MOKSA
(MOKSA SEBAGAI AKHIR MENURUT AGAMA HINDU)
(Sumber:
chinabuddhismencyclopedia.com)
3.1 PENGERTIAN MOKSHA
·
Moksa
berasal dari bahasa sansekerta
“muc” berarti membebaskan atau
melepaskan.
Jadi
moksa adalah suatu kelepasan atau kebebasan. Dimana kata moksa dapat
disamakan dengan nirwana, nisreyasa atau keparamarthan. Moksa juga bisa di
katakan Nirguna Brahman.
ð Yang dimaksud degan
kebebasan dalam moksa ialah terlepasnya
atman dari ikatan maya, sehingga atman dapat menyatu dengan Brahman
·
Bagi
manusia yg telah mencapai moksa berarti mereka telah mencapai alam Sat Cit Ananda.
·
Sat
cit ananda berarti kebahagiaan yang tertinggi. Setiap manusia bisa mencapai
moksa apabila ia dgn tekun mengikuti petunjuk ajaran agama. Jln yg ditunjuk
oleh agama untuk mencapai moksa adalah catur marga yoga: empat jln menuju tuhan
atau brahman.
Ciri-ciri
orang yg mencapai moksa:
-
Setiap
umat manusia mampu mencapai moksa apabila ia tekun melaksanakan ajaran
agamanya. Di antara ke emat jalan tersebut umat boleh melaksanakan salah
satunya yang mereka mampu laksanakan sesuai dengan kondisi kehidupannya.
-
Moksha
dapat dicapai di dunia ini (ketika kita hidup) dan dpt pula kita capai setelah
hidup ini berakhir. Orang yang dapat membebaskan dirinya dari pikiran, indera
dan kama dari ikatan keduniawian dan pengaruh suka duka, sedih dan senang yang
muncul dari tri guna maka manusia tersebut akan dpt mencapai klepasan itu,
sebagai mana disebutkan dalam bhagawad-gita :
“Brahmabhûtah prasannãtmã,
na sochati na
kãnkshati,
samah sarveshu
bhûteshu,
madbhaktim labhate
param”
(Bg, XVIII. 54).
Terjemahan:
Setelah
menjadi satu dengan Brahman jiwanya tentram,
tiada dhuka tiada nafsu-birahi,
memandang
semua makhluk insani sama,
ia mencapai pengabdian kepada-ku yang
tertinggi.
3.2 PEMBAGIAN MOKSHA
Dalam
ajaran agama hindu ada disebutkan beberapa tingkatan-tingkatan moksa
berdasarkan keadaan atma yang dihubungkan dengan brahman.
Adapun
Bagian-Bagiannya Dapat Dijelaskan :
1.Jiwamukti
ð Tingkatan moksa atau
kebahagiaan/kebebasan yg dpt dicapai oleh seseorang semasa hidupnya, dimana
atmannya tidak lagi terpengaruh oleh gejolak indrya dan maya (pengaruh
duniawi). Dimana keadaan atma seperti ini disamakan dengan Samipya dan Sarupya.
2.
Widehamukti
ð Tingkatan kebebasan yg
dpt dicapai oleh seseorang semasa hidupnya, dimana atma telah meninggalkan
badan wadagnya (jasadnya), tetapi roh yg bersangkutan masih kena pengaruh maya
yg tipis. Tingkat keberadaan atma dlm posisi ini disetarakan dgn brahman, namun
belum dpt menyatu dengan-nya, sbg akibat dari pengaruh maya yg masih ada.
Widehamukti dpt disejajarkan dgn salokya.
3. Purnamukti
ð Tingkat kebebassan yg
paling sempurna. Pada tingkat ini posisi atma seseorang keberadaannya telah
menyatu dgn Brahman. Setiap orang dpt mencapai posisi ini, apabila yg
bersangkutan sungguh-sungguh dgn kesadaran dan hati yg suci mau dan mampu
melepaskan diri dari keterikatan maya ini. Posisi Purnamukti dapat disamakan dengan
Sayujya.
ð Berdasarkan pada
keadaan tubuh atau lahiriah manusia, tingkatan-tingkatan atma itu dapat
dijabarkan menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Moksa (meninggalkan mayat tak tahu ajal
kematian)
2. Adi Moksa (meninggalkan abu, tahu waktu
kematian)
3. Parama / Purna Moksa (tanpa
meninggalkan mayat / bekas)
JENIS-JENIS MOKSA:
ð Secara lebih rinci
sesuai dgn uraian di atas tentang keberadaan tingkatan-tingkatan moksa maka
tingkatan-tingkatan moksa dpt dijabarkan lagi menjadi beberapa macam tingkatan.
Moksa dapat dibedakan
menjadi 4 (empat) jenisyaitu:
1.SAMIPYA
ð Suatu kebebasan yg dpt
dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia ini. Hal ini dpt dilakukan oleh
para Yogi dan oleh para Maha Rsi. Beliau dlm melakukan Yoga Samadhi dpt
melepaskan unsur-unsur maya, shg beliau dpt mendengarkan wahyu Tuhan. Dlm
keadaan yg demikian itu atman sangat dekat dgn Tuhan.
2.
SARUPYA (SADHARMYA)
ð suatu kebebasan yang
dapat dicapai oleh seseorang di dunia ini, karena kelahirannya, di mana
kedudukan atman merupakan pancaran dari kemahakuasaan Tuhan, seperti halnya Sri
Rama dan Buddha serta Sri Krsna. Walaupun atman telah mengambil suatu
perwujudan tertentu, namun ia tdk terikat oleh segala sesuatu yang ada di dunia
ini.
3. SALOKYA
ð Suatu kebebasan yang
dapat dicapai oleh Atman, dimana Atman itu sendiri telah berada dlm posisi dan
kesadaran yang sesama dengan Tuhan. Dlm keadaan seperti itu dpt dikatakan
beliau Atman telah mencapai tingkatan Dewa yang merupakan manifestasi dari
Tuhan itu sendiri.
4. SAYUJYA
ð Suatu tingkatan
kebebasan yang tertinggi dimana Atman telah dpt bersatu dgn Tuhan Yang Esa.
Dalam keadaan seperti inilah sebutan “Brahman Atman Aikyam” yang artinya :
Atman dan Brahman sesungguhnya tunggal.
Dalam
mewujudkan kebebasan tersebut sangat baik kita merenungkan dan mengamalkan
sloka di bawah ini:
Sloka:
“Sribhagavan uvacha:
Akasaram brahman paramam svabhavo dhyatmam uchyate, bhutabhavodbhavakaro
visargah karmasamjnitah”
(Bhagawad-gita. VIII.
3. 129).
Terjemahan:
Sri
bghagawan Bersabdha: Brahman (Tuhan) adalah yang kekal,
yang
maha tinggi dan adanya di dalam tiap-tiap badan perseorangan disebut Adhyatman.
Karma adalah nama yang diberikan kepada
kekuatan cipta yang menjadikan makhluk hidup.
·
Perbedaan
orang yg telah mencapai Jiwa Mukti dgn Kalangan
Masyarakat Biasa
Orang yang telah mencapai Jiwan Mukti dlm hidupnya
tdk lagi terikat pd gelombang kehidupan di dunia ini. Bagi orang yang telah
mencapai Jiwan Mukti bekerja adalah merupakan pemujaan kepada Tuhan dan semua
hasilnya diserahkan pula kepada Tuhan.
Bagi dirinya berpandangan sama terhadap baik
kegagalan maupun keberhasilan, terhadap suka dan duka, memiliki sifat cinta
kasih kepada smua makhluk di dunia ini.
Orang suci yang telah mencapai kesadaran akan
dirinya yang sejati adalah seseorang yang telah mencapai Jiwa Mukti. Ia telah
mempersembahkan setiap perbuatannya kepada Tuhan dan dengan demikian segala
perbuatannya akan menjadi ibadah.
Namun bagi masyarakat kebanyakan “biasa” yang belum
mencapai kesadaran jiwa mukti, maka semua yang dikerjakannya merupakan sesuatu
yg masih terikat dengan hasilnya. Mereka menganggap, semua pekerjaannya
dilakukan oleh dirinya, maka itu dirinya masih dipenuhi oleh sifat-sifat
egoisme. Mereka belum menyadari sepenuhnya bahwa semuannya ini ada diliputi
oleh Ketuhanan.
Begitulah perbedaan antara seseorang yang telah
mencapai jiwa mukti dengan kalangan masyarakat biasa yang masih sangat terikat
dgn akan duniawi, benda-benda duniawi yang serba ilusi. Hendaknya diantara
mereka dapat saling mengisi, mengasihi, sehingga kehidupan ini berlangsung
dengan damai, tentram, harmonis, saling mengasihi dan saling menyayangi satu
dengan yang lainnya.
3.3. JALAN
MENUJU MOKSA
Tujuan
terakhir dan tertinggi yang ingin dicapai oleh umat Hindu adalah Moksa.
ð Bebagai cara/jalan
dilakukan oleh umat Hindu guna mewujudkan tujuan utamanya ini dgn sembahyang.
Dgn sembahyang bathin seseorang menjadi tenang, dgn Dharana (menetapkan cipta),
Dhyana (memusatkan cipta) dan Samadhi (mengheningkan cita), manusai
beranggur-anggur ingin dpt mencapai tujuan hidupnya yg tertinggi yaitu bebas
dari segala ikatan keduniawian.
Empat
jalan menuju Tuhan atau pemusatan pikiran kepada Tuhan yg disebut dgn Catur
Marga Yoga.
1.
Bhakti Marga Yoga
ð proses atau cara
mempersatukan Atman dengan Brahman dgn berlandaskan atas dasar cinta kasih yg
mendalam kpd Tuhan.
Bhakti marga yoga berarti jalan cinta kasih
atau persembahan. Cinta kasih yang mendalam adlh suatu cinta kasih yang
bersifat umum dan mendalam yg disebut Maitri.
·
Bagi
seorang Bhakta cinta kasihnya kpd semua ciptaan Tuhan sangat subur dan kasih
sayangnya tanpa batas.
·
Seorang
Bhakta akan selalu berusaha melenyapkan kebenciannya kepada semua makhluk.
Sebaliknya ia akan selalu mengembangkan sifat-sifat Catur Paramita yaitu:
- Maitri =
persahabatan/persaudaraan,
- Karuna = sifat kasih sayang,
- Mudita = sifat simpati dan
peduli kpd penderitaan orang lain, dan
- Upeksa = sifat yang arif
bijaksana kpd semua ciptaan Tuhan tanpa membedakan statusnya.
2.
Karma Marga Yoga
ð Jalan atau usaha untuk
mencapai kesempurnaan atau moksa dgn perbuatan atau kebajikan tanpa pamrih. Hal
yang paling penting dari Karma Marga Yoga adalah melepaskan semua hasil kerja
dan segala perbuatannya hnya kepada Tuhan. Dalam Bhagawadgita III.19.
dinyatakan:
“tasmad asaktah satatam karyam karma
samacara,
asakto hy acaran karma param apnoti purusah”
Terjemahan:
Oleh
karena itu, laksanakan segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada
hasilnya,
sebab dengan melakukan kegiatan yang bebas
dari keterikatan,
Orang
itu sesungguhnya akan mencapai yang utama.
(Bhagawadgita
III.19)
Bagi
seorang Karmin semua perbuatan yg ia lakukan ia serahkan hasilnya kepada Tuhan,
karena penyerahan hasilnya kepada Tuhan bukan berarti kehilangan, bahkan akan
datang balasan berlipat ganda
Ajaran agama selalu menyarankan kepada umatnya agar
menjadi seorang Karma Yogin yang selalu mendambakan pedoman Rame Inggawe Sepi Ing Pamrih ( banyak
melakukan pekerjaan tanpa menginginkan imbalan atau hasilnya).
3. JnanaMarga Yoga
ð Jnana artinya
kebijaksanaan filsafat (pengetahuan). Yoga berasal dari kata Yuj artinya:
menghubungkan diri. Jnana Marga Yoga artinya mempersatukan jiwatman dengan
paramatman yang dicapai dgn jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat
pembebasan diri dari ikatan-ikatan keduniawian.
Ada tiga hal yang penting dalam
menghubungkan diri dengan Tuhan, dalam hal ini kebulatan pikiran, pembatasan
pada kehidupan sendiri, dan keadaan jiwa yang seimbang atau tenang maupun
pandangan yg kokoh, tentram, dan damai.
Ketiga hal tersebut merupakan
Dhyana Yoga. Untuk mencapai hal trsbut dgn jln Abhyasa, yaitu latihan-latihan
dan Vairagya, yaitu keadaan tidak mengaktifkan diri.
4.
Raja Marga Yoga
ð Suatu jalan mistik
(rohani) utk mencapai kelepasan atau Moksa. Dengan Raja Marga Yoga seseorang
lbh cpt utk mencapai Moksa, namun tnantangannya yg dihadapinya punlebih berat,
dimana orang yang mencapai moksa dengan jalan ini diwajibkan mempunyai seorang
guru kerohanian yg sempurna.
Adapun
tiga jalan pelaksanaan yang ditempuh oleh seorang Raja Yogin, yaitu melakukan
Tapa Brata, Yoga, dan Samadhi.
TapaBerata:
merupakan suatu latihan untuk mengendalikan emosi dan nafsu yang ada dlm diri
kita kearah yg positif sesuai dengan petunjuk ajaran kitab suci.
Yoga
dan Samadhi: latihan untuk dapat menyatukan atman dengan Brahman dengan
melakukan meditasi atau pemusatan pikiran.
ð Seorang Raja Yoga
dapat mencapai moksa dengan melalukan Astangga Yoga Yaitu delapan Tahan Yoga
untuk mencapai Moksa. Astangga Yoga di ajarkan Oleh Rsi Patanjali dalam Bukunya
Yoga Sutra Patanjali.
Astangga
Yoga:
1.Yama:
ð suatu bentuk larangan
yang hrs dilakukan oleh seseorang dari segi jasmani, seperti Tidak membunuh
(Ahimsa), berbohong (satya), tidak menginginkan sesuatu yg bukan miliknya
(Asteya), pantang melakukan hubungan seksual (Brahmacari), tidak menerima
pemberian orang lain (Aparigraha).
2.
Nyama:
ð Bentuk pengendalian
diri yg lebih bersifat rohani, misalnya: Sauca (tetap suci lahir batin),
Santosa (selalu puas dengan apa yang datang), Swadhyaya (mempelajari
kitab-kitab keagamaan), dan Iswara Pranidhana (selalu bhakti kepada Tuhan), dan
Tapa (tahan uji).
3.
Asana:
ð Sikap duduk yang menyenangkan,
teratur, dan disiplin.
4.
Pranayama:
ð Mengatur pernafasan
sehingga menjadi sempurna melalui tiga jalan yaitu: (1) Puraka (menarik napas),
(2) Kumbhaka (Menahan nafas), dan (3) Recaka (Mengeluarkan nafas).
5.
Pratyahara:
ð Mengontrol dan
mengendalikan semua indrya dari ikatan obyeknya, sehingga orang dapat melihat
hal-hal suci.
6.
Dharana:
ð Usaha-usaha untuk
menyatukan pikiran dengan sasaran yang diinginkan, terfokus pada satu obyek
tujuan yaitu Brahman.
7. Dhyana:
ð pemusatan pikiran yang
tenang, tidak tergoyahkan kepada suatu obyek. Dhyana dapat dilakukan terhadap
Ista Dewata.
8. Samadhi:
ð Penyatuan Atman, sang
diri sejati dgn Brahman) bila seseorang melakukan latihan Yoga dgn teratur dan
sungguh-sungguh ia akan dpt menerima getaran-getaran suci / wahyu Tuhan.
Didalam
kitab suci Bhagawad-gita dijelaskan hanya orang yogi yg mampu memusatkan
pikirannya pada Tuhan. Hal ini dapat kita lihat dalam sloka Bhagawad-gita
sebagai berikut:
Sloka:
“Yogiyuhjita satatam atmanam rahasi sthitah,
ekaki yata-citatma
nirasir aparigrahah”
(Bg.VI.10).
Terjemahan:
Seorang
yogi harus tetap memusatkan pikirannya
(kepada atman yg maha besar) tinggal dlm
kesunyian dan tersendiri,
menguasai dirinya sendiri,
bebas
dari anggan-anggan dan keinginan untuk memiliki.
Sloka:
“Prasanta-manasam hy enam yoginam sukham
uttamam,
upaiti santa-rajasam
brahma-bhutam akalmasam”
(Bg. VI.27).
Terjemahan:
Karena
kebahagiaan tertinggi datang pada yogin yang pikirannya tenang,
yang nafsunya tidak bergolak,
yang keadaannya bersih bersatu dengan Tuhan.
Ø Empat jalan yang
ditempuh untuk mencapai moksa itu sesungguhnya memiliki kekuatan yang sama bila
dilakukan dengan sungguh-sungguh. Maka setiap orang akan mampu mencapai moksa
walaupun dgn jalan yang berbeda namun tujuannya sama yaitu mencapai Moksa atau
bersatunya atman dengan Brahman. Moksa merupakan tujuan hidup spiritual
bukanlah janji hampa melainkan suatu keyakinan yang berakhir dengan kemyataan.
Kenyataan dalam dunia batin merupakan alam super transendental yang hanya dapat
dibuktikan berdasarkan intuisi yang mendalam.
Ø Jadi dapat disimpulkan
bahwa tujuan tertinggi umat Hindu adalah Moksa. Moksa merupakan kebebasan,
bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari kelahiran berulang-ulang dan
bersatunya atman dengan paratman. Moksa berarti ketenangan dan kebahagiaan
spiritual yang kekal abadi (suka tan pewali duka).
3.4
TANTANGAN DAN
HAMBATAN MOKSA
Setiap tujuan yang
ingin dicapai sedikit tidaknya pasti menemui tantangan atau hambatan, demikian
juga dalam mencapai moksa sungguh tidaklah mudah, banyak terdapat hambatan dan
rintangan diantaranya :
1. Masih
melekatnya karma wesana dalam jiwatman.
2. Karena
terbelenggu oleh Awidya / kebodohan
3. Karena
ikatan subha dan asubha karma
4. Karena
guna, rajas dan tamas selalu lebih dominan
5. Citta,
Budhi, Manah dan Ahamkara tidak seimbang
6. Belum
dapat melaksanakan ajaran-ajaran Catur Asrama dengan baik dan benar.
Selain itu menjalankan Spiritual
dalam kehidupan sehari hari sering mengalami kendala, banyak pertanyaan yang
timbul terutama generasi muda, apakah kita melakukan kegiatan spiritual harus
mengurangi kegiatan untuk mencari harta yaitu bekerja (karma). Ada juga yang
berpendapat bahwa melakukan kegiatan spiritual sebaiknya dilakukan setelah MPP
(masa persiapan pensiun) disamping banyak waktu juga tanggung jawab atau
kewajiban sudah berkurang. Pada saat bekerja aktif dimana ada suatu jabatan
tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan spiritual karena disibukkan dengan
pekerjaan yang kadang menyimpang dari Dharma akibat tugas yang membutuhkan
untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan atasan manajemen.
3.5 UPAYA-UPAYA MENCAPAI MOKSHA
Ada
banyak upaya-upaya yang dapat dilaksanakan untuk mencapai kebahagiaan abadi
atau disebut moksa antara lain :
1)
Mendekatkan
diri kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa
2)
Disiplin
melaksanakan Meditasi
3)
Mendalami
ilmu pengetahuan
4)
Selalu
melaksakan Dharma
5)
Menumbuh
kembangkan kesucian lahir bathin
6)
Memahami
dan melaksanakan Catur Marga
3.6 CONTOH ORANG YANG DIPANDANG MAMPU
MENCAPAI MOKSHA
Sraddhavan
anasuyas Ca
Srnuyad
api yo narah
So
pi muktah shubhamlokan
Prapnuyat
punya-karmanam
(Bhagavadgita
XVIII.71)
Terjemahan:
Orang
yang mempunyai keyakinan dan tidak mencela orang seperti itu walaupun sekedar
hanya mendengar, ia juga terbebas,
mencapai dunia kebahagiaan manusia yang berbuat kebahagiaan.
Adapun orang yang
dipandang mampu mencapai Moksa dalam epos purana dan keyakinan umat Hindu
antara lain :
·
Sri
Rama yang dipandang sebagai orang yang bijaksana dan tidak lagi terikat dengan
hal-hal duniawi, ketika rama dijemput adiknya dan hendak dijadikan seorang raja
namun rama menolaknya.
·
Dang
Hyang Nirarta atau sering disebut dengan Dang Hyang Dwi, beliau moksha dipura
uluwatu, dengan karma dan kesaktian beliau meditasi dipura uluwatu, dan
akhirnya beliau moksa dipura tersebut
dengan mengalai parama moksa yaitu moksa tanpa meninggalkan tubuh/mayat. Tubuh
beliau sudah mengalami pralina atau kembali kealam.
BAB IV
|
ESENSI
BHAKTI SEJATI DALAM RAMAYANA
(Sumber:
sejarahharirayahindu.blogspot.com)
“Arcata
prarcata priyam edhaso Arcata,
arcantu
putraka uta puram na dhrsnvarcata”
(Rgveda VIII.69.8)
"(Pujalah, pujalah Dia sepenuh
hati,
Oh cendekiawan, Pujalah Dia.
semogalah semua anak- anak ikut memuja-
Nya,
teguhlah hati seperti kukuhnya candi
dari batu karang untuk memuja keagungan-
Nya)."
4.1. Ajaran Bhakti Sejati
Bhakti
merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan
jalan kepatuhan atau bhakti. Bhakti yoga disenangi oleh sebagian besar umat
manusia. Tuhan merupakan pengejawantahan dari kasih sayang, dan dapat
diwujudkan melalui cinta kasih seperti cinta suami kepada istrinya yang
menggelora dan menyerap segalanya.
Cinta
kepada Tuhan harus selalu diusahakan. Mereka yang mencintai Tuhan tak memiliki
keinginan ataupun kesedihan. Ia tak pernah membenci makhluk hidup atau benda
apa pun, dan tak pernah tertarik dengan objek-objek duniawi. Ia merangkul
semuanya dalam dekapan tingkat kasih sayangnya. Kama (keinginan duniawi) dan
trisna (kerinduan) merupakan musuh dari rasa bhakti. Selama ada jejak-jejak
keinginan dalam pikiran terhadap objek-objek duniawi, seseorang tidak dapat
memiliki kerinduan yang dalam terhadap Tuhan Atma-Nivedana merupakan penyerahan
diri secara total setulus hati kepada Tuhan, yang merupakan anak tangga
tertinggi dari Navavidha Bhakti, atau sembilan cara bhakti. Atma-Nivedana
adalah prapatti atau saranagati. Penyembah menjadi satu dengan Tuhan melalui
Prapatti dan memperoleh karunia Tuhan yang disebut Prasada. Bhakti merupakan
suatu ilmu spiritual terpenting, karena mereka yang memiliki rasa cinta kepada
Tuhan, sesungguhnya kaya. Tak ada kesedihan selain tidak memiliki rasa bhakti
kepada Tuhan.
4.2. Bagian
Bagian ajaran Bhakti Sejati
Bagian-bagian
dari ajaran bhakti sering disebut dengan Nawa Widha Bhakti :
NO
|
Bagian
|
Makna
|
1
|
Srawanam
|
è
mendengarkan petuah (pitutur)
|
2
|
Wedanam
|
è membaca
kitab suci
|
3
|
kirthanam
|
è
melantumkan tembang suci
|
4
|
Smaranam
|
è
menyebut/mengingat Tuhan berulang-ulang
|
5
|
Padasewanam
|
è sujud
bhakti dikaki nabe (yang dimuliakan)
|
6
|
Sukhyanam
|
è menjalin
persahabatan
|
7
|
Dahsyam
|
è berserah
diri kehadapan Tuhan
|
8
|
Arcanam
|
è berbakti
dengan simbol-simbol Tuhan
|
9
|
Sevanam
|
è memberikan
pelayanan yang baik
|
4.3. SLOKA
AJARAN BHAKTI SEJATI DALAM RAMAYANA
Salah satu petunjuk
tentang bhakti dapat dipahami dalam Kekawin Ramayana sargah II Sloka 2 yang
menyatakan :
Gunamanta Sang
Dasarata
Weruh Sira ring Weda,
Bhakti ring Dewa
Tarmalupeng Pitra
Puja,
Masih te sireng
sawagotra kabeh
Terjemahannya:
Sang
Dasarata adalah seorang raja yang sangat terkenal dan bijak sana, beliau paham
tentang isi Weda (Agama), beliau selalu bhakti kepada dewa yaitu prabhawa Ida
Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa, tidak melupakan pemujaan terhadap
leluhur dan cinta kasih kepada keluarga juga selalu ditunjukkan.
Berdasarkan sloka tersebut diatas yang dikutip dari
cerita Ramayana, terkandung ajaran bhakti dalam agama Hindu merupakan kewajiban
(swadharma) yang harus dilaksanakan dalam menapaki kehidupan didunia ini. Obyek
utamanya adalah Ida Sang Hyang Widhi / Tuhan Yang Maha Esa dengan segala
kemahakuasaanya (Dewa), sejumlah manifestasinya dan para leluhur, baik yang
mempunyai hubungan vertikal pada setiap umat, maupun leluhur secara horisontal
mendapat pengakuan bersama dalam agama.
4.4. BENTUK PENERAPAN BHAKTI SEJATI DALAM KEHIDUPAN
1. SRAWANAM
artinya mendengarkan piteket/ pitutur sane rahajeng/ baik.
ð
Mendengarkan
‘piteket pitutur sane rahayu’ (Bhs. Bali) mendengarkan wejangan yang baik
misalnya; dapat menerima wangsit, senang menerima, mendengarkan dan
melaksanakannya yang diajarkan oleh orang tua kita di rumah, oleh guru di
sekolah, oleh orang suci, dan para pemimpin yang menjalankan pemerintahan.
Berterima kasih kepada siapa saja yang telah memberikan nasihat yang positif
untuk kemajuan diri kita.
2. WEDANAM
artinya membaca kitab kitab suci agama yang kita yakini.
ð
Membaca
kitab kitab suci Agama Hindu yang kita yakini misalnya; Membiasakan diri suka
membaca sloka-sloka kitab Bhagawadgita, Kitab sarasamuscaya, membaca tatwa-tatwa
Agama Hindu baik bersumberkan Sruti maupun Smrti, melalui membaca ajaran suci
akan dapat memberikan kesucian pikiran, ketenangan batin dan pengetahuan rohani
yang lebih luas.
3. KIRTHANAM
artinya melantunkan Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani.
ð
Melantunkan
Tembang tembang suci/ kidung, wirama rohani misalnya; Melantunkan kidung
sebelum dan sesudah melaksanakan persembahyangan, pembacaan wirama dari kekawin
baik Ramayana dan Mahabharta. Menyanyikan tembang-tembang yang mengajarkan
pitutur, piteket yang mengandung tuntunan hidup, cara mendekatkan diri
kehadapan Sang Hyang Widhi/ Tuhan antara lain melalui tembang Sekar alit, Sekar
Agung, Sekar madya dan lagu-lagu daerah setempat yang mengandung nilai-nilai
budaya.
4. SMARANAM artinya
secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
ð
Secara
berulang-ulang menyebutkan Nama-NYA misalnya; Melakukan japa mantra yaitu
mengucapkan mantra-mantra secara berulang-ulang dan terus menerus baik dalam
batin maupun melalui ucapan. Mengucapkan Mantra Om bhur bhuwah svah, tat
savitur varenyam,bhargo Devasyo dhimahi, dhiyo yo nah pracodayat. Mengucapkan
OM Nama Siwa, maupun mantra dan doa yang lainnya yang tujuannya untuk
memberikan keselamatan baik jiwa dan raga kita maupun sekitarnya.
5. PADASEWANAM
artinya sujud bhakti di kaki Nabe.
ð
Sujud
Bhakti di kaki Nabe misalnya; Menghormati dan melaksanakan ajaran orang suci
seperti Pendeta/Pedande, Pinandita/pemangku. Selain itu tugas kita membantu,
memberikan pelayanan, memberikan dana punia, untuk kesejahteraan hidup orang
suci, sehingga beliau dapat melaksanakan tugasnya untuk keselamatan umat
manusia dan seisi alam semesta ini.
6. SUKHYANAM
artinya menjalin persahabatan.
ð
Menjalin
persahabatan misalnya; Dalam ajaran Catur Paramitha disebutkan Maitri yaitu:
Manusia tidak bisa hidup tanpa adanya orang lain karena manusia adalah makluk
sosial. Untuk itu kita harus mencari dan menpunyai banyak teman sebagai
sahabat. Bersahabatlah dengan orang-orang yang memiliki sifat mulia seperti:
susila, pintar, dan saling mengasihi dan menyayangi, suka menolong dan
sifat-sifat baik lainnya. Sehingga dalam hidup ini nyaman, damai, tenang.
7. DAHSYAM artinya
berpasrah diri memuja kehadapan para dewa.
ð
Berpasrah
diri dihadapan para bhatara-bhatari sebagai pelindung dan para dewa sebagai
sinar suci Tuhan untuk memohon keselamatan dan sinarnya disetiap saat adalah
sifat dan sikap yang sangat baik. Berpasrah diri adalah wujud dari sikap
percaya secara penuh kehadapan Tuhan. Berpasrah diri adalah sikap bertanggung
jawab penuh kehadapan Tuhan akan segala kemunginan yang terjadi. Berpasrah diri
dapat melenyapkan segala keragu-raguan yang ada pada setiap pribadi seseorang.
Melaksanakan persembahyangan dengan baik adalah merupakan salah satu wujud dari
berpasrah diri. Setiap umat penting berpasrah diri kepada Tuhan beserta dengan
manifestasi-Nya karena beliau tidak akan mungkin menyengsarakan umatnya. Setiap
siswa perlu berpasrah diri kepada gurunya, karena tidak ada guru yang akan
menelantarkan peserta didiknya.
ð
Demikian
juga sebaliknya, tidak ada siswa yang baik akan menyia-nyiakan gurunya dalam
pembelajaran. Membantu para guru di sekolah yang memberikan ilmunya dengan cara
belajar yang tertib, jujur, dan bertanggung jawab adalah cermin siswa yang
baik. Jika menjadi pegawai/karyawan memberikan pelayanan yang menyenangkan
penuh dedikasi terhadap yang membutuhkan jasa dan pelayanan yang menjadi tugas
dan tanggung jawabnya perlu juga berpasrah diri kepada atasannya, karena tidak
ada atasan yang baik yang akan menyengsarakan bawahannya.
8. ARCANAM artinya
bhakti kepada Hyang widhi melalui simbol-simbol suci keagamaan.
ð
Bhakti
kepada Hyang widhi melalui simbol misalnya: Menghormati dan menjaga kesucian
Pura sebagai lambang/simbol perwujudan Sang Hyang Widhi, karena melalui simbol
tersebut manusia lebih dekat dengan Tuhan dan manifestasi-Nya. Melalui simbol
melakukan pemujaan sebagai wujud rasa bhakti kehadapan Sang Hyang Widhi, maka
dibuatkanlah Pratima atau Patung-patung Deva, termasuk sejajen/banten adalah
perwujudan Tuhan.
9. SEVANAM artinya
memberikan pelayanan yang baik.
ð
Sevanam
atau Atmanividanam adalah bhakti dengan jalan berlindung dan penyerahan diri
secara tulus ikhlas kepada Tuhan. Memberikan pelayanan misalnya; Memberikan
pelayanan dari masing-masing pribadi yang terbaik kepada sesama. Sebagian orang
menyebutnya bahwa hidup ini untuk pelayanan (sevanam). Dalam konteks pelayanan
ini, tugas kita adalah memberikan bantuan kepada sesama untuk meringankan
bebannya, baik pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Terwujudnya Doa
yang diucapkan tentu menjadi harapan kita bersama untuk meringankan sesama.
4.5.
AJARAN BHAKTI SEJATI SEBAGAI DASAR PEMBENTUKAN BUDI PEKERTI YANG LUHUR DALAM
ZAMAN GLOBAL
Konsep ajaran bhakti merupakan
pondasi dasar dalam agama Hindu. Ajaran bhakti mengandung karakter-karakter
setiap individu secara menyeluruh khususnya yang menyangkut sikap, budi
pekerti, sopan santun, tanggung jawab serta sikap-sikap yang luhur dan mulia.
Wujud bhakti secara umum yang dipakai sebagai dasar dalam menghadapi zaman
globalisasi menurut agama Hindu antara lain:
1)
Bhakti
dalam arti persembahan, sesajen, banten sesuai desa kala patra masing-masing,
2)
Bhakti
dalam arti sembahyang atau muspa, seperti melaksanakan Puja Trisandya tiga kali
sehari, melaksanakan puspa kramaning sembah di pura-pura baik dalam piodalan
maupun hari-hari tertentu.
3)
Bhakti
dalam arti bersikap, membantu sesama, tolong menolong, terutama bhakti kepada
yang dimuliakan seperti orang tua, Guru, sahabat dan yang lainnya.
BAB V
|
MENCIPTAKAN
KELUARGA SUKHINAH
(PAWIWAHAN)
(Sumber:
sejarahharirayahindu.blogspot.com)
5.1. PENGERTIAN
DAN HAKIKAT KELUARGA SUKHINAH
Istilah keluarga
berasal dari bahasa sanskerta, dari kata ‘kula’ yang berarti abadi atau hamba
dan kata ‘warga’ yang berarti jalinan atau ikatan.
ð Jadi kata Keluarga artinya
jalinan atau ikatan pengabdian suami istri dan anak. Keluarga merupakan
kesatuan yang terjalin melalui pawiwahan dalam agama Hindu.
ð Pawiwahan (nikah; nganten, mesakapan; "Wiwaha
Samskara"; Grehasta) adalah tradisi adat perkawinan Hindu di Bali
(termasuk dalam manusa yadnya) dimana dalam pernikahan menurut pandangan orang
bali disebutkan merupakan :
- Ikatan lahir bathin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri;
- "Tetep pageh ring
tresna Sujati";
- Selalu setia terhadap janji
dan kata hati.
ð Wiwaha atau nganten
adalah ikatan suci dan komitment seumur hidup menjadi suami-istri dan merupakan
ikatan sosial yang paling kuat antara laki laki dan wanita.
ð Wiwaha juga merupakan
sebuah cara untuk meningkatkan perkembangan spiritual.
Lelaki dan wanita
adalah belahan jiwa, yang melalui ikatan pernikahan dipersatukan kembali agar
menjadi manusia yang seutuhnya karena di antara keduanya dapat saling mengisi
dan melengkapi.
·
Undang-Undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1
dijelaskan pengertian perkawinan yang berbunyi:
ð “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa
Wiwaha harus berdasarkan pada
rasa saling percaya, saling mencintai, saling memberi dan menerima, dan saling
berbagi tanggung jawab secara sama rata, saling bersumpah untuk selalu setia
dan tidak akan berpisah.
Pawiwahan atau Pernikahan adat menurut orang
bali pada hakekatnya adalah upacara persaksian kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang
bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri.
Berdasarkan beberapa pengertian
di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
PAWIWAHAN adalah ikatan lahir
batin (skala dan niskala ) antara
seorang pria dan wanita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal yang diakui
oleh hukum Negara, Agama dan Adat.
Beberapa Sarana Pawiwahan
disebutkan berupa
:
·
Beakala, simbol pensucian “sukla swanita”
(calon jabang bayi) dan sebagai Bhuta saksi, yaitu bagian dari Trisaksi yakni:
Bhuta, Dewa, dan Manusa Saksi.
·
Tegteg daksina peras ajuman masing-masing di
Sanggar Surya untuk mohon kesaksian Bhatara Surya/ Siwa, di Lebuh untuk mohon
kesaksian Bhatara Wisnu, dan di arepan Pandita untuk mohon pemuput.
·
Hulu banten berupa tegteg daksina peras ajuman
di depan bale pawiwahan.
·
Dua
buah pajegan yaitu pajegan buah-buahan diletakkan di sebelah kanan sebagai
simbol pradana, dan pajegan bunga-bungaan disebelah kiri sebagai simbol purusha.
·
Taledan
segi empat sebagai alas banten, simbol catur weda.
·
Dua
buah tumpeng, yaitu merah simbol kama bang (wanita) dan tumpeng putih simbol
kama petak (laki-laki).
·
Satu
butir telur bebek rebus simbol calon janin diletakkan di tengah-tengah tumpeng
dan ditancapi bunga warna merah dan putih.
·
Kalungan
bunga merah putih simbol kekuatan ikatan perkawinan.
·
Segehan
aperancak sebanyak 5 tanding masing-masing diletakkan dibawah sanggar surya,
beakala, bale pawedaan, bale pawiwahan, dan di lebuh, sebagai haturan kepada
bhuta kala.
·
Tegteg
daksina peras ajuman di kamar tidur pengantin untuk mohon perlindungan kepada
Bethara Semara-Ratih agar pengantin dilindungi dari mara bahaya dalam
melaksanakan pawiwahan.
·
Tata
pelaksanaan Upacaranya adalah Pandita ngarga tirta, mareresik, dan mapiuning ke
sanggar surya dan lebuh, kemudian pengantin mabeakala, setelah itu pengantin
menghadapi bale pawiwahan untuk natab banten pawiwahan sadampati. Sebelumnya
pengantin dikalungi bunga.
·
Setelah
natab, telur bebek dikupas dan diberikan makan kepada pengantin; pengantin
mejaya-jaya, terus muspa, mabija, mawangsuh pada. Pandita memberikan dharma
wacana tentang susila pengantin kepada kedua mempelai. Pandita mapuja banten
yang ada di kamar tidur pengantin.
Rangkaian upacara
pawiwahan
merupakan pengesahan karena sudah melibatkan tiga kesaksian yaitu:
- Bhuta saksi (upacara
mabeakala),
- Dewa saksi (mapejati dengan
melaksanakan persaksian kehadapan Sang Hyang Widhi, upacara dengan natab banten
pawiwahan, mapiuning di Sanggah / Merajan), dan
- Manusa saksi (dengan
hadirnya prajuru desa adat, birokrat, dan sanak keluarga/ undangan
lainnya).
Manusa
saksi diwujudkan secara hukum dalam bentuk Akta Perkawinan, Sesuai dengan
Undang-Undang No. 1/1974 pasal 2, Akta Perkawinan itu dicatatkan pada Kantor
Catatan Sipil.
Di
Daerah Kabupaten yang kecil, pejabat catatan sipil kadang-kadang dirangkap oleh
Bupati atau didelegasikan kepada Kepala Kecamatan.
Jadi tugas catatan sipil disini bukanlah
“mengawinkan” tetapi mencatatkan perkawinan itu agar mempunyai kekuatan hukum.
Untuk
Urutan Upacara Pernikahan
:
1.
Upacara di rumah pengantin wanita :
-Masewaka
/ melamar
-Madik
– Meminang
-Mabeakala
-Mepamit
di merajan / sanggah
2.
Upacara di rumah pengantin lelaki :
-Mareresik
-Mapiuning
di Sanggah Surya
-Upacara
suddi-wadhani
-Mabeakala
-Mapadamel
-Metapak
oleh kedua orang tua, berterimakasih dan mohon doa restu.
-Mejaya-jaya
-Ngaturang
ayaban
-Natab
peras sadampati
-Pemuspaan
/ Sembahyang
-Nunas
wangsuhpada / bija
Untuk
madelokan (kedua mempelai pulang menjengguk keluarga wanita), biasanya
dilaksanakan setelah H+3 Pernikahan
JENIS
PERKAWINAN MENURUT SUSASTRA HINDU
Dalam
Kitab Suci Hindu: Manawa Dharmasastra ada delapan cara perkawinan, yaitu:
1.
Brahma
Wiwaha:
ð perkawinan terhormat
di mana keluarga wanita mengawinkan anaknya kepada pria yang berbudi luhur dan
berpendidikan yang dipilih oleh orang tua gadis. (Manawa Dharmasastra Bab
III.27)
ð bentuk perkawinan yang
dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang pria ahli Veda dan
berkelakukan baik yang diundang oleh pihak wanita
2.
Dewa
Wiwaha:
ð orang tua mengawinkan
anak gadisnya kepada pria yang telah berjasa (non material) kepadanya. (Manawa
Dharmasastra Bab III.28)
ð adalah bentuk
perkawinan yang dilakukan dengan memberikan seorang wanita kepada seorang
pendeta pemimpin upacara.
3.
Arsa
Wiwaha:
ð orang tua mengawinkan
anak gadisnya kepada pria yang memberikan sesuatu (material) kepadanya. (Manawa
Dharmasastra Bab III.29)
ð bentuk perkawinan yang
terjadi karena kehendak timbal-balik kedua belah pihak antar keluarga laki-laki
dan perempuan dengan menyerahkan sapi atau lembu menurut kitab suci.
4.
Prajapatya
Wiwaha:
ð perkawinan yang
direstui kedua pihak baik dari keluarga laki maupun keluarga wanita. (Manawa
Dharmasastra Bab III.30)
ð bentuk perkawinan
dengan menyerahkan seorang putri oleh ayah setelah terlebih dahulu menasehati
kedua mempelai dengan mendapatkan restu yang berbunyi semoga kamu berdua
melakukan dharmamu dan setelah memberi penghormatan kepada mempelai laki-laki.
5.
Gandharwa
wiwaha:
ð perkawinan atas dasar
saling mencinta di mana salah satu atau kedua pihak orang tua tidak turut
campur, walaupun mungkin tahu. (Manawa Dharmasastra Bab III.32)
ð bentuk perkawinan
berdasarkan cinta sama cinta dimana pihak orang tua tidak ikut campur walaupun
mungkin tahu.
6.
Upacara
Pawiwahan Sadampati
ð Adalah upacara yang sangat sederhana, biayanya
sedikit namun makna yang dikandung sangat tinggi, karena banten (upakara) yang
digunakan dalam upacara pawiwahan ini mengandung simbol-simbol yang lengkap.
Perkataan Sadampati terdiri dari rangkaian kata-kata: sa-dampa-ti masing-masing
kata berarti sebagai berikut: sa = satu; dampa = tempat duduk/ bangku; ti =
orang. Keseluruhan berarti: orang-orang yang duduk bersama dalam satu bangku
untuk menikah. Acuan upacara ini adalah lontar: Dharma Kauripan.
7.
Asuri
Wiwaha
ð Asuri wiwaha adalah bentuk perkawinan jika mempelai
laki-laki menerima wanita setelah terlebih dahulu ia memberi harta sebanyak
yang diminta oleh pihak wanita.
8.
Raksasa wiwaha
ð adalah bentuk
perkawinan di mana si pria mengambil paksa wanita dengan kekerasan. Bentuk
perkawinan ini dilarang.
9.
Paisaca wiwaha
ð adalah bentuk
perkawinan bila seorang laki-lak dengan diam-diam memperkosa gadis ketika tidur
atau dengan cara memberi obat hingga mabuk. Bentuk perkawinan ini dilarang.
Nb.
·
madelokan
(kedua mempelai pulang menjengguk keluarga wanita, biasanya dilaksanakan
setelah H+3 Pernikahan)
·
setiap
Desa Adat/Desa Kala Patra di Bali memiliki tata cara upacara perkawinan,
tergantung dari kepercayaan masyarakat namun tidak terlepas dari Sastra/Kitab
Suci
5.2. TUJUAN
WIWAHA MENURUT HINDU
Wiwaha dalam agama Hindu dipandang sebagai suatu
yang amat mulia. Dalam Manawa Dharmasastra dijelaskna bahwa wiwaha itu bersifat
sakral yang hukumnya wajib, dalam artian harus dilakukan oleh seseorang yang
normal sebagai suatu kewajiban hidupnya. Penderitaan atau penebusan dosa para
leluhur akan dapat dilakukan oleh keturunannya.
Tujuan utama dapat pertama dalam wiwaha adalah untuk
memperoleh keturunan yang suputra yakni anak yang hormat kepada orang tuanya,
cinta kasih terhadap sesama dan berbhakti kepada tuhan.
Dalam Nitisastra
dijelaskan bahwa “ orang yang mampu
membuat seratus sumur masih kalah keutamaannya dengan orang yang mampu membuat
satu waduk, orang yang mampu membuat seratus waduk kalah keutamaannya dengan
membuat satu yadnya yang tulus iklas dan masih kala dengan orang yang mampu
melahirkan seorang anak suputra. Demikian
keutamaan anak suputra”.
Dalam kehidupan berumah tangga adapun kewajiban yang
harus dilaksanakan yaitu :
1) Melanjutkan keturunan
2) Membina rumah tangga
3) Bermasyarakat
4) Melaksanakan panca yadnya
·
Tujuan
pokok perkawinan adalah terwujudnya keluarga yang berbahagia lahir bathin atau
sering disebut dengan keluarga sukhinah.
Kebahagiaan ini ditunjang oleh unsur-unsur material dan non material.
Unsur
material adalah tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan/ perumahan
(yang semuanya disebut Artha).
5.3. SYARAT
SAH SUATU PAWIWAHAN
Syarat Sah Suatu Pawiwahan Menurut Hindu
- System perkawinan di Indonesia dianggap sah selain telah memenuhi
syarat-syarat yang telah diatur oleh agama masing-masing juga harus
terpenuhinya administrasi untuk pemerintah. Oleh karena itu dalam setiap
perkawinan, harus dilakukan pencatatan perkawinan oleh petugas catatan
sipil
Hal
tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 pasal 2 ayat
1 dan 2 yang berbunyi;
ð “perkawinan adalah
sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu
serta tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
·
Namun,
R. Soetojo Prawirohamidjojo mengatakan bahwa untuk sahnya perkawinan, hanya ada
satu syarat saja yaitu apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu,
·
sedangkan
pencatatan menurut pasal 2 ayat 2 tidak lain daripada suatu tindakan
administrasi Hal tersebut diperkuat pula oleh Abdulrahman yang berpendapat
bahwa pencatatan perkawinan bukanlah syarat yang menentukan sahnya perkawinan
karena segala perkawinan di Indonesia sudah dianggap sah apabila hukum agama
dan kepercayaan sudah menyatakan sah. Meskipun demikian pencatatan perkawinan
memegang peranan yang sangat menentukan, karena pencatatan merupakan suatu
syarat diakui atau tidaknya suatu perkawinan oleh Negara yang membawa
konsekvensi bagi yang bersangkutan (Sumiarni, 2004: 9-10).
Berdasarkan Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 dan Kitab Suci Manava
Dharmasastra maka syarat tersebut
menyangkut keadaan calon pengantin dan administrasi, sebagai berikut:
Dalam
pasal 6 disebutkan perkawinan harus ada
persetujuan dari kedua calon mempelai.dan mendapatkan izin kedua orang
tua. Persetujuan tersebut itu harus
secara murni dan bukan paksaan dari calon pengantin serta jika salah satu dari
kedua orang tua telah meninggal maka yang memberi izin adalah keluarga, wali
yang masih ada hubungan darah. Dalam ajaran agama Hindu syarat tersebut juga
merupakan salah satu yang harus dipenuhi, hal tersebut dijelaskan dalam Manava
Dharmasastra III.35 yang berbunyi:
“Adbhirewa
dwijagryanam kanyadanam wicisyate,
Itaresam tu warnanam
itaretarkamyaya”
Terjemahannya:
“Pemberian
anak perempuan di antara golongan Brahmana,
jika didahului dengan percikan air suci
sangatlah disetujui, tetapi antara warna-warna lainnya
cukup dilakukan dengan pernyataan persetujuan
bersama”
(Pudja
dan Sudharta, 2002: 141).
Dalam pelaksanaan upacara
perkawinan baik berdasarkan kitab suci maupun adat istiadat maka harus diingat
bahwa wanita dan pria calon pengantin harus sudah dalam satu agama Hindu dan
jika belum sama maka perlu dilaksanakan upacara sudhiwadani. Selain itu menurut
kitab Yajur Veda II. 60 dan Bhagavad Gita XVII. 12-14 sebutkan syarat-syarat pelaksanaan Upacara, sebagai
berikut:
1) Sapta pada (melangkah tujuh langkah kedepan)
simbolis penerimaan kedua mempelai itu. Upacara ini masih kita jumpai dalam
berbagai variasi (estetikanya) sesuai dengan budaya daerahnya, umpamanya
menginjak telur, melandasi tali, melempar sirih dan lain-lainnya.
2) Panigraha yaitu upacara bergandengan tangan
adalah simbol mempertemukan kedua calon mempelai di depan altar yang dibuat
untuk tujuan upacara perkawinan. Dalam budaya jawa dilakukan dengan mengunakan
kekapa ( sejenis selendang) dengan cara ujung kain masing-masing diletakkan
pada masing-masing mempelai dengan diiringi mantra atau stotra.
3)
Laja Homa atau Agni Homa pemberkahan yaitu pandita menyampaikan puja stuti
untuk kebahagiaan kedua mempelai ( Dirjen Bimas Hindu dan Budha, 2001:36).
4) Sraddha artinya pelaksanaan samskara
hendaknya dilakukan dengan keyakinan penuh bahwa apa yang telah diajarkan dalam
kitab suci mengenai pelaksanaan yajña
harus diyakini kebenarannya. Yajña
tidak akan menimbulkan energi spiritual jika tidak dilatarbelakangi oleh
suatu keyakinan yang mantap. Keyakinan itulah yang menyebabkan semua simbol
dalam sesaji menjadi bermakna dan mempunyai energi rohani. Tanpa adanya
keyakinan maka simbol-simbol yang ada dalam sesaji tersebut tak memiliki arti
dan hanya sebagai pajangan biasa.
5) Lascarya artinya suatu yajña yang dilakukan dengan penuh keiklasan.
6) Sastra artinya suatu yajña harus dilakukan sesuai dengan sastra atau
kitab suci. Hukum yang berlaku dalam pelaksanaan yajña disebut Yajña Vidhi. Dalam agama Hindu
dikenal ada lima Hukum yang dapat dijadikan dasar dan pedoman pelaksanaan
yajña.
7) Daksina artinya adanya suatu penghormatan
dalam bentuk upacara dan harta benda atau uang yang dihaturkan secara ikhlas
kepada pendeta yang memimpin upacara.
8) Mantra artinya dalam pelaksanaan upacara
yajña harus ada mantra atau nyanyian
pujaan yang dilantunkan.
9)
Annasewa artinya dalam pelaksanaan upacara yajña hendaknya ada jamuan makan dan menerima tamu
dengan ramah tamah.
10)
Nasmita artinya suatu upacara yajña
hendaknya tidak dilaksanakan dengan tujuan untuk memamerkan kemewahan.
Pawiwahan Yang
Dilarang
ð Pawiwahan dapat
dicegah atau dilarang apabila calon mempelai tidak memenuhi persyaratan untuk
melangsungkan pernikahan. Pencegahan akan dilakukan secara hukum dan agama.
Pencegahan dilakukan oleh pendeta atau Brahmana dengan menolak untuk
mengesahkannya karena dipandang tidak layak secara hukum agama. Selain itu
pencegahan dapat dilakukan apabila ada indikasi penipuan dan kekerasan.
Misalnya, mengambil sistem raksasa
wiwaha, paisaca wiwaha atau melegadang, sakit jiwa. Dalam peristiwa yang
disengaja dalam perkawinan maka pelaku dapat dikenakan sanksi.
- Menurut dharmasastra
pencegahan dilakukan apabila ada indikasi perkawinan sapinda.menurut
undang – undang no 1 tahun 1974 suatu perkawinan dapat dibatalkan sesuai
dengan ketentuan pasal 24 dan pasal 27 yang isinya sebagai berikut :
1)Bertentangan dengan
hukum agama
2)Calon masih terikat
dengan perkawinan atau tidak single
3)ila calon suami atau
istri mempunyai cacat yang disembunyikan, sehingga salah satu pihak merasa
ditipu.
4)Perkawinan yang
masih ada hubungan darah.
5)Apabila si istri
tidak menganut agama yang sama dengan suami menurut hukum Hindu.
5.4
LIMA PILAR KELUARGA SUKHINAH
Dalam
menjaga keharmonisan keluarga (Keluarga Sukhinah), ada beberapa hal yang harus
dilaksanakan oleh anggota keluarga antara lain:
1) Seluruh
Anggota keluarga harus memiliki sradha bhakti atau keyakinan yang kuat Kepada
Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Sering sembahyang bersama-sama
didalam rumah (Merajan/sanggah) maupun dipura-pura. Hal inilah yang utama dapat
menumbuhkan rasa bhakti dalam keluarga.
2)
Saling memahami dan mengerti
antara pasangan suami dan istri
Antara suami dan istri harus
mengetahui tugas dan kewajibannya masing-masing untuk menjadi pasangan yang
baik dan ideal antara lain :
Ø
Tugas
dan Kewajiban suami
Dalam
Atharvaveda XIV.1.52 disebutkan bahwa :
“Mameyam astu posyaa, mahyam tvaadaad
brhaspatih,
mayaa patyaa
prajaavati, sam jiiva saradah satam”
Terjemahan:
“Engkau
istriku, yang dianugrahkan Hyang Widhi kepadaku, aku akan mendukung dan
melindungimu. Semoga engkau hidup berbahagia bersamaku dan anak keturunan kita
sepanjang masa”.
Suami hendaknya berusaha tanpa henti untuk
mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi keluarganya, menafkahi istri
secara lahir dan batin, merencanakan jumlah keluarga, menjadi pelindung
keluarga dan figur yang dihormati dan ditauladani oleh istri dan anak-anaknya.
Ø
Tugas
dan Kewajiban Istri
Dalam
Rgveda X.85.46 disebutkan bahwa :
“Samraajni svasure bhava, samraajni svasrvam
bhava,
nanandari samraajni
bhava, samraajni adhi devrsu”
Terjemahan:
“Wahai
mempelai wanita, jadilah nyonya rumah tangga yang sesungguhnya, dampingilah
(dengan baik) ayah ibu mertuamu, dampingilah (dengan baik) saudara saudari
iparmu”.
Dalam
Yajurveda XIV.22 disebutkan bahwa:
“Yantri raad yantri
asi yamani, dhruvaa asi dharitrii”
Terjemahan:
“Wahai
wanita jadilah pengawas keluarga yang cemerlang,
tegakkanlah
aturan keluarga, dan jadilah penopang keluarga”.
Dalam
Regveda X.85.43 disebutkan bahwa:
“Viirasuup devakaamaa
syonaa,
sam no bhava dvipade,
sam catuspade”
Terjemahan:
“Wahai
wanita, lahirkanlah keturunan yang cerdas, gagah, dan berani, pujalah selalu
Hyang Widhi, jadilah insan yang ramah dan menyenangkan kepada semua orang, dan
peliharalah dengan baik hewan peliharaan keluarga”.
Seorang istri hendaknya selalu setia kepada suami,
rajin dan taat dalam menjalankan puja bhakti kepada Hyang Widhi, melahirkan dan
memelihara anak-anak agar cerdas gagah dan berani, selalu menopang keluarga dan
menjalankan aturan dengan baik, berbicara dengan lemah lembut kepada semua
orang, menghormati keluarga mertua, menjaga dan mengatur harta keluarga,
tanaman, dan hewan peliharaan milik keluarga dengan baik. Bila demikian,
niscaya keluarganya akan bahagia dan sejahtera selalu.
“Om Awignam Astu,
Sam Jaaspatyam Suyaman Astu Devah”
Terjemahan:
Ya
Hyang Widhi Semoga Kehidupan Perkawinan Kami Berbahagia dan Tenteran ( Rg Veda
X.85-23)
Lelaki dan wanita adalah belahan jiwa, yang
melalui ikatan pernikahan dipersatukan kembali agar menjadi manusi yang
seutuhnya karena diantara keduanya dapat saling mengisi dan melengkapi. Semoga
ikatan pernikahan kami langgeng, setia dan tidak terpisahkan.
Pahala Bagi Anak-Anak
Yang Berbhakti Kepada Orang Tua
Dalam
Kitab Taittriya Upanisad dikatakan sebagai berikut :
Pitri Deva Bhava,
Matri Deva Bhava
Terjemahan :
Ayah
dan Ibu ibarat perwujudan Dewa dalam keluarga.
Dalam
Kitab Sarasamuccaya, disebutkan ada empat pahala bagi mereka yang berbhakti
kepada leluhur, yaitu sebagai berikut :
-
Kirti,
“kirti ngaran paleman ring hayu” artinya selalu dipuji dan didoakan untuk
mendapatkan kerahayuan.
-
Ayusa,
“ayusa ngaraning urip” artinya berumur panjang atau dapat dikatakan senantiasa
akan selalu dalam keadaan sehat.
-
Bhala,
“bhala ngaraning kesakten’ artinya sakti atau kesaktian. Sakti disini ialah
dalam arti kita akan menjadi pribadi yang kuat mental / tangguh dalam menjalani
hidup.
-
Yasa, Jasa akan selalu meninggalkan yang baik. Bagi mereka yang berbhakti kepada leluhur
maka akan meninggalkan jasa-jasa baik kepada keturunannya maupun masyarakat
luas.
Dari
keempat pahala diatas yang telah disebutkan dapat disimpulkan berbhakti kepada
Leluhur adalah suatu hal yang baik. Melaksanakan atau menjalani hal yang baik
maka kita pun akan mendapatkan hal yang baik.
3. Hidup
selalu saling mencintai dan menyangi antar sesama anggota keluarga.
Hidup
berkeluarga manjadi pasangan suami istri harus senantiasa saling menyayangi,
saling mengasihi, saling perhatian, setia dan jujur terhadap pasangan. Bnayak
dimasyarakat keretakan keluarga terjadi dari kurangnya rasa sayang, perhatian
dan kesetiaan yang mengakibatkan perselingkuhan, pertengkaran dan akhirnya
terjadi perceraian. Hal inilah yang perlu dihindari untuk menjaga kehidupan
keluarga yang tentram atau menjadi keluarga sukhinah.
4. Kepala
keluarga harus bisa menanggung kebutuhan materi dan non materi
Seorang
kepala keluarga harus mempunyai pegangan pengasilan yang kuat, sehingga mampu
membina keluarga tanpa kekurangan papan, sandang dan pangan. Kalau kehidupan
ekonomi sudah sejahtera, senantiasa masalah-masalah hidup yang berbayar bisa
diatasi, biasanya keretakan hubungan keluarga banyak diawalai dari keadaan
ekonomi yang carut marut.
5. Mampu
memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anak untuk masa depan keluarga
Masa
depan suatu keluarga adalah kelanjutan dari keberhasilan anak-anak atau
keturunannya. Untuk menjadi seorang anak yang berhasil dan sukses, tentu
didukung dengan pendidikan yang terjamin. Mulai dari kecil hingga hingga
menjadi orang yang berguna dan memiliki keluhuran budi dididik dari pendidikan
formal maupun non formal sehinga seorang anak menjadi suputra dan dapat
membahagiakan keluarga.
“Kesuksesan anak adalah
mampu membahagiaan
Orang tuanya,
dan Kebahagiaan orang
tua adalah
mampu melihat anaknya suskses”
EmoticonEmoticon