dengan kitab Yajur Weda. Sering sekali kedua kitab ini
dianggap sama.
•Ayurweda berisikan
tata caranya agar tetap sehat dan berumur panjang. Kitab ini berada di dalam
sub kelompok Weda Smerti Upaweda.
•Yajur Weda membahas tentang yadnya merupakan bagian dari
kelompok Mantra Weda Sruti.
•Isi kitab Ayurweda
lebih banyak mengacu atau merujuk pada kitab Mantra Atharwa Weda, bukan kepada
kitab Mantra Yajur Weda.
- Kitab
Ayurweda isinya Ulasannya jauh lebih luas dari itu. Isinya menyangkut
berbagai pengetahuan tentang kehidupan manusia (bhuana alit) yang hidup di
dunia ini (bhuana Agung), terutama yang berkaitan dengan berbagai upaya
agar manusia dapat hidup sehat dan berumur panjang.
- Menurut isi kajian yang dibahas
di dalam berbagai macam jenis Āyurveda, keseluruhannya dapat dibagi
atas delapan bidang, yaitu :
a. Śalya, yaitu ilmu tentang bedah dan cara-cara
penyembuhannya
b. Salakya, yaitu ilmu tentang berbagai macam penyakit
pada waktu itu
c. Kāyacikitsa, yaitu ilmu tentang jenis dan macam
obat-obatan
d. Bhūtawidya, yaitu ilmu pengetahuan psikoterapi
e. Kaumārabhṛtya, yaitu ilmu tentang pemeliharaan dan
pengobatan penyakit anakanak termasuk pula cara perawatannya.
f. Agadatantra, yaitu ilmu tentang pengobatan atau
toxikologi
g. Rasāyamatantra, yaitu tentang pengatahuan
kemujijatan dan cara-cara pengobatan non medis.
h. Wajikaranatantra, yaitu ilmu
tentang pengetahuan jiwa remaja dan permasalahannya
2.2.5 GANDHARWAWEDA
·
merupakan
kitab yang membahas berbagai aspek cabang ilmu seni. Ada beberapa buku penting
yang termasuk Gandharwaweda ini adalah Natyasastra (yang meliputi Natyawedagama
dan Dewadasasahasri), Rasarnawa, Rasaratnasamuscaya dan lain-lain.
BAB III
WARIGA
(HAKIKAT WARIGA DALAM
KEHIDUPAN)
Ayanūu ca yaddattaý,
adacìtimukheūu ca,
candrasūryoparàge ca, viūuve ca tadakūawam”
(Sarasamuscaya 183).
Terjemahan:
Inilah perincian waktu
yang baik, ada yang
disebut daksinayana, waktu
matahari bergerak ke
arah selatan, ada yang
disebut uttarayana, waktu
matahari bergerak ke arah
utara (dari khatulistiwa).
Ada yang dinamakan
sadacitimukha yaitu pada
saat terjadinya gerhana
bulan atau matahari,
wisuwakala yaitu matahari
tepat di khatulistiwa,
adapun pemberian dana
berupa benda pada waktu
yang demikian itu sangat
besar sekali pahalanya.
3.1. PENGERTIAN PADEWASAN
Kata “DEWASA” terdiri
dari kata;
“de” yang berarti dewa guru,
“wa” yang berarti apadang/lapang
dan
“sa” yang berarti ayu/baik.
Dewasa è satu pegangan yang
berhubungan dengan pemilihan hari yang tepat agar semua jalan atau perbuatan
itu lapang jalannya, baik akibatnya dan tiada aral rintangan.
Ø Wariga dan Dewasa, merupakan Ilmu astronomi
ala Bali
- Masalah wariga dan dewasa
mencakup pengertian pemilihan hari dan saat yang baik, ada perlu
diperhatikan beberapa ketentuan yang menyangkut masalah “wewaran, wuku,
tanggal, sasih dan dauh” dimana kedudukan masing-masing waktu itu secara
relative mempunyai pengaruh .
- Yang dimaksud dengan kalimat “alah dening” adalah “kalah dengan” atau ditafsirkan lebih
lengkap sebagai “pertimbangkan juga…” didalilkan
sebagai berikut:
-Wewaran alah dening wuku
-Wuku alah dening tanggal panglong
-Tanggal panglong alah dening sasih
-Sasih alah dening dauh
-Dauh alah dening Ning WETUniya (Sanghyang Triodasa Sakti).
- Menururt (I Ketut Bangbang Gde Rawi)
Wariga adalah asal
kata dari wara dan ika.
-
Wara = hari
-
Ika = itu (ika = iga)
Jadi WARIGA
adalah suatu ilmu yang menguraikan tentang persoalan hari-hari baik dan hari-hari
yang buruk bagi suatu pekerjaan yang akan dimulai yang disebut juga perhitungan
hala hayuning dewasa”.
(I Ketut Guweng)
Wariga bersala dari kata :
-
Wara =
Mulia/sempurna
-
I =
menuju/ mengarah
-
Ga =
Jalan / pergi
Jadi
WARIGA adalah Jalan untuk menuju
yang sempurna. (perhitungan hari sebagai petunjuk untuk menuju arah yang lebih
baik).
Untuk dapat memahami hubungan kesemuanya itu
perlu mempelajari arti wewaran dan hubungannya dengan alam ghaib.
3.1.1
WEWARAN
Yang dimaksud dengan WEWARAN, Wewaran berasal
dari kata “wara” yang dapat diartikan
sebagai hari, seperti hari senin, selasa dll. Masa perputaran satu siklus tidak
sama cara menghimpunnya. Semua unsur itu
menetapkan sifat-sifat padewasaan (baik-buruknya dewasa). Siklus ini dikenal
misalnya dalam sistim kalender hindu dengan istilah bilangan, sebagai berikut;
1.
EKA WARA
ð luang (tunggal)
2.
DWI WARA
ð menga (terbuka), pepet (tertutup).
3.
TRI WARA
ð pasah(memisahkan), beteng(mempertemukan), kajeng(kekuatan).
4.
CATUR WARA
ð sri (makmur),
laba (pemberian), jaya (unggul), menala (sekitar daerah).
5.
PANCA WARA
ð umanis (penggerak), paing (pencipta), pon (penguasa), wage
(pemelihara), kliwon (pelebur).
6.
SAD WARA
ð tungleh (tak kekal), aryang (kurus), urukung (punah), paniron
(gemuk), was (kuat), maulu (membiak).
7.
SAPTA WARA
ð redite (minggu),
soma (senin), Anggara (selasa), budha
(rabu), wrhaspati (kamis), sukra (jumat), saniscara (sabtu).
8.
ASTA WARA
ð sri
(makmur), indra (indah), guru (tuntunan), yama (adil), ludra
(pelebur), brahma (pencipta), kala (nilai), uma (pemelihara).
9.
SANGA WARA
ð dangu
(antara terang dan gelap), jangur
(antara jadi dan batal), gigis
(sederhana), nohan (gembira), ogan (bingung), erangan (dendam), urungan
(batal), tulus (langsung/lancar), dadi (jadi).
10.
DASA WARA
ð pandita
(bijaksana), pati (dinamis), suka (periang), duka (jiwa seni/mudah tersinggung), sri (kewanitaan), manuh
(taat/menurut), manusa (sosial), eraja (kepemimpinan), dewa (berbudi luhur), raksasa (keras)
Disamping pembagian siklus yang merupakan pembagian
masa dengan nama-namanya, lebih jauh tiap wewaran dianggap memiliki nilai yang
dipergunakan untuk menentuk ukuran baik buruknya suatu hari. Nilai itu disebut
“urip” atau neptu yang bersifat tetap. Karena itu nilainya harus dihafalkan.
3.1.2 WUKU
Wuku jumlahnya 30, satu wuku memiliki umur tujuh hari,
dimulai hari minggu (raditya/redite). setiap wuku mempunyai urip/ neptu, tempat
dan dewa yang dominan, juga ke semuanya unsur itu menetapkan sifat-sifat
padewasaan.
-
1 tahun kalender
pawukon = 30 wuku, sehingga 1 tahun wuku = 30 x 7 hari = 210 hari.
Adapun nama-nama wukunya sebagai berikut;
Sita, landep, ukir,
kilantir, taulu, gumbreg, wariga, warigadean, julungwangi, sungsang, dunggulan,
kuningan, langkir, medangsia, pujut, Pahang, krulut, merakih, tambir,
medangkungan, matal, uye, menial, prangbakat, bala, ugu, wayang, klawu, dukut
dan watugunung.
- Selain dewasa yang ditentukan
berdasarkan wuku untuk melakukan suatu kegiatan atau upacara agama
tertentu, ada beberapa hari suci yang didasarkan atas perhitungan wuku,
yang dirayakan oleh umat Hindu dengan melaksanakan upacara agama.
Adapun
hari suci umat Hindu yang berdasarkan perhitungan wuku seperti , Budha Kliwon,
Tumpek, Buda Cemeng, Anggara Kasih. Cara menentukan perhitungan hari suci
berdasarkan wuku ini dapat dilakukan dengan menggunakan tangan kiri seperti
gambar berikut.
Keterangan :
Ø Perhitungan wuku dimulai dari wuku Sinta pada
angka 1 (ibu jari), dan wuku yang lainnya dihitung berturut-turut ke angka 2,
3, 4, 5, kembali ke angka 1 dan seterusnya searah jarum jam.
·
Hari suci yang yang jatuh pada hitungan :
- Ibu jari (1) Buddha Kliwon,
- Telunjuk (2) hari suci Tumpek,
- Jari tengah (3) Buddha Wage/Cemeng,
- Jari manis (4) Anggara Kasih, Kelingking
- (5)
kosong/pengembang.
·
Secara terperinci hari suci berdasarkan
Pawukun sebagai berikut :
NO
|
WUKU
|
HARI RAYA
|
1
|
Sinta
|
· Redite Pahing Sinta
disebut dengan Banyu Pinaruh, memohon anugerah kehadapan Devi Sarasvati,
berupa air suci pengetahuan.
· Soma Pon Sinta
disebut Soma Ribék, pemujaan dan persembahan ditujuakan ke hadapan Dewi Sri
(Sang Hyang Sriamérta) manifestasi Tuhan sebagai Deva Kesuburan atau Deva
Kemakmuran.
· Anggara Wage, Sinta
disebut Sabuh Mas, pemujaan ditujukan ke hadapan Dewa Mahadewa
· Buddha Kliwon Sinta
disebut hari suci Pagérwési, merupakan hari merupakan payoyang Sang Hyang
Úiwa sebagai Sang Hyang Pramesti Guru disertai oleh para Dewata menciptakan
dan mengembangkan kelestarian kehidupan di dunia.
|
2
|
Landép
|
· Saniscara Kliwon
Landép disebut Tumpek Landép merupakan hari suci pemujaan kehadapan Bhatara
Śiva dan Sang Hyang Paśupati.
|
3
|
Ukir.
|
· Redite Umanis Ukir
merupakan hari suci untuk pemujaan kehadapan Bhatara Guru. Pada hari ini umat
diharapkan memohon anugerah keselamatan dan kesejahteraan ke hadapan Bhatara
Guru yang pemujaannya dilakukan di Sanggar Kamulan.
|
4
|
Kulantir
|
· Anggara Kliwon
Kulantir disebut Anggara Kasih Kulantir, merupakan hari suci pemujaan ke
hadapan Tuhan dalam manifestasi sebagai Bhatara Mahadewa.
|
5
|
Toulu
|
|
6
|
Gumbreg
|
|
7
|
Wariga
|
· Sabtu Kliwon Wariga dinamakan
Tumpék Penguduh, Tumpek Pengatag, Pengarah, Bubuh, merupakan hari suci
pemujaan kehadapan Sang Hyang Sangkara, manifestasi dari Tuhan sebagai deva
penguasa kesuburan semua tumbuh-tumbuhan serta pepohonan.
|
8
|
Warigadean
|
· Soma Pahing
Warigadian, merupakan hari suci pemujaan ditujukan ke hadapan Bhatara Brahma
manifestasi Tuhan sebagai Dewa Api atau Dewa Penerangan
|
9
|
Julungwangi
|
|
10
|
Sungsang
|
· Wrhaspati Wage
Sungsang disebut dengan Parérébuan atau Sugihan Jawa. Pada hari ini diyakini
para Dewa dan Roh Leluhur turun ke dunia membesarkan hati umat manusia sambil
menikmati persembahan hingga hari suci Galungan tiba. Pada hari ini dilakukan
pula upacara pembersihan atau pesucian (Bhuana Agung).
· Sukra Kliwon disebut
Sugihan Bali memohon pembersihan lahir dan batin ke hadapan Ida Sang Hyang
Widi Wasa dengan cara mengheningkan pikiran, memohon air suci peruwatan dan
pembersihan.
|
11
|
Dunggulan
|
· Redite (Minggu)
pahing Dunggulan disebut Penyékéban. Pada hari ini diharapkan umat mengekang
batin (mengendalikan diri) agar selalu dalam keadaaan hening dan suci
sehingga tak dapat dikuasai oleh Sang Kala Tiga.
· Soma (Senin) Pon
Dunggulan disebut Penyajan, umat diharapkan secara bersungguh-sungguh,
benar-benar sujud dan berbakti kepada Tuhan, agar terhindar dari kekuatan
negatif Sang Hyang Kala Tiga yang pada saat itu berwujud Bhuta Dunggulan
· Anggara (Selasa)
Wage Dunggulan disebut Panampahan, diyakini pada hari ini Sang Hyang Kala
tiga turun ke dunia dalam wujud Bhuta Amengkurat, sehingga umat diharapkan
melakukan pengendalian diri serta mempersembahkan upacara Bhuta Yajña.
· Buddha (Rabu) Kliwon
Dunggulan dinamakan Galungan yang bermakna bangkitnya kesadaran, titik
pemusatan batin yang terang benderang, melenyapkan segala bentuk kegalauan
batin. Sekaligus peringatan atas terciptanya alam semesta beserta isinya
serta kemenangan Dharma melawan Adharma. Persembahan ditujukan ke hadapan Ida
Sang Hyang Widi Wasa dengan segala manifestasi-Nya. Pada hari ini setiap
rumah memasang penjor yang merupakan titah Bhatara Mahadewa yang berkedudukan
di Gunung Agung sebagai lambang kemakmuran. Setelah upacara dilaksanakan pada
pagi hari, lengkap dengan sarana persembahan lainnya, sesajen tetap dibiarkan
berada di tempat pemujaan selama satu malam. Esok paginya, semua umat patut
menyucikan diri lahir dan batin pada saat matahari terbit, mempersembahkan
wewangian dan mehon air suci, serta menyuguhkan segehan di halaman rumah.
Setelah selesai barulah sesajen-sesajen yang dipersembahkan kemarin itu dapat
diambil dan kemudian di-ayab oleh sanak keluarga.
|
12
|
Kuningan
|
· Redite Wage Kuningan
disebut dengan Pemaridan Guru atau Ulihan. Pada saat ini persembahan atas
kembalinya para dewata ke kahyangan atau surga serta meninggalkan anugerah
kehidupan (amérta) serta umur panjang kepada setiap makhluk.
· Soma Kliwon Kuningan
disebut Pemacekan Agung, mempersembahkan segehan agung kepada semua Bhūtakala
· Buddha Pahing
Kuningan merupakan beryoganya Bhatara Visnu dan memberikan anugerah berupa
kesenangan, keagungan, keluwesan, daya tarik, memenuhi harapan, dan rasa
simpatik kepada umat manusia (asung wilasa).
· Sukra Wage Kuningan
disebut Penampahan Kuningan umat diharapkan mengendalikan batin dan pikiran
agar tetap jernih dan suci (pégéngén poh nirmala suksma).
· Saniscara Kliwon
Kuningan disebut Hari Raya Kuningan diperingati sebagai hari suci turunnya
para dewa dan roh leluhur ke dunia untuk menyucikan diri sambil menikmati
persemabahan umat. Persembahan sebaiknya dilakukan pagi hari sebelum jam
12.00 (tajeg surya) sebab setelah itu para dewa, pitara, roh suci leluhur
diyakini telah kembali ke khayangan.
|
13
|
Langkir
|
· Buda Wage Langkir
|
14
|
Medangsia
|
· Anggar kasih
Medangsia
|
15
|
Pujut
|
|
16
|
Pahang
|
· Buddha Kliwon Pahang
disebut Pégatwakan, persembahan ditujukan ke hadapan Sang Hyang Tunggal.
|
17
|
Krulut
|
· Tumpek Krulut
|
18
|
Merakih
|
· Buddha Wage Merakih
disebut juga Buddha Cemeng Merakih, yaitu hari suci pemujaan yang ditujukan
kehadapan Bhatara Rambut Sedhana, disebut juga Sang Hyang Rambut Kandhala
atau Sang Hyang Kamajaya penguasa artha, mas, perak, dan permata.
|
19
|
Tambir
|
· Anggarkasih Tambir
|
20
|
Medangkungan
|
|
21
|
Matal
|
· Buda Kliwon Matal
|
22
|
Uye
|
· Saniscara Kliwon Uye
disebut Tumpek Kandang. Pemujaan dan persembahan di tujukan ke hadapan Sang
Hyang Rare Anggon sebagai dewanya ternak/binatang.
|
23
|
Menail
|
· Buda Wage Menail
|
24
|
Prangbakat
|
· Anggarkasih
Prangbakat
|
25
|
Bala
|
|
26
|
Ugu
|
· Buda Kliwon Ugu
|
27
|
Wayang
|
· Saniscara Kliwon
Wayang disebut tumpek Wayang, merupakan hari pemujaan ke hadapan Bhatara
Iswara, manifestasi Tuhan sebagai penguasa alat-alat kesenian.
|
28
|
Klawu
|
· Buda Wage Klawu
|
29
|
Dukut
|
· Anggarkasih Dukut
|
30
|
Watugunung
|
· Saniscara Umanis
Watugunung disebut hari Saraswati merupakan hari Pemujaan ke hadapan Dewi
Saraswati manifestasi Tuhan sebagai penguasa Ilmu Pengetahuan.
|
Keterangan :
Rt =Wuku Rangda Tiga merupakan hari yang kurang baik
untuk melangsungkan perkawinan, barakibat perpisahan,
Tp = Wuku Tan Peguru, hari-hari buruk untuk memulai pekerjaan
penting/besar, berakibat tidak berhasil atau sukses.
3.1.3 TANGGAL & PANGLONG
ð Selain perhitungan wuku dan wewaran ada juga
disebut dengan Penanggal dan panglong. Masing masing siklusnya adalah 15 hari.
- Perhitungan PENANGGAL
dimulai 1 hari setelah (H+1) hari Tilem (bulan Mati)
- Perhitungan PANGLONG
dimulai 1 hari setelah (H+1) hari purnama (bulan penuh).
- H-1 Tilem => Purwaning Tilem
- H-1 Purnama => Purwaning Purnama
Padewasaan yang
berhubungan dengan tanggal panglong dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
-
Padewasasan menurut
catur laba (empat akibat: baik – buruk – berhasil – gagal)
-
Padewasaan berdasarkan
penanggal untuk pawiwahan (misalnya hindari menikah pada penanggal ping empat
karena akan berakibat cepat jadi janda atau duda)
-
Padewasaan berdasarkan
panglong untuk pawiwahan (misalnya hindari pangelong ping limolas karena akan
berakibat tak putus-putusnya menderita)
-
Padewasaan berdasarkan
wewaran, penanggal, dan pangelong (misalnya: Amerta dewa, yaitu Sukra penanggal
ping roras, baik untuk semua upacara)
3.1.4 SASIH
ð Sasih secara harafiahnya sama diartikan dengan
bulan. Sama sepertinya kalender internasional, sasih juga ada sebanyak 12 sasih
selama setahun, perhitungannya menggunakan “perhitungan Rasi” sesuai dengan
tahun surya (12 rasi = 365/366 hari) dimulai dari 21 maret. Padewasaan menurut
sasih dikelompokkan dalam beberapa jenis kegiatan antara lain: untuk membangun,
pawiwahan, yadnya, dll. adapun pembagian sasih tersebut adalah;
1.
Kasa = Rekata = Juni–
Juli.
2.
Karo = Singa = Juli
–Agustus.
3.
Ketiga = Kania =
Agustus – September.
4.
Kapat = Tula =
September – Oktober.
5.
Kelima = Mercika =
Oktober – November.
6.
Kenem = Danuh =
November – Desember.
7.
Kepitu = Mekara =
Desember – Januari.
8.
Kewulu = Kumba =
Januari – Februari.
9.
Kesanga = MIna =
Februari – Maret.
10. Kedasa = Mesa = Maret – April.
11. Jiyestha = Wresaba = April – Mei.
12. Sadha = Mintuna = Mei – Juni.
Agama Hindu
mempergunakan panduan sasih antara sasih Candra dengan Sasih Surya sehingga ada
perhitungan “pengrapetang sasih”. Hal ini dilakukan karena disadari betul bahwa
bulan dan matahari mempunyai pengaruh besar terhadap bumi dan isinya. Selain
penentuan Padewasan, hari suci agama Hindu, yang berdasarkan sasih adalah:
a.
Pada hari Purnama
beryoga Sang Hynag Candra (wulan),
Pada hari Tilem beryoga Sang Hynag Surya. Jadi pada hari Purnama-Tilem adalah
hari penyucian Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu Sang Hyang Surya dan Sang Hyang
Candra. Pada waktu Candra Graha (gerhana bulan) pujalah beliau dengan
Candrastawa (Somastawa). Pada waktu Sūrya graham (gerhana matahari) pujalah
beliau dengan Sūryacakra Bhuanasthawa.
b.
Sasih Kapat Purnama
Kapat merupakan beryoganya Bhatara Parameswara, beliau Sang hynag Purusangkara
diiringi oleh Para Dewa, Widyadara-Widyadari dan para Rsigna. Selanjutnya pada
Tilem dapat dilakukan penyucian batin, persembahan kepada Widyadara-widyadari.
c.
Sasih Kepitu Purwaning
Tilem Kepitu disebut hari Sivaratri, yaitu beryoganya Bhatara Siva dalam rangka
melebur kotoran alam semesta termasuk dosa manusia. Pada hari ini umat Hindu
melakukan Bratha Sivaratri, yaitu Mona, Upawasa, dan Jagra.
d.
Sasih Kesanga Tilem
Kesanga adalah hari pesucian para dewata, dilakukan Bhuta Yajna, yaitu tawur
agung kesanga sebagai tutup tahun Saka.
e.
Sasih Kedasa Penanggal
1 (bulan terang pertama) sasih Kedasa disebut hari Suci Nyepi, yaitu tahun baru
Saka. Pada saat ini turunlah Sang Hyang Darma. Purnama Kedasa beryoganya Sang
Hyang Surya Amertha pada Sad Khayangan Wisesa.
f.
Sasih Sada Pada
Purnama Sadha, patutlah umat Hindu memuja Bhatara Kawitan di Sanggah Kemulan.
3.1.5
DAUH
Padewasan menurut dauh merupakan ketetapan dalam
menentukan waktu yang baik dalam sehari guna penyelenggaraan suatu
upacara-upacara tertentu. Pentingnya dari dewasa dauh akan sangat
diperlukan apabila upacara-upacara yang akan dilakukan sulit mendapatkan hari
baik (dewasa ayu). Dauh jika dibandingkan mirip dengan pembagian waktu
menurut jam, namun bedanya hanya penempatan panjangnya waktu. Hitungan jam
dalam sehari dibagi 24, hingga sehari dalam hitungan jam panjangnya 24 jam.
Dalam perhitungan dewasa dauh mengandung makna dalam
waktu satu hari terdapat dauh (waktu-waktu tertentu) yang cocok untuk
melakukan suatu kegiatan. Signifikasi dari dewasa dauh diperlukan
apabila upacaraupacara yang dilakukan sulit mendapatkan hari baik (dewasa ayu).
Dalam perhitungan dewasa berdasarkan dauh mempunyai beberapa hitungan,
yakni berdasarkan Panca dauh dan Asta dauh.
Ø Yang dimaksud dengan WETU adalah kodrat atau
kehendak Hyang Widhi sebagai Yang Maha Kuasa mengatur dan menetapkan segalanya.
dan semua itu bisa berjalan dengan yadnya yang berdasarkan MANAH (pikiran)
hening suci nirmala.
Dalam pengertian ini ditafsirkan bahwa ala
ayuning dewasa dapat dikecualikan dalam keadaan yang sangat mendesak, tetapi
menggunakan upacara dan upakara tertentu.
Misalnya jika tidak dapat dihindarkan
melaksanakan upacara penguburan mayat secara massal sebagai korban peperangan,
huru-hara, dll., maka padewasaan dapat dikecualikan dengan upacara maguru
piduka, macaru ala dewasa, mapiuning di Pura Dalem, Ngererebuin, dll.
ð Berarti, sejelek-jeleknya Padewasaan itu dapat
di ruat dengan banten yang disebut dengan pamarisudha mala dewasa, dengan
tetandingan banten tersebut, asal tidak bertentangan dengan ketentuan baku
dalam sastra atau hukum agama dan disaksikan oleh Sang Hyang Triodasa Saksi (13
saksi) yaitu Aditya, Chandra / Agni, Apah, Akasa, Pritiwi, Atma, Yama, Akasa,
Ratri, Sandhya, Dwaya. Demikian disebutkan dalam kutipan Bab I Jyotisa
Wedangga.
v Pelaksanaan padewasaan dapat dikelompokkan
dalam dua bagian besar, yaitu:
1. padewasaan sadina artinya sehari-hari, dan
2. padewasaan masa artinya berkala.
v Padewasaan sadina hala
& ayu yang ditentukan oleh Wewaran dan Pawukon (wuku) sebagai berikut:
adalah padewasaan menurut Pawukon, pada saat
mana terjadi pertemuan urip Pancawara dan urip Saptawara menjadi 13
(tiga belas) beruntun tiga kali, yaitu: Sukra Pon, Saniscara Wage, dan Redite
Kliwon.
Hari-hari
itu jatuh pada Wuku: Kulantir, Tolu, Julungwangi, Sungsang, Medangsia, Pujut,
Tambir, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Dukut, dan Watugunung.
adalah
pertemuan urip Saptawara dan urip Pancawara14 (empat belas), yaitu Sukra
Kliwon pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala, Watugunung;
Saniscara Umanis pada Wuku: Tolu, Sungsang, Pujut, Medangkungan, Bala,
Watugunung; dan Redite Paing pada Wuku: Sinta, Gumbreg, Dungulan, Pahang,
Matal, Ugu.
Selanjutnya mari kita
ikuti perumusan – perumusan Urip Wewaran:
Urip
Panca wara;
-
Umanis (5),
-
Pahing (9),
-
Pon (7),
-
Wage (4),
-
Kliwon (8).
Urip Sapta wara;
-
Soma/Senin (4),
-
Anggara/Selasa (3),
-
Budha/Rabu (7),
-
Wraspati/Kamis (8),
-
Sukra/Jumat (6),
-
Saniscara/Sabtu (9).
Urip Wuku;
Sita (7), landep (1), ukir (4), kilantir (6),
taulu (5), gumbreg (8), wariga (9), warigadean (3), julungwangi (7), sungsang
(1), dunggulan (4), kuningan (6), langkir (5), medangsia (8), pujut (9), Pahang
(3), krulut (7), merakih (1), tambir (4), medangkungan (6), matal (5), uye (8),
menial (9), prangbakat (3), bala (7), ugu (1), wayang (4), klawu (6), dukut (5)
dan watugunung (8).
INGKEL
ð
Ingkel (pantangan)
mulai dari Redite/Minggu dan berakhir pada Saniscara/Sabtu (7 hari) dan
bilangan wuku dibagi 6, sisa;
·
Wong / yang berhubungan dengan Manusia.
·
Sato / yang berhubungan dengan Hewan.
·
Mina / yang berhubungan dengan Ikan.
·
Taru / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berkayu.
·
Buku / yang berhubungan dengan Tumbuhan Berbuku.
TALI WANGKE
ð Jatuh pada wuku-wuku
tertentu yang merupakan pantangan untuk melakukan hari-hari penting untuk
sesuatu yang hidup.
ð
Tali
artinya pengikat, Wangke artinya mayat.
ð Jadi Tali Wangke
artinya pengikat mayat / kematian. Hari
buruk untuk kehidupan,sesuatu yang hidup
dan merupakan hari baik untuk benda mati, membuat jerat, pagar, dan perangkap.
Adapun
rahina tali wangke dalam wuku sebagai berikut:
NO
|
Wuku
|
Rahina
|
1
|
Uye
|
Soma-Kliwon
|
2
|
Wayang
|
Anggara-Umanis
|
3
|
Landep
|
Buda-Pahing
|
4
|
Wariga
|
Wrhaspati-Pon
|
5
|
Kuningan
|
Sukra-Wage
|
6
|
Klurut
|
Saniscara-Kliwon
|
3.2. HAKIKAT PADEWASAN
v Pada hakikatnya ilmu padewasan dan wariga adalah merupakan
bagian dari ilmu astronomi di dalam agama Hindu termasuk bidang Vedangga.
Sebagaimana halnya dengan cabang-cabang ilmu Veda lainnya fungsi Vedangga
bertujuan untuk melengkapi Veda, maka jelas kalau penggunaan wariga dan dewasa
bertujuan untuk melengkapi tata laksana agama.
Jadi
secara hakiki fungsi dari wariga adalah pelengkap
dalam ilmu agama yang bertujuan untuk memberikan ukuran atau pedoman dalam
mencari dewasa. Dewasa sebagai suatu kebutuhan dalam pelaksanaan aktivitas
hidup umat Hindu bertujuan memberikan rambu-rambu kemungkinan-kemungkinan
pengaruh baik-buruk hari terhadap berbagai usaha manusia.
Baik buruk hari
mempunyai akibat terhadap nilai hasil dan guna suatu perbuatan, misalnya:
1.
Melihat
cocok atau tidak cocoknya perjodohan oleh karena pembawaan dari pengaruh
kelahiran yang membawa sifat tertentu kepada seseorang
2.
Melihat
cocok atau tidaknya mulai membangun, membuat pondasi, mengatapi rumah, pindah
rumah, dan sebagainya.
3.
Melihat
baik atau tidaknya untuk melakukan upacara ngaben, atau atiwa-tiwa
4.
Melihat
baik atau tidaknya untuk melakukan segala macam upacara kesucian yang ditujukan
kepada Dewa-Dewa.
5.
Melihat
baik tidaknya untuk melakukan kegiatan termasuk bidang pertanian dan
lain-lainnya.
v Adanya gambaran
tentang baik atau tidak baiknya suatu hari untuk melakukan suatu kegiatan orang
diharapkan lebih bersifat hati-hati dan tidak boleh gegabah. Ini diharapkan
tidak memengaruhi keimanan terhadap Tuhan melainkan menjadi dasar pelaksanaan
sradha dan bhakti (iman dan taqwa), sehingga apa yang diharapkan bisa tercapai
dengan baik.
Secara hakikat seperti
yang dijelaskan pada maksud dan tujuan wariga dan dewasa adalah:
1.
Memberi
ukuran atau pedoman yang perlu dilakukan oleh orang yang akan melaksanakan
suatu pekerjaan berdasarkan ajaran agama Hindu dengan harapan bisa berhasil
dengan baik
2.
Untuk
memberi penjelasan tentang berbagai kemungkinan akibat yang timbul akibat
pemilihan hari yang dipilih sehingga memberikan alternatif lain yang akan
dipilih.
3.
Sebagai
suplemen dalam mempelajari Veda dan agama Hindu sehingga dalam menjalankan
ajarannya bisa dilaksanakan secara tepat sesuai pengaruh waktu dan
planet-planet yang berpengaruh pada waktu-waktu tertentu.
3.3. MENENTUKAN PADEWASAN
3.3.1 CARA MENENTUKAN
WEWARAN
v Cara mencari EKA WARA
Ø Yaitu
dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara pada suatu hari,
Ø Jika
ganjil = Luang,
Ø Jika genap
= kosong.
v Cara
mencari DWI WARA
Ø Yaitu
dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara pada suatu hari,
Ø Jumlah
Genap =Menga
Ø Jumlah
Ganjil = Pepet (Bambang Gde Rawi)
Contoh :
-Saniscara (9) + Kliwon (8) = 17 (Pepet)
®
|
®
|
®
|
®
|
®
|
2
PAING
|
4
WAGE
|
1
UMANIS
|
3
PON
|
5
KLIWON
|
Ket :
a). Perhitungan wuku dimulai dari angka 2,4,1,3 5, dan kembali
keangka 2 dst
b). perhitungan pancawara mengikuti urutan angka, 1 = umanis, 2 = paing,
3 = pon, 4 = wage, 5 = kliwon
c). ® adalah
singkatan dari Redite, yang selalu menjadi dasar perhitungan dimana wuku itu
jatuh disanalah Reditenya dan untuk menghitung hari berikutnya dihitung
berdasarkan urutan angka.
v
Cara
mencari TRI WARA & SAD WARA

No
|
Tri Wara
|
Sad Wara
|
1
|
Pasah
|
Tungleh
|
2
|
Beteng
|
Aryang
|
3
|
Kajeng
|
Urukung
|
4
|
Pasah
|
Paniron
|
5
|
Beteng
|
Was
|
6
|
Kajeng
|
Maulu
|
Ket :
a) Perhitungan
wuku dimulai dari wuku sinta pada angka 1, landep 2, dst kembali ke angka 1
b) Perhitungan
wewaran mengikuti urutan angka
c)
® = Redite, menjadi dasar perhitungan
Contoh :
-Tentukan tri wara dan sad wara dari wuku Dunggulan (R5):
-Redite Dunggulan = Beteng, Was
-Soma Dunggulan = Kajeng, Maulu
-Anggara Dunggulan =
Pasah, Tungleh
-Buda Dunggulan = Beteng, Aryang
-Wraspati Dunggulan =
Kajeng, Urukung
-Sukra Dunggulan = Pasah, Paniron
-Saniscara Dunggulan = Beteng, Was

NO
|
CATUR WARA
|
ASTA WARA
|
1
|
Sri
|
Sri
|
2
|
Laba
|
Indra
|
3
|
Jaya
|
Guru
|
4
|
Menala
|
Yama
|
5
|
Sri
|
Rudra
|
6
|
Laba
|
Brahma
|
7
|
Jaya
|
Kala
|
8
|
Menala
|
Uma
|
Ket :
a) Perjitungan
wuku dimulai dari sinta 1, landep 8, ukir 7, kulantir 6, taulu 5, gumbreg 4,
wariga 3, warigadean 2, julungwangi 1, dst
b) Perhitungan
wewaran mengikuti angka
c) ® = Redite menjadi dasar perhitungan
d) (D) = Dunggulan , merupakan wuku
perkecualian yang diikuti oleh Jaya
Tiga & Kala Tiga
Yaitu :
Redite Dunggulan
= Jaya
Tiga & Kala Tiga
Soma
Dunggulan =
Jaya
Tiga & Kala Tiga
Anggara
Dunggulan = Jaya Tiga & Kala Tiga

No
|
Sanga Wara
|
1
|
Dangu
|
2
|
Jangur
|
3
|
Gigis
|
4
|
Nohan
|
5
|
Ogan
|
6
|
Erangan
|
7
|
Urungan
|
8
|
Tulus
|
9
|
Dadi
|
Ket :
a) Perhitungan
euku dimulai dari wuku sinta 7, landep 5, ukir 3, kulantir 1, taulu 8, gu,breg
6, wariga 4, warigadean 2, julungwangi 9,
sungsang kembali keangka 7, dst
b) ® = Redite
yg menjadi dasar perhitungan
c) Perhitungan
wewaran mengikuti urutan angka
d) Wuku sinta
adalah perkecualian yang diikuti oleh Dangu 4
-Redite
Sinta = Dangu
-Soma
Sinta = Dangu
-Anggara
Sinta = Dangu
-Buda
Sinta = Dangu
-Wraspati
Sinta = Jangur
-Sukra
Sinta = Gigis
-Saniscara
Sinta = Nohan
v
Cara mencari DASA WARA
Yaitu
dengan menjumlahkan urip sapta wara dengan pancawara pada suatu hari
Urip
|
Dasa Wara
|
10
|
Pandita
|
11
|
Pati
|
12
|
Suka
|
13
|
Duka
|
14
|
Sri
|
15
|
Manu
|
16
|
Manusa
|
7 / 17
|
Raja
|
8 / 18
|
Dewa
|
9
|
Raksasa
|
URIP PANCA WARA
|
URIP SAPTA WARA
|
||
Umanis
|
5
|
Redite
|
5
|
Paing
|
9
|
Soma
|
4
|
Pon
|
7
|
Anggara
|
3
|
Wage
|
4
|
Budha
|
7
|
Kliwon
|
8
|
Wraspati
|
8
|
Umanis
|
5
|
Sukra
|
6
|
Saniscara
|
9
|
||
Redite
|
5
|
Contoh :
-Wraspati Julungwangi
1). Luang
2). Menga (8+9= 17)
3). pasah
4). Sri
5). Paing
6). Tungleh
8). Rudra
9). Nohan
10). Raja
TIKA
( Kebiasaan Umat dengan
Uraian Lontar Sundarigama)
Wuku/Hari
|
Redite
|
Coma
|
Anggara
|
Buda
|
Wrespati
|
Sukra
|
Saniscara
|
Sinta
|
+
|
*
|
*
|
β
|
|||
Landep
|
0
|
T
|
|||||
Ukir
|
*
|
W
|
|||||
Kulantir
|
@ 0
|
||||||
Tolu
|
|||||||
Gumbreg
|
β 0
|
||||||
Wariga
|
T
|
||||||
Warigadean
|
*
|
W
|
0
|
||||
Julungwangi
|
@
|
||||||
Sungsang
|
*
|
*0
|
|||||
Dunggulan
|
*
|
*
|
*
|
β
|
|||
Kuningan
|
*
|
*
|
*
|
T0
|
|||
Langkir
|
W
|
||||||
Medangsia
|
@
|
||||||
Pujut
|
0
|
||||||
Pahang
|
β
|
||||||
Krulut
|
0
|
T+
|
|||||
Merakih
|
W
|
*
|
|||||
Tambir
|
@ 0
|
||||||
Medangkungan
|
|||||||
Matal
|
β 0
|
||||||
Uye
|
T
|
||||||
Menail
|
W
|
0
|
|||||
Prangbakat
|
@
|
||||||
Bala
|
0
|
||||||
Ugu
|
β
|
||||||
Wayang
|
*
|
T 0
|
|||||
Kulawu
|
W
|
||||||
Dukut
|
@
|
||||||
Watugunung
|
0
|
*
|
Keterangan:
β = Buda Kliwon
T =
Tumpek
@ = Rahina Anggarkasih
W= Buda Wage
0 = Kajeng
Kliwon
+ = Hari
suci tambahan menurut kebiasaan masyarakat Hindu
* = hari
suci yang disarankan oleh Sundarigama
v
Cara menentukan pasang surutnya Kehidupan menurut Periode
Kelahiran dengan mencari Urip Rahina
(menjumlahkan urip Saptawara + Urip Pancawara) pada kelahiran.
SRI SEDANA (PERIODE KELAHIRAN)
UMUR
|
URIP PANCAWARA + URIP SAPTA WARA
|
||||||||||||||||
7
|
8
|
9
|
10
|
11
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
17
|
18
|
||||||
0-6
|
4
|
4
|
2
|
1
|
2
|
0
|
0
|
1
|
2
|
0
|
1
|
2
|
|||||
7-12
|
1
|
1
|
2
|
0
|
4
|
5
|
1
|
0
|
0
|
3
|
1
|
5
|
|||||
13-18
|
4
|
0
|
1
|
4
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
|||||
19-24
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
5
|
4
|
1
|
2
|
5
|
0
|
|||||
25-30
|
0
|
0
|
4
|
1
|
8
|
4
|
0
|
4
|
5
|
0
|
0
|
5
|
|||||
31-36
|
2
|
3
|
1
|
3
|
1
|
0
|
1
|
0
|
2
|
1
|
1
|
1
|
|||||
37-42
|
0
|
0
|
4
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
3
|
1
|
4
|
|||||
43-48
|
7
|
0
|
0
|
1
|
0
|
5
|
4
|
1
|
1
|
5
|
0
|
||||||
49-54
|
7
|
4
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
2
|
2
|
1
|
|||||||
55-60
|
4
|
0
|
4
|
0
|
4
|
5
|
1
|
0
|
4
|
||||||||
61-66
|
2
|
4
|
1
|
4
|
5
|
2
|
1
|
4
|
|||||||||
67-72
|
0
|
2
|
1
|
1
|
0
|
2
|
0
|
||||||||||
73-78
|
5
|
1
|
0
|
1
|
5
|
0
|
|||||||||||
79-84
|
0
|
4
|
1
|
5
|
2
|
||||||||||||
85-90
|
4
|
0
|
1
|
1
|
|||||||||||||
91-96
|
2
|
0
|
4
|
||||||||||||||
97-102
|
4
|
0
|
|||||||||||||||
103-108
|
0
|
||||||||||||||||
URIP PANCA WARA
|
URIP SAPTA WARA
|
||||||||||||||||
Umanis
|
5
|
Redite
|
5
|
||||||||||||||
Paing
|
9
|
Soma
|
4
|
||||||||||||||
Pon
|
7
|
Anggara
|
3
|
||||||||||||||
Wage
|
4
|
Budha
|
7
|
||||||||||||||
Kliwon
|
8
|
Wraspati
|
8
|
||||||||||||||
Umanis
|
5
|
Sukra
|
6
|
||||||||||||||
Saniscara
|
9
|
||||||||||||||||
Redite
|
5
|
||||||||||||||||
Keterangan :
0.
=
Kesakitan (penderitaan)
1.
=
Penghasilan sedikit
2.
=
madya (sedang)
3.
=
Baik
4.
=
Baik sekali
5.
=
Hidup senang
6.
=
Hidup Mewah
7.
=
apa yang diinginkan tercapai (hidup sukses
3.4. MACAM-MACAM PADEWASAN UNTUK UPACARA AGAMA
Waktu-waktu yang ditentukan
tersebut akan memberikan pahala yang sangat besar. Jadi untuk mendapatkan suatu
hasil atau pahala yang baik dari suatu kegiatan (upacara agama) ditentukan oleh
waktu yang tepat dari pelaksanaannya. Berangkat hal tersebut di bawah ini akan
diberikan beberapa contoh padewasan untuk melakukan upacara agama yang termasuk
kedalam upacara Panca Yajña.
1.
Melakukan Upacara Dewa Yajña
Selain upacara agama yang
dilakukan pada hari-hari suci baik yang ditentukan berdasarkan atas wewaran,
wuku, penanggal, panglong, sasih, yang dirayakan oleh umat Hindu secara berkala
dan berkelanjutan, dalam kesempatan ini akan diberikan contoh-contoh padewasan
untuk nangun (memulai) upacara Dewa
Yajña.
a)
Sasih
yang baik untuk melakukan Dewa Yajña: Kapat, kelima, kedasa.
b)
Amerta
Bhuana : Dewasa Ayu untuk Dewa Yadnya, Pemujaan Tuhan Yang Maha Esa serta
leluhur untuk mendapat kesejahteraan.
c)
Amerta
Dewa : Hari baik melaksanakan dharma, Panca Yajña:, khususnya Dewa Yajña: juga
hari yang baik digunakan untuk membangun khayangan/tempat-tempat suci
d)
Amerta
Masa : Hari yang baik untuk melakukan Panca Yajña dalam rangka memohon
kesejahteraan
e)
Ayu
Nulus : Hari yang baik untuk melaksanakan Yajña, pekerjaan, usaha dan kegiatan
yang berlandaskan dharma
f)
Dauh
Ayu : hari yang baik untuk melaksanakan Panca Yajña
g)
Dewa
ngelayang : dewasa yang baik memuja Ida Sang Hyang Widi, membangun kahyangan,
pura, maupun sanggah.
h)
h.
Dewa Werdi : hari baik untuk melaksanakan Panca Yajña, khusunya Dewa Yajña.
2.
Melakukan Upacara Bhuta Yajña
Upacara Bhuta Yajña yang
dilakukan oleh umat Hindu pada hari-hari suci yang telah ditentukan
berdasarakan wewaran, wuku, sasih, penanggal panglong termasuk pada saat
piodalan di pura-pura, mrajan atau tempat suci lainnya. Selain itu dilakukan
pula nangun (membangun/memulai) Bhuta Yajña di luar ketetapan tersebut. Dewasa
yang baik untuk melakukan upacara Bhuta Yajña sebagai berikut:
a)
Sasih
baik untuk Bhuta Yadnya: keenem dan kesanga.
b)
Dewa
Mentas: Hari yang cocok untuk melaksanakan Bhuta Yajna dan upacara penyucian
diri dalam rangka pendidikan.
3.
Melakukan Upacara Pitra Yajña
Untuk upacara Pitra Yajña terkait
dengan keputusan Kesatuan Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-aspek Agama
Hindu I s/d XV, terkait dengan Jenis-jenis Padewasan untuk upacara Pitra Yajña
(atiwa-tiwa) dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a)
Padewasan
yang sifatnya amat segera atau dadakan, atiwa-atiwa segera bisa dilakukan
dengan mengacu pada wariga, dewasa, dan kekeran (aturan) desa. Adapun larangan
atiwa-tiwa adalah Pasah, Anggara Kasih, Buddha Wage, Buddha Kliwon, Tumpek,
Purwani Purnama, dan Tilem.
b)
Pedewasan
serahina (sehari-hari) adalah bila pelaksanaan atiwa-tiwa tersebut dilaksanakan
lebih dari tujuh hari dan memperhatikan padewasan serahina yang perhitungannya
berdasarkan wewaran, wuku, dan dauh.
c)
Padewasan
berjangka (berkala), adalah pelaksanaan atiwa-tiwa berdasarkan jangka waktu
tertentu (berkala) yang perhitungannya berdasarkan wewaran, wuku, tanggal,
panglong, sasih, dan dauh, dan disertai dengan sasih yang baik yaitu Kasa,
Karo, Ketiga.
Selain itu di bawah ini
disebutkan beberapa contoh waktu yang baik untuk melalukan pemujaan kepada
leluhur atau Pitra Yajña yaitu:
1) Sasih yang baik untuk
memukur (atmawedana) : kedasa
2) Sasih yang baik untuk
Pitra Yajña : kasa, karo, ketiga
3) Amerta Akasa: Hari
baik untuk pemujaan kepada leluhur guna memperoleh pengetahuan serta berwawasan
yang lebih luas.
4) Sedana Tiba : Dewasa
Ayu mengadakan upacara terhadap leluhur di sanggah/mrajan.
Yang
Harus dihindari:
- Kala Gotongan adalah hari
yang pantang untuk mengubur, kremasi, ngaben (atiwa-tiwa) karena berakibat
kematian berturut-turut. Tapi hari ini baik untuk pekerjaan dengan cara
memikul atau bergotong royong.
- Was Penganten : pantang
untuk mengubur ataupun kremasi, karena dapat berakibat banyak orang sakit
atau meninggal.
4.
Upacara Manusa Yajña
Jenis dari pelaksanaan upacara
Manusa Yajña sangat banyak, yaitu mulai dari janin berada dalam kandungan
hingga meninggal. Saat bayi lahir sesungguhnya ia telah mencari hari yang baik
bagi kelahirannya. Pada tahap selanjutnya dilakukan rangkaian upacara hingga
meningkat dewasa melalui upacara Rajasewala atau Rajasinga. Pada tahap
selanjutnya setelah masa Brahmacari dilanjutkan masa Grhastha Asrama yaitu masa
berumah tangga. Memasuki masa berumah tangga didahului dengan proses upacara
sarira samskara berupa upacara Pawiwahan.
Penentuan hari yang baik dalam
upacara wiwaha sangat diharapkan, karena hal ini akan memberikan pengaruh terhadap
eksistensi rumah tangga. Sebelum terjadinya proses pewiwahan (perkawinan) dan
dikukuhkan dengan melaksanakan upacara perkawinan dalam memilih pasangan hidup
didasarkan atas bibit, bebet, dan bobot. Dalam penentuan pilihan ini ada pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan untuk menentukan dasar pilihan, salah satunya didasarkan atas
primbon perjodohan. Hal ini diyakini memberikan pengaruh terhadap perkawinan.
Ada beberapa primbon perjodohan
sebagai rambu-rambu dalam memilih pasangan hidup yang didasarkan dasar
wewarigan.
a.
Perjodohan Berdasarkan Sapta Wara Kelahiran lanang (laki-laki) wadon
(perempuan)
Minggu-Minggu
berakibat sering sakit-sakitan
Senin-Senin berakibat
buruk
Selasa-Selasa
berakibat buruk
Rabu-Rabu berakibat
buruk
Kamis-Kamis berakibat
yuana (awet), senang
Jumat-Jumat berakibat
melarat
Sabtu-Sabtu berakibat
yuana, senang
Minggu-Senin berakibat
banyak penyakit
Minggu - Selasa
berakibat melarat
Minggu- Rabu berakibat
yuana, senang
Minggu-Kamis berakibat
konflik
Minggu-Jumat berakibat
yuana, senang
Minggu-Sabtu berakibat
melarat
Jumat-Sabtu berakibat
celaka
Senen-Selasa berakibat
yuana (rupawan), senang
Senen-Rabu berakibat
beranak wadon (perempuan)
Senen Kamis berakibat
disukai orang
Senen-Jumat berakibat
yuana, senang
Senen-Sabtu berakibat
rezekian
Selasa-Rabu berakibat
kaya
Selasa-Kemis berakibat
kaya
Selasa-Jumat berakibat
pisah/cerai
Selasa-Sabtu berakibat
sering konflik
Rabu-Kamis berakibat
yuana, senang
Rabu-Jumat berakibat
yuana, senang
Rabu-Sabtu berakibat
baik
Kemis-Jumat berakibat
yuana, senang
Kemis-Sabtu berakibat
pisah/cerai
b.
Jodoh berdasar Gabungan atau jumlah neptu (urip) Panca Wara dan Sapta Wara laki
dan perempuan, kemuadian dibagi 5. Dan sisa menujukan pengaruh yang ditimbulkan
dari perjodohan
-
Sisa
1 : SRI, berarti rumah tangga beroleh rezeki
-
Sisa
2 : DANA, berarti rumah tangga keadaan keuangan baik
-
Sisa
3 : LARA berarti anggota rumah tangga dalam kesusahan atau kesakitan
-
Sisa
4 : PATI berarti kesengsaran, mungkin bisa menemui kematian atau kehilangan
rezeki
-
Habis
dibagi : LUNGGUH, berarti akan mendapatkan kedudukan
c.
Berdasarkan jumlah seluruh neptu dibagi empat, dan sisa menunjukan pengaruh yang
ditimbulkan dari perjodohan
-
Sisa
1 disebut GENTO berarti jarang anak
-
Sisa
2 disebut PATI berarti banyak anak
-
Sisa
3 disebut SUGIH berarti banyak rezeki
-
Habis
di bagi disebut PUNGGEL berarti kehilangan rezeki, cerai atau mati
d.
Jodoh berdasarkan Pertemuan jumlah Neptu
Jumlah Neptu Sapta Wara dan Panca
Wara laki, jumlah neptu Sapta Wara dan Panca Wara si perempuan masing-masing di
bagi 9 (Sembilan), kemudian sisanya masing-masing dipertemukan :
1
dengan 1 : saling mencintai
1
dengan 2 : baik
1
dengan 3 : rukun, jauh amerta
1
dengan 4 : banyak celaka
1
dengan 5 : cerai
1
dengan 6 : jauh sandang pangan
1
dengan 7 : banyak musuh
1
dengan 8 : terombang-ambing
1
dengan 9 : jadi tumpuan orang susah
1
dengan 2 : dirgahayu, banyak rezeki
2
dengan 3 : salah satu cepat mati
2
dengan 4 : banyak godaan
2
dengan 5 : sering celaka
2
dengan 6 : cepat kaya
2
dengan 7 : anak-anak bayak mati
2
dengan 8 : pendek rezeki
2
dengan 9 : panjang rezeki
3
dengan 3 : melarat
3
dengan 4 : banyak cobaan/celaka
3
dengan 5 : cepat cerai
3
dengan 6 : mendapat nugraha
3
dengan 7 : banyak godaan
3
dengan 8 : salah satu cepat mati
3
dengan 9 : kaya rezeki
4
dengan 4 : sering sakit
4
dengan 5 : banyak rencana
4
dengan 6 : kaya, banyak rezeki
4
dengan 7 : melarat
4
dengan 8 : banyak rintangan
4
dengan 9 : salah satu kalah
5
dengan 5 : keberuntungan terus
5
dengan 6 : terbatas/pendek rezeki
5
dengan 7 : sandang pangan berkepanjangan
5
dengan 8 : banyak rintangan
5
dengan 9 : terbatas sandang pangan
6
dengan 6 : besar goadaannya
6
dengan 7 : rukun
6
dengan8 : banyak musuh
6
dengan 9 : terombang-ambing
7
dengan 7 : dikuasai istri
7
dengan 8 : celaka akibat perbuatan sendiri
7
dengan 9 : panjang jodoh dan berpahala
8
dengan 8 : disenangi orang
8
dengan9 : banyak celaka
9
dengan 9 : susah rezeki
e.
Jodoh Tri Premana
Petemon (pertemuan)
laki-perempuan yang bernama Tri Premana ini didasarkan atas perhitungan jumlah
neptu Panca Wara ditambah Sad Wara ditambah Sapta Wara dari weton (kelahiran)
di pihak laki dan perempuan lalu di bagi 16 (enam belas) dan sisa dari
pembagian memiliki makna sebagai berikut :
-
Sisa
1 bermakna diliputi kebimbangan, dalam keadaan suka dan duka, baik buruk,
sehingga dituntut ketabahan
-
Sisa
2 bermakna durlaba, rezeki seret, tapi suka melancong
-
Sisa
3 bermakna sering mendapat malu dan kecewa
-
Sisa
4 bermakna susah mendapatkan sentana (keturunan)
-
Sisa
5 bermakna merana, sering sakit
-
Sisa
6 bermakna merana sering sakit
-
Sisa
7 bermakna mengalami suka duka, baik buruk dalam perjalanan hidupnya menuju
bahagia
-
Sisa
8 bermakna sukar untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-hari, bahkan sampai
kekurangan (terak)
-
Sisa
9 bermakna kurang hati-hati, kesakitan tak henti-hentinya mewarnai hidupnya,
sampai menimbulkan kekecewaan dan penyesalan hidup
-
Sisa
10 bermakna mendapatkan wibawa serta disegani bagaikan raja/ratu yang berkuasa,
sehingga dapat mengayomi keluarga
-
Sisa
11 bermakna mendapat sukses dalam perjalanan hidup, tercapai citacitanya penuh
kepuasan (sidha serta sabita)
-
Sisa
12 bermakna sedana nulus, rezeki lancar/gampang
-
Sisa
13 bermakna dirgayusa, panjang umur, rezekinya berkepanjangan
-
Sisa
14 bermakna mendapatkan kebahagiaan/kesenangan selalu
-
Sisa
15 bermakna sering mengalami kesusahan, keadaan buruk serta banyak problem
-
Sisa
16 bermakna memperoleh kebahagiaan dan kesenangan
Sebagai kelanjutan dari jenjang
perjodohan yang telah dilakukan dengan memperhatikan beberapa pertimbangan
tersebut di atas, sudah tentu diharapkan berlanjut pada jenjang perkawinan.
Perkawinan yang dimaksud adalah perkawinan yang sah baik secara agama maupun
secara hukum. Secara agama perkawinan adalah sakral. Sehingga dalam
pelaksanaannya perlu memilih hari yang baik karena akan memberikan pengaruh
pula dalam keharmonisan rumah tangga.
Berikut
ini akan diuraikan beberapa dewasa ayu untuk upacara Manusa Yajña (pawiwahan) sebagai
berikut:
a.
Mertha
Yoga : Upacara untuk Manusa Yajña. Yang termasuk ke dalam Merta Yoga yaitu ;
Soma Keliwon Landep, Soma Umanis Taulu, Soma Wage Medangsia, Soma Umanis
Medangkungan, Soma Paing Menail, Soma Pon Ugu, Soma Wage Dukut.
b.
Baik
Buruknya Sapta Wara untuk upacara Pewiwahan
1. Minggu : Buruk,
sering terjadi pertengkaran, dapat berakibat pertengkaran
2. Senin : Baik
mendapat keselamatan dan kesenangan
3. Selasa : Buruk,
suka berbantah, masing-masing tidak mau mengalah
4. Rabu : Amat baik,
berputra serta berbahagia
5. Kamis : Baik hidup
rukun, senang dan disenangi orang
6. Jumat : Baik,
tentram sentosa, tak kurang sandang pangan
7. Sabtu : Sangat
buruk, senantiasa dalam kesusahan
c.
Baik
Buruknya Penanggal /Tanggal untuk upacara Perkawinan
Tanggal 1 Dirgahayu,
sejahtera
Tanggal 2 Sidha cita,
Sidha karya, disayang keluarga
Tanggal 3 Memperoleh
banyak anak, sentana
Tanggal 4 Suami sering
sakit
Tanggal 5 Dirgahayu,
dirgayusa, selamat, sejahtera dan panjang umur
Tanggal 6 Menemui
kesusahan
Tanggal 7 Suka,
rahayu, hidup bahagia
Tanggal 8 Sering sakit
hampir meninggal
Tanggal 9 Senantiasa
sengsara
Tanggal 10 Wirya Guna,
baik
Tanggal 11 Kurang ulet
berkarya, penghasilan kurang
Tanggal 12 Mendapat
kesusahan
Tanggal 13 Mendapat
keberuntungan, terutama menyangkut pangan
Tanggal 14 Sering
berbantah, kemungkinan bisa sampai cerai
Tanggal 15 Sangat
buruk, bisa menemui kesengsaraan
d.
Baik
Buruknya Sasih hubungannya dengan upacara wiwaha (upacara pernikahan)
1. Kasa, (Srawana -
Juli) : buruk anak-anaknya menderita
2. Karo, (Bhadrawada -
Agustus) : buruk sangat miskin
3. Ketiga, (Asuji -
September) : Sedang banyak anak-anak
4. Kapat, ( Kartika -
Oktober) : baik, kaya dicintai orang
5. Kelima, (Marggasira
- Nopember) : baik, tidak kurang makan dan minum
6. Keenem (Posya -
Desember) : buruk, janda
7. Kepitu (Magha -
Januari) : baik, mendapat keselamatan, panjang umur
8. Kawolu (Palguna -
Pebruhari) : buruk kurang makan dan minum
9. Kesanga (Citra-
Maret) : buruk sekali, selalu sengsara sakit-sakitan
10. Kedasa (Waisaka -
April) : baik sekali, kaya raya selalu gembira
11. Desta (Jyesta -
Mei) : buruk, duka, sering bertengkar marah
12. Sada (Asadha -
Juni) : buruk, sakit-sakitan.
e.
Baik
buruknya Wuku hubungannya dengan upacara Manusa Yajña (Wiwaha)
- Rangda Tiga adalah wuku pantangan untuk
melakukan upacara pernikahan (wiwaha), apabila ada orang yang melakukan
pernikahan dalam wuku ini dinyatakan bisa menjanda atau menduda.
Adapun kemunculannya
pada wuku berikut; wariga, warigadian, pujut, pahang, menhil, parangbakat
- Amerta Mukti adalah baik untuk
melaksanakan upacara Manusa Yajña untuk memohon waranugraha kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dengan menyucikan diri, lahir dan batin.
- Dagdig krana adalah hari yang buruk
untuk segala upacara, terutama untuk pertemuan asmara.
- Dewa Werdi adalah hari baik untuk
melaksanakan Manusa Yajña, metatah
- Dirgayusa adalah sangat baik
melakukan upacara Manusa Yajña, tapi sangat jarang ditemukan dewasa ini
yang jatuh pada buddha pon, penanggal 10
- Panca Werdi adalah hari yang baik untuk
melaksanakan Manusa Yajña antara lain mepetik, potong gigi, dan lain-lain,
karena berpahala dirgayusa.
EmoticonEmoticon