Friday, August 23, 2019

KELAS X SEMESTER 2


DARŚANA
(AJARAN DHARSANA DALAM AGAMA HINDU)



4.1. PENGERTIAN DARŚANA
Kata Darsana berasal dari urat kata
 DARS” yang artinya ‘melihat’, menjadi kata darsana (kata benda)
 artinya ‘penglihatan atau pandangan’.
è DARSANA dalam hubungan ini berarti ‘pandangan tentang kebenaran’ (filsafat).

Nama atau istilah lainnya adalah :
  • Tattva. Kata ini berasal dari kata “tat” yang artinya ‘itu’ yang dimaksud adalah ‘hakekat atau kebenaran’.
  • Mànanasàstra. Kata ini berarti ‘pemikiran, perencanaan, pertimbangan atau renungan’ yang dimaksud adalah pemikiran atau renungan filsafat.
  • Vicàrasàstra. Kata ini berarti ‘pertimbangan, renungan, penyelidikan, dan keragu-raguan’ yang dimaksud adalah menyelidiki tentang ‘kebenaran filsafat’.
  • Tàrka artinya spekulasi. Tàrkika berarti orang yang ahli filsafat.
  • Sraddhà, kata ini berarti keyakinan atau keimanan.
4.2. SISTEM FILSAFAT HINDU
Darsana atau filsafat India dibedakan atas dua kelompok, yaitu:
  1. Pandangan yang orthodox, (ASTIKA)
ð   Kelompok ini mengakui otoritas dan kemutlakan kitab suci Veda sebagai sabda Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan sumber ajarannya.
Kelompok ini terdiri dari:

1.   mkhya, 

    1. SAD DARSANA
       
      Yoga, 
    2. Mìmàmsa, 
    3. Vaisesika, 
    4. Nyàya, dan 
    5. Vedànta.

  1. Pandangan yang heterodox,  ( NÀSTIKA )
ð  Filsafat ini tidak mengakui kebenaran dan kewenangan Veda, terdiri dari 3 aliran filsafat, yaitu:
1.   Càrvàka, 
    1. Buddha, dan 
    2. Jaina.

Ajaran atau benih-benih filsafat India sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Veda (1500 - 600 sebelum Masehi) pada saat kitab-kitab Mantra Samhità disusun. Perkembangan lebih jelas terlihat ketika kitab-kitab Upaniûad disusun sekitar tahun 800 - 300 sebelum Masehi, tidak jauh dengan masa tersebut disusun pula kitab-kitab vìracarita (Ràmàyaóa dan Mahàbhàrata juga puràna). 


Ø  Bagaimanakah hubungan antara Veda dengan Darsana?
 Veda adalah sabda Brahman, wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi sumber ajaran agama Hindu sedang darsana adalah pandangan Mahàrsi atau para ahli tentang kebenaran ajaran Veda dan alam semesta. Darsana (Astika) menjadikan Veda sebagai sumber kajian.

Ø  Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memudahkan pemahaman terhadap ajaran yang terkandung dalam kitab suci. Dengan mempelajari Darsana akan lebih mudah mempelajari kitab suci. Darsana memberikan pencerahan (kejernihan) bagi umat dalam memahami serta mengamalkan ajaran agamanya. 


4.3. SAD DARŚANA
Berikut kami sampaikan pokok-pokok ajaran Sad Darsana yang memberikan rona yang mewarnai dan memberikan pencerahan terhadap ajaran Agama Hindu:
1) Sàmkhya
Menurut tradisi, pembangun ajaran ini bernama Mahàrsi Kàpila, yang menulis mkhyasùtra. Di dalam Bhagavatapuràna disebutkan nama Mahàrsi Kàpila, putra Devahùtì sebagai pembangun ajaran Sàmkhya yang sifatnya theistic.
Ajaran Sàmkhya dan Yoga besar pengaruhnya terhadap ajaran agama Hindu di Indonesia. Kitab-kitab tattwa seperti :
-Wrhaspatitattwa,
-Tattwajñàna,
-Gaóapatitattwa

Ø  Ajaran Sàmkhya sebenarnya sudah tua usianya, hal, ini dibuktikan bahwa dalam kitab-kitab sruti (Mantra, Bràhmana, Àranyaka, Upaniûad, Smrti, Itihàsa dan Puràna) di dalamnya terkandung ajaran Sàmkhya. 

Ø  Kata Sàmkhya berarti pemantulan yaitu pemantulan filsafati.
Adapula yang menyatakan bahwa mkhya berarti kumpulan bilangan
            -SAM     =>   berkumpul,
-KHYA  =>   bilangan.

Ø  Ajaran Sàmkhya ini disebut bersifat realistis karena mengakui realitas dunia ini yang bebas dari roh.
Ø  mkhya disebut “dualistis” karena prinsip ajarannya ada dua realitas yang berdiri sendiri - sendiri, saling bertentangan, tetapi dapat dipadukan, yaitu: purusa dan prakrti. 

Ø  Akhirnya Sàmkhya disebut “pluralistis”, karena mengajarkan bahwa Puruna itu banyak sekali. Tentang kebenaran Tuhan Yang Maha Esa tidak perlu dibuktikan lagi, karena itu pula ajarannya disebut “Nir-ìswara Sàmkhya”.

2) Yoga
Ø  Adapun pembangun ajaran ini adalah Mahàrsi Patañjali.
Ø  Maka Yoga merupakan ilmu yang sifatnya praktis dari ajaran Veda. Ajaran ini merupakan bantuan kepada mereka yang ingin meningkatkan diri di bidang kerohanian.
Ø  Tulisan pertama tentang ajaran Yoga ini adalah kitab Yogasùtra karya Mahàrsi Patañjali.

Kata Yoga sendiri berasal dari urat kata:
 YUJ” yang artinya “berhubungan.
ð  yaitu bertemunya roh individu ( àtma atau puruna) dengan roh universal yang tidak berperibadi (Mahàpuruna atau Paramàtman). Mahàrsi Patañjali mengartikan yoga sebagai “cittavrttinirodha” yaitu penghentian geraknya pikiran. 

Ø  Seringkali filsafat Yoga disebut bersama-sama dengan filsafat Sàmkhya (Sàmkhyayoga) karena memang filsafat yoga berhubungan erat dengan Sàmkhya.
Yang terpenting ialah pelaksanaan ajaran Yoga sebagai jalan memperoleh vivekajñàna,
ð  yaitu pengetahuan untuk membedakan antara yang salah dan yang benar sebagai kondisi untuk mencapai kelepasan.

Ø  Ajaran merupakan praktik dari ajaran Sàmkhya dalam kehidupan nyata. Yoga menerima ajaran tripramàna dan Sàmkhya, juga menerima 25 Tattwamkhya dengan menempatkan ìswara (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai sumber Puruna dan Prakrti itu, walaupun hakekat Purusa sama dengan ìsvara. Karena menempatkan ìsvara sebagai sumber kedua prinsip di atas, maka filsafat Yoga disebut bersifat theistic. Filsafat Yoga disebut juga disebut Saìsvara Sàmkhya atau Sesvara Sàmkhya. 

Ajaran filsafat Sàmkhya, Yoga dan Vedànta sangat mempengaruhi kehidupan Agama Hindu termasuk sangat besar pengaruhnya di Indonesia, khususnya Bali.
Rāja Yoga dikenal dengan nama Aṣṭāṅga-Yoga atau Yoga dengan delapan anggota, yaitu:
1) Yama, (larangan),
2) Niyama (ketaatan),
3) Āsana (sikap badan),
4) Prāṇāyāma (pengendalian nafas),
5) Pratyāhāra (penarikan indriya),
6) Dhāraṇa (konsentrasi),
7) Dhyāna (meditasi), dan
8) Samādhi (keadaan supra Ṣaḍar).

3) Mìmàmsa
Filsafat Mìmàmsa yang akan dibahas adalah Pùrwa Mìmàmsa. Pendiri ajaran ini adalah Mahàrsi Jaiminì

Ø  Kata Mìmàmsa, berarti penyelidikan yang sistematis yang pertama terhadap Veda.

Pùrwa Mìmàmsa secara khusus mengkaji bagian Veda yakni kitab-kitab Bràhmana dan Kalpasùtra sedang bagian yang lain (Àranyaka dan Upanisad) dibahas oleh Uttarà Mìmàýsa yang dikenal pula dengan nama yang populer, yaitu Vedànta. Pùrwa Mìmàýsa sering disebut Karma Mìmàýsa sedang Uttarà Mìmàýsa disebut juga Jñàna Mìmàýsa. 

. Sumber utama adalah keyakinan akan kebenaran dan kemutlakan upacara dalam kitab Veda (Bràhmaóa dan Kalpasùtra). Sumber ajarannya tertulis dalam Jaiminìya-sùtra, karya Mahàrûi Jaiminì. Kitab ini terdiri dari 12 Adhyàya (bab) terbagi ke dalam 60 “pàda” atau bagian. Isinya adalah aturan atau tata cara upacara dalam (menurut Veda). 

Ø  Ajaran (Pùrwa ) Mìmàmsa disebut bersifat pluralistis dan realistis.
Pluralistis karena mengakui banyak jiwa, dan penggandaan asas badani yang membenihi alam semesta,
Realistis mengakui obyek-obyek pengamatan adalah nyata.

Sebagai filsafat Mīmāmsā mencoba menegakkan keyakinan keagamaan Veda. Kesetiaan atau kejujuran yang mendasari keyakinan keagamaan Veda terdiri atas bermacam-macam unsur, yaitu :
1) Percaya dengan adanya roh yang menyelamatkan dari kematian dan mengamati
hasil dari ritual di surga.
2) Percaya tentang adanya kekuatan atau potensi yang melestarikan dampak dari
ritual yang dilaksanakan.
3) Percaya bahwa dunia adalah suatu kenyataan dan semua tindakan yang kita
lakukan dalam hidup ini bukanlah suatu bentuk illusi.

4) Nyàya
Pendiri ajaran ini adalah Mahàrsi Gautama (Gotama)
yang menulis Nyàya-sùtra, terdiri atas 5 adhyàya (bab) dan dibagi ke dalam 5 “pàda” atau bagian. Pada tahun ± 400 Masehi, kitab Nyàya-sùtra ini di komentari oleh Vàtsyàyana. Lama kemudian muncul kitab Nyàya bernama Tàrka Saýgraha oleh Annam Bhaþþa dan kitab Siddhànta Muktavadi oleh Viúvanàtha Pañcànana. 

Ø  Sistem Nyàya membicarakan bagian umum filsafat dan metoda untuk mengadakan penelitian yang kritis. Tiap ilmu sebenarnya suatu nyàya.
Kata nyàya artinya : ‘suatu penelitian yang analitis dan kritis’.
Sistem ini barangkali timbul karena adanya pembicaraan dan perdebatan di antara para ahli pikir dan mereka berusaha mencari arti yang benar dari mantra-mantra Veda. Demikianlah, timbul patokan-patokan bagaimana mengadakan penelitian yang benar. Sistem filsafat Nyàya sering juga disebut Tàrkavàda atau ilmu berdebat.

Ajaran filsafat Nyàya disebut bersifat realistik karena mengakui benda-benda sebagai suatu kenyataan. Ajaran yang realistik ini mendasarkannya pada ilmu logika, sistematis, kronologis dan analitis.

1)      Vaisesika
Sistem filsafat ini dipelopori oleh Mahàrsi Kaóàda, ia bernama juga Ulùka.
Filsafat ini barangkali sedikit lebih tua dari Nyàya. Sistem ini timbul pada abad ke 4 sebelum Masehi. Adapun sebagai sumber ajarannya adalah Vaiúeûika-sùtra

Ø  Tujuan pokok Vaisesika bersifat Metaphisis. Isi pokok ajarannya menjelaskan tentang dharma yaitu apa yang memberikan kesejahteraan di dalam dunia ini dan yang memberikan kelepasan yang menentukan.



6) Vedanta
Sistem filsafat Vedànta juga disebut Uttarà Mìmàýsa yaitu penyelidikan yang kedua karena sistem ini mengkaji bagian Veda yang kedua yaitu Upanisad.

Ø  Kata VEDÀNTA berarti ‘akhir dari Veda’ (Vedasya + Antah).
Sumber ajarannya adalah kitab-kitab Upanisad, tetapi mengingat kitab-kitab Upanisad ini tidak sistematis, maka Bàdaràyaóa yang disebut juga Mahàrsi Vyàsa menyusun kitab yang bernama Vedàntasùtra. 

Kitab ini dalam Bhagavadgìtà disebut Brahmasùtra.
Kitab Vedàntasùtra ini terdiri dari 4 adhyàya (bab) dan masing-masing adhyàya terdiri dari beberapa pàda (bagian). Tiap-tiap adhyàya dari :
-          Brahman adalah realitas tertinggi (Bab 1),
-          mengkaji ajaran yang tidak sesuai dengan Vedànta (Bab 2),
-           mengkaji ajaran moksa (Bab 3)
-          membahas pengetahuan tentang Brahman (Bab 4).

Bila mengkaji Bhagavadgìtà, maka jelaslah terdapat 3 ajaran Darsana yang sangat dominan di dalamnya, yaitu: Sàmkhya, Yoga, dan Vedànta. Ketiga darsana ini berpengaruh di Indonesia, seperti nampak dalam berbagai kitab Tattwa, Kakawin (seperti Arjuna Wiwàha, Dharma-sùnya), dan sebagainya. 

Ø  Karena Vedànta sifat ajarannya adalah absolutisme dan theistisme
 







                                                  


Demikian antara lain kitab-kitab yang dikelompokkan sebagai kitab Veda (Sruti) dan kitab-kitab susastra Hindu yang di dalamnya termasuk kitab-kitab Itihàsa, dharmaúàstra, àgama, tantra, dan darúana.


(Tidak Mengakui Kewenangan Weda)

A. Carvaka

Filsafat carwaka didirikan oleh Brhaspati yang ajarannya tertuang dalam Brhaspati sutra.
Ø  Sistem filsafat ini mengembangkan tradisi heterodok, atheisme dan materialisme. 
Sering disebut dengan lokayata yang berarti berjalan dijalan keduniawian.

Kata carwaka sendiri berasal dari kata:
CARU’ yang berarti manis dan
 VAK’ yang berarti ujaran,
=> jadi carwaka berarti kata-kata yang manis.

·         Carwaka mengajarkan tentang kenikmatan indrawi yang merupakan tujuan tertinggi hidup.
- Carwaka juga berarti seorang materialis yang mempercayai manusia terbentuk dari materi,
- tidak mempercayai adanya atman dan Tuhan, bentuk inilah yang menyebabkan ia sering dianggap sebagai hedonisme timur.
Ø  Pengetahuan yang valid hanya didapatkan dengan pratyaksa (persepsi), yaitu melalui kontak langsung dengan indriya. Alam hanya terbentuk oleh 4 bhuta, elemen zat, yaitu : udara, api, air, dan tanah. Tujuan tertinggi dari manusia rasional adalah mencapai kenikmatan yang sebenar-benarnya di dunia, dan menghindari penderitaan.
ü  Adapun inti ajaran carwaka adalah :
1.Tanah, air, api, dan udara adalah elemen dari alam semesta.
2.Tubuh, indra, dan objek-objek merupakan hasil kombinasi dari berbagai elemen alam.
3.Kesadaran muncul dari material seperti sifat alkohol anggur yang muncul dari anggur yang dipermentasi.
4.Tidak ada roh, yang ada adalah tubuh yang sadar
5. Kepuasan adalah satu-satunya tujuan hidup manusia.
6.Kematian adalah pembebasan.
B. Jaina
Filsafat jaina merupakan sistem filsafat yang mengembangkan tradisi atheisme namun spiritual,

=> kata JAINA sendiri berarti ‘penakluk spiritual’.

 Jaina mengklasifikasikan pengetahuan menjadi 2, yaitu :
1.APAROKSA
Ø  pengetahuan langsung, terdiri dari avadhi (kemampuan melihat hal-hal yang tidak nampak oleh indra), manahparyaya (telepathi), dan kevala (kemahatahuan).

2. PAROKSA
Ø  pengetahuan antara, terdiri dari mati (mencakup pengetahuan perseptual dan inferensial) dan sruta (pengetahuan yang diambil dari otoritas)

ü  Jaina menerima tiga jenis pramana,
a.       pratyaksa (persepsi),
b.      anumana (inferensi), dan
c.       sruta (otoritas).

ü  Jaina meyakini tentang adanya pluralisme roh, terdapat roh-roh sesuai dengan banyaknya tubuh. Tidak hanya roh dalam manusia, binatang, dan tumbuhan, tapi meyakini hingga roh-roh yang ada dalam debu. Roh memiliki kualifikasi tinggi dan rendah, namun semuanya mengalami belenggu dalam pengetahuan yang terbatas.
ü   Belenggu dapat dihilangkan dengan :
1)      Keyakinan yang sempurna terhadap ajaran guru-guru jaina.
2)      Pengetahuan benar dalam ajaran-ajaran tersebut.
3)      Perilaku yang benar. Perilaku ini meliputi, tidak menyakiti dan melukai seluruh mahluk hidup, menghindari kesalahan mencuri, sensualitas, dan kemelekatan objek-objek indriya.
Dengan tiga hal tersebut maka perasaan akan dikendalikan, dan karma yang membelenggu roh akan hilang, hingga roh mencapai kesempurnaan alamiahnya yang tak terbatas. Jaina tidak mempercayai dengan adanya Tuhan, para tirthangkara menggantikan tempatNya.
ü   Jaina mengenal lima disiplin spiritual, yang terdiri dari :
1.Ahimsa (non kekerasan)
2.Satya (kebenaran)
3.Asteya (tidak mencuri)
4.Brahmacarya (berpantang dari pemenuhan nafsu, baik pikiran, kata-kata, dan perbuatan)
5.Aparigraha (kemelekatan dengan pikiran, kata-kata, dan perbuatan).

C. Buddha

Filsafat Buddha lahir dari ajaran-ajaran Buddha Gautama pada abad 567 sm,
ð  ajarannya bersifat Atheisme dan Spiritual.
Ø  Buddha menekankan pada etika, cinta kasih, persaudaraan, menolak sistem kasta, dan menolak otoritas Weda dan pelaksanaan yajna.

Ø  Tujuan akhir perjalanan hidup manusia adalah NIRWANA, bukan sebagai karunia Tuhan dan Dewa-Dewa, namun diperoleh melalui usaha diri sendiri. Pencerahan yang didapatkan oleh Sidharta Gautama meliputi empat kebenaran utama (catvari arya-satyani), yaitu :
1)      Kebenaran bahwa ada penderitaan.
2)      Kebenaran bahwa ada penyebab penderitaan.
3)      Kebenaran bahwa ada penghentian penderitaan.
4)      Kebenaran bahwa ada yang menghilangkan penderitaan.
ü  Ajaran Buddha sering pula disebut dengan ‘jalan tengah’ (madhyama marga),
ü  ajaran-ajaran pokoknya dibukukan dalam tiga kitab suci (tripitaka yang berarti tiga keranjang pengetahuan),
 yang terdiri dari :
-  Vinaya pitaka yang membahas tata laksana bagi masyarakat umum,
- Sutta pitaka yang membahas upacara-upacara dan dialog berkaitan dengan etika, dan
- Abhidhamma pitaka yang berisi eksposisi teori-teori filsafat Buddha.
Kebenaran bahwa ada yang menghilangkan penderitaan, terdiri dari 8 jalan utama, yaitu :
1.pandangan yang benar (samyagdrsti)
2.Determinasi yang benar (samyaksamkalpa)
3.Perkataan yang benar (samyalgwak)
4.Perilaku yang benar (samyakkarmanta)
5.Cara hidup yang benar (samyagajiva)
6.Usaha yang benar (samyagvyayama)
7.Sikap pikiran yang benar (samyaksmrti)
8.Konsentrasi yang benar (samyaksamadhi)
Doktrin Buddha tidak mengakui eksistensi Atman dan Tuhan, namun mengadopsi bentuk keykinan seperit hukum karma, reinkarnasi, dan pembebasan (nirwana)

Usaha untuk menyatukan ke enam sistem menjadi satu filsafat ortodoks klasik baru dilakukan pada sekitar abad ke-9 dan abad ke-11. Nama keenam sistem filsafat dan pendirinya adalah:
1.      Sistem Nyaya                   : didirikan oleh Gautama
2.      Sistem Vaisesika              : didirikan oleh Kanada
3.      Sistem Samkhya               : dirumuskan oleh Kapila
4.      Sistem Yoga                     : dirumuskan oleh Patanjali
5.      Sistem Purva-Mimamsa   : dirumuskan oleh Jaimini
6.      Sistem Vedanta                : dirumuskan oleh Vyasa

Keenam filsafat ini biasanya dikelompokkan menjadi Tiga Pasangan Ganda .
Ø  Pasangan pertama adalah Nyaya-Vaisesika;
Ø  Pasangan kedua adalah Samkhya-Yoga;
Ø  pasangan ketiga adalah Mimamsa-Vedanta.

Setiap pasangan dianggap sebagai dua sisi mata uang. Setiap aspek berfungsi sebagai pelengkap dan penguat bagi aspek lainnya. Jika keempat sistem pemikiran India lainnya (Samkhya, Yoga, Mimamsa, & Vedanta) adalah bersifat spekulatif, dalam arti bahwa mereka menjelaskan alama-semesta sebagai satu kesatuan menyeluruh, sistem Nyaya-Veiseshika mewakili tipe filsafat analitis serta menjunjung tinggi akal sehat dan sains.



              C.   Mimamsa
Secara etimologis, kata mimamsa berarti ‘bertanya’atau penyelidikan. bagian pertama dari filasfat ini disebut Purwa-Mimamsa (Mimamsa), sedangkan bagian kedua disebut Uttara-Mimamsa (Vedanta). Mimamsa dan vedanta juga seringkali dijadikan satu pasangan. Sistem Mimamsa-Vedanta adalah dua bagian dari satu filsafat yang mewakili unsur paling ortodoks dari tradisi Weda. Kedua sistem ini menjelaskan perkembangan, tujuan, serta ruang lingkup teks Weda.
Kata Mimamsa, berarti penyelidikan yang sistematis terhadap Veda. Purwa Mimamsa secara khusus mengkaji bagian Veda, yakni kitab-kitab Brahmana dan Kalpasutra, sedang bagian yang lain (Aranyaka dan Upanisad) dibahas oleh uttara Mimamsa yang dikenal pula dengan nama yang populer, yaitu Vedanta. Purwa Mimamsa sering disebut Karma Mimamsa, sedang Uttara Mimamsa disebut juga Jnana Mimamsa.
Sebagai tokoh aliran Mimamsa ialah Jaimini yang hidup antara abad 3-2 SM dengan ajaran pokok yang diuraikan dalam kitab Mimamsa-Sutra. Dalam jaman kemudian ajaran dalam mimamsa-sutra dikomentari oleh para pengikutnya seperti : Sabaraswamin sekitar abad ke 4 Masehi dan Prabhakarya sekitar tahun 650. Serta yang terakhir oleh Kumarila Bhata sekitar tahun 700.






Rounded Rectangle: BAB V
 


CATUR ASRAMA

catur asrama
(Sumber: new.babadbali.com)

“Catur Asrama ngaranya Brahmacari, Grhastha, Wanaprastha,
Bhiksuka, Nahan tang Catur Asrama ngaranya”
(Sīlakrama hal 8).
Terjemahan:
Yang bernama Catur Asrama adalah Brahmacari, Grhastha,
Wanaprastha, dan Bhiksuka.

5.1. PENGERTIAN CATUR ASRAMA
Catur Asrama Berasal dari kata:          
·         Catur    : Empat
·         Asrama : Tempat/ lapangan kerohanian
ð  Catur Asrama  adalah Empat jenjang kehidupan berdasarkan atas tatanan kerohanian Hindu, waktu umur, dan sifat prilaku manusia

1). Brahmacari, => waktu mengejar ilmu pengetahuan;
2). Grehastha,=>  membina rumah tangga yaitu kawin dan melahirkan keturunan;
3). Wanaprasta, => persiapan meningkatkan hidup kerohanian dan perlahan-lahan membebaskan diri dari ikatan keduniawian.
4). Bhiksuka =>  lepas dari ikatan keduniawian -> mengabdikan diri kepada ISWW

Takitakining sewakaguna widya
Smara wisaya rwangpuluh ring ayusa
Tengahi tuwuh san wacana gegen ta
Patilaring Atmeng tanu paguruken”
(Kekawin Nitisastra V.1)
Artinya :
  • Bersiap sedialah selalu mengabdipada ilmu pengetahuan, Hal yang menyangkut asmara setelah berumur 20th, setelah berusia setengah umur menjadi penasihatlah pegangannya, setelah itu hanya memikirkan lepasnya atmanlah yang menjadi perhatian.
(Sumber:www.thecrowdvoice.com)




5.2. BAGIAN-BAGIAN CATUR ASRAMA DAN KEWAJIBANNYA
Rounded Rectangle: 1. Brahmacari Asrama 


·         “Brahma” artinya ilmu pengetahuan suci
·         Cari ( “Car” )  artinya bergerak.

ð  BRAHMACARI artinya bergerak di dalam kehidupan menuntut ilmu pengetahuan ( masa menuntut ilmu pengetahuan)

·         Brahmacari juga dikenal dengan istilah ” Asewaka guru / aguron-guron ” yang artinya guru membimbing siswanya dengan petunjuk kerohanian untuk memupuk ketajaman otak yang disebut dengan ” Oya sakti ” .
·         Dalam masa brahmacari ini siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex ,karena akan mempengaruhi ketajaman otak.
ð  Untuk masa menuntut ilmu, tidak ada batasnya umur, mengingat ilmu terus berkembang mengikuti waktu dan zaman . Maka pendidikan dilakukan seumur hidup. (Long Life Education)
Dalam kitab Silakrama , pendidikan seumur hidup dapat dibedakan menurut perilaku seksual dengan masa brahmacari. brahmacari dapat dibedakan menjadi 3 bagian, antara lain :
a.       SUKLA BRAHMACARI
è artinya tidak kawin selama hidupnya . Contoh orang yang melaksanakan sukla brahmacari . Laksmana dalam cerita ramayana, bhisma dalam mahabarata, jarat karu dalam cerita adi parwa.
b.      SEWALA BRAHMACARI
è artinya kawin hanya rekali dalam hidupnya walau apapun yang terjadi.
c.       TRESNA ( KRESNA BRAHMACARI )
è artinya kawin yang lebih dari satu kali , maksimal empat kali. Perkawinan ini diperbolehkan apabila – istri tidak melahirkan
adapun syarat tresna brahmacari adalah :
- istri tidak bisa melaksanakan tugas sebagai mana mestinya.
- mendapat persetujuan dari irtri pertama
- suami harus bersikap adil terhadap irtri-istrinya
- sebagai ayah harus adil terhadap anak dari istri-istrinya.

Kewajiban dalam Brahmacari:
Sebagai seorang siswa yang sedang menuntut ilmu pengetahuan ia harus taat terhadap petunjuk dan nasihat yang diajarkan oleh guru yang mengajarnya. Dalam ajaran agama Hindu kita mengenal adanya empat guru, yang disebut dengan Catur Guru, yaitu:
a.       Guru Swadyaya, yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Mahaesa).
b.      Guru Rupaka, yaitu orang tua (Ibu dan Bapak) yang melahirkan dan membesarkan kita.
c.       Guru Pangajian, yaitu guru yang mendidik dan mengajar di sekolah.
d.      Guru Wisesa, yaitu pemerintah.

“Samyaṅ mithyāprawrtte wā
wartitawyam gurāwiha,
gurunindā nihantyāyurmanusyānām
nā samçayah.
Lawan waneh, hay wa juga ngwang mangupat ring guru,
yadyapin salah kene polahnira, kayatnākena juga gurūpacarana,
kasiddhaning kasewaning kadi sira, bwat amuharāpāyusa amangun kapāpan,
kanin-dāning kadi sira’
(Sarasamuccaya, 238)
Terjemahan:
Sebagai seorang siswa (murid), tidak boleh mengumpat guru, walaupun
perbuatan beliau keliru, adapun yang harus diusahakan dengan baik ialah
perilaku yang layak kepada guru agar berhasil dalam menimba ilmu. Bagi
yang suka menghina guru, akan menyebabkan dosa dan umur pendek baginya.
Rounded Rectangle: 2.Grahasta Asrama

 



Grahasta berasal dari dua kata.
·         Grha” artinya rumah,
·         stha” artinya berdiri.

ð  GRAHASTA artinya berdiri membentuk rumah tangga. Dalam berumah tangga ini harus mampu seiring dan sejalan untuk membina hubungan atas darar saling cinta mencintai dan ketulusan.

ð  syarat-syarat perkawinan adalah
- sehat jarmani dan rohani
- hidup sudah mapan
- saling cinta mencintai
- mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua.

o   Sejak itu jenjang kehidupan baru masuk ke dalam anggota keluarga / anggota masyarakat. Menurut kitab Nitisastra. Masa grahasta yaitu minimal 20 tahun.
ð  adapun tujuan grahasta adalah :
- melanjutkan keturunan
- membina rumah tangga ( saling tolong menolong, sifat remaja dihilangkan, jangan bertengkar apalagi di depan anak-anak karena akan mempengaruhi perkembangan psikologis anak )
- melaksanakan panca yadnya ( sebagai seorang hindu )

Kewajiban Suami
Menurut kitab suci Hindu (Weda Smerti) seorang suami berkewajiban:
1.      Melindungi istri dan anak-anaknya. la harus mengawinkan anaknya kalau sudah waktunya.
2.      Menugaskan istrinya untuk mengurus rumah tangga. Dan urusan agama dalam rumah tangga ditanggung bersama.
3.       Menjamin hidup dengan memberi nafkah kepada istrinya bila akan pergi keluar daerah.
4.      Memelihara hubungan kesucian dengan istri, saling percaya mempercayai, memupuk rasa cinta dan kasih sayang serta jujur lahir batin. Suka dan duka dalam rumah tangga ditanggung bersama sehingga terjaminnya kerukunan dan keharmonisan.
5.      Menggauli istrinya dan mengusahakan agar tidak terjadi perceraian dan masingmasing tidak melanggar kesucian.
6.      Tidak merendahkan martabat istri. Janganlah terlalu cemburuan, yang menyebabkan timbulnya percekcokan dan perceraian dalam keluarga.

Kewajiban Istri
Di samping kewajiban suami menurut Weda Smerti, ditetapkan pula pokok kewajiban istri, sebagai timbal balik dari kewajiban suaminya. Kewajibannya ini meliputi kewajiban sebagai seorang istri dan kewajiban sebagai wanita dalam rumah tangga.
Adapun kewajibannya itu adalah:
1.      Sebagai seorang istri dan sebagai seorang wanita hendaknya selalu berusaha tidak bertindak sendiri-sendiri. Setiap rencana yang akan dibuat harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan suami.
2.      Istri harus pandai membawa diri dan pandai pula mengatur dan memelihara rumah tangga, supaya baik dan ekonomis.
3.      Istri harus setia pada suami dan pandai meladeni suami dengan hati yang tulus ikhlas serta menyenangkan.
4.      Istri harus dapat mengendalikan pikiran, perkataan, dan tingkah laku dengan selalu berpedoman pada susila. la harus dapat menjaga kehormatan dan martabat suaminya.
5.       Istri harus dapat memelihara rumah tangga, pandai menerima tamu, dan meladeni dengan sebaik-baiknya.
6.      Istri harus setia dan jujur pada suami, dan tidak berhati dua.
7.      Hemat cermat dalam menggunakan harta kekayaan, tidak berfoya-foya, dan boros.
8.      Tahu dengan tugas wanita, rajin bekerja, merawat anak dan meladeni kepentingan semua keluarga. Berhias diwaktu perlu.

Demikianlah antara lain kewajiban sebagai seorang suami dan istri. Oleh karena itu hendaknya selalu memupuk pribadi yang baik. Selain itu rasa kasih dan sifat lemah lembut bersaudara harus kita tumbuh kembangkan. Contoh hal tersebut dapat kita temui dalam wiracarita Mahabarata, dimana diceritakan bahwa Pandawa bersama lima saudaranya bersatu dan hidup rukun, sehingga ia dapat terangkat dari lembah kesengsaraan menuju bahagia.

Rounded Rectangle: 3.Wanaprasta Asrama
 


Wanaprasta terdiri dari dua kata yaitu
wana ” yang artinya pohon, kayu, hutan, semak belukar dan
” prasta ” yang artinya berjalan, berdoa.
Jadi wanaprastaè hidup menghasingkan diri ke dalam hutan. Mulai mengurangi hawa nafsu bahkan melepaskan diri dari ikatan duniawi.

Manfaat menjalani jenjang wanaprasta dalam kehidupan ini antara lain :
a. Untuk mencapai ketenangan rohani.
adapun filsafat tentang itu :
- orang menang, tidak pernah mengalahkan
- orang yang kaya karena tidak pernah merasa miskin
b. Manfaatkan sisi hidup di dunia untuk mengabdi kepada masyarakat.
c. Melepaskan segala keterikatan duniawi

Menurut kitab Nitisastra masa wanaprasta  setelah berusia kurang lebih 60 tahun ke atas. Karena pada usia seperti itu, anak-anaknya sudah dapat hidup mandiri. Bagi seorang pegawai negeri ia sudah pensiun sehingga ia sudah lepas dan bebas dari tugas dinasnya. Ia dapat menikmati sisa usianya yang sudah senja untuk ketenangan batinnya, agar dapat berpegang pada ucapan-ucapan yang baik, terutama mempelajari persiapanpersiapan untuk lepasnya Atma dari tubuh kita yaitu mati. Mati adalah pasti karena tidak dapat dihindari, hanya waktunya kita tidak tahu karena itu merupakan kuasa Tuhan. Maka menempuh hidup Wanaprastha bagi setiap orang tidak sama usianya, karena tingkat sosial ekonomis tiap-tiap orang adalah berbeda.
Rounded Rectangle: 4. Biksuka Asrama
 



Kata biksuka berasal dari kata
“biksu”(sebutan pendeta Buda). Biksu = meminta-minta.
Masa BIKSUKAè tingkat kehidupan yang dilepaskan terutama ikatan duniawi, hanya mengabdikan diri kepada Tuhan ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa ).

Ciri-ciri seorang biksuka :
a. Selalu melakukan tingkah laku yang baik dan bijaksana
b. Selalu memancarkan sifat-sifat yang menyebabkan orang lain bahagia.
c. Dapat menundukkan musuh-musuh nya seperti Sad Ripu
- kama = nafsu
- loba = tamak / rakus
- kroda = marah
- moha = bingung
- mada = mabuk
- matsyarya = iri hati

Contoh Ceritra Penerapan Brahmacari
“Pelaksanaan Brahmacari Membawa Akibat Bagi Leluhurnya”
Tersebutlah seorang Brahmana yang bernama Sang Jaratkaru. Ia yang bernama Jaratkaru, sangatlah takut pada kesengsaraan hidup ini. Jaratkaru adalah putra seorang wiku terpilih atas ketetapan budinya. Beliau begitu rajin mengambil butir-butir padi yang tercecer di jalan atau di sawah lalu dipungut dan dicucinya. Apabila sudah terkumpul banyak lalu ditanaknya, digunakan sebagai korban kepada para Dewa dan juga untuk dihidangkan kepada para tamu. Demikianlah ketetapan budi leluhurnya Jaratkaru, tidak terikat oleh cinta asmara, tidak memikirkan istri melainkan bertapa sajalah yang dipentingkan.
Dikisahkan sekarang Sang Maha Raja Parikesit berburu kemudian dikutuk oleh Bhagawan £renggi supaya digigit naga Taksaka. Pada kesempatan itulah Jaratkaru bertapa. Setelah ia berhasil bertapa mahir atas segala mantra-mantra ia dibolehkan memasuki segala tempat, termasuk tempat-tempat yang dikehendaki yaitu tempat di antara surga dan neraka namanya Ayatanasthana. Pada tempat neraka ditemukan roh leluhurnya sedang terhukum tergantung pada pohon bambu besar, mukanya tertelungkup ke bawah kakinya diikat sedangkan di bawahnya ada jurang yang sangat dalam, jalan akan menuju kawah neraka. Roh akan tepat jatuh ke kawah apabila tali gantungan itu putus. Di lain pihak seekor tikus sedang menggigit pohon bambu tersebut. Peristiwa ini sangat kritis dan sangat mengerikan bagi para roh yang terhukum. Melihat kejadian ini Jaratkaru berlinang-linang air matanya kasihan menyaksikan roh terhukum tersebut.
Didekatilah roh itu dan ditanya satu persatu penyebab ia sampai terhukum seperti itu. Semua roh menyampaikan suatu alasan penyebabnya, seperti mencuri, irihati memfitnah, berzina dan lain-lain yang menurut Jaratkaru memang pantas pula mendapatkan hukuman seperti itu. Kemudian akhirnya Sang Jaratkaru menanyakan penyebabnya sampai terhukum, lalu roh itu menjawab, saya ini yang kau tanyai, saya akan katakan keadaan saya semua, keturunan kami putus itulah sebabnya saya pisah dari dunia leluhur dan tergantung di bambu besar ini seakan-akan sudah masuk neraka. Saya punya seorang keturunan bernama Jaratkaru. Ia pergi karena ingin melepaskan ikatan kesengsaraan orang, ia tidak punya istri, karena menjadi seorang brahmacari sejak masih kecil.
Itulah sebabnya saya ada di buluh ini, karena berata semadinya keturunan saya di asrama pertapaannya. Mungkin ia telah hebat ilmunya namun apabila putus keturunannya niscaya tidak ada buah dari tapanya. Saya tidak berbeda seperti orang yang melaksanakan perbuatan hina yang pantas mendapat sengsara. Rugi rupanya perbuatan saya yang baik pada waktu hidup. Kalau kiranya engkau belas kasihan kepada saya, pintalah kasihannya sang wiku Jaratkaru supaya suka berketurunan, supaya saya dapat pulang ke tempat para leluhur, katakanlah bahwa saya menderita sengsara, supaya ia juga berbelas kasihan. Mendengar kata-kata leluhurnya itu, makin berlinang-linanglah air matanya dan tanpa disadari ia menangis, hatinya makin tersayat melihat leluhurnya menderita, lalu berkata: “saya inilah yang bernama Jaratkaru, seorang keturunanmu yang gemar bertapa, bertekad menjadi brahmacari, kiranya sekaranglah penderitaanmu berakhir sebab selalu sempurna tapa yang telah berlangsung. Adapun kalau itu yang menjadi kendala untuk kembali ke surga, janganlah khawatir, saya akan memberhentikan kebrahmacarian saya”. Saya akan mencari istri agar mempunyai anak. Adapun istri yang saya kehendaki adalah istri yang namanya sama dengan nama saya supaya tidak ada pertentangan dalam perkawinan saya. Kalau saya telah berputra saya akan menjadi brahmacari lagi.
Demikian kata Sang Jaratkaru dan pergilah ia mencari istri yang senama dengan dia. Semua penjuru sudah dimasukinya namun belum mendapatkan istri yang senama dengan dia, maka dia tidak tahu apa yang akan dikerjakan dengan tanpa disadari dia mencari pertolongan kepada bapaknya supaya dapat menghindarkan dirinya dari sengsara.
Kemudian masuklah ia ke hutan sunyi, sambil menangis mengeluh kepada segala makhluk, termasuk makhluk yang tidak bergerak. Saya ini Jaratkaru seorang brahmana yang ingin beristri berilah saya istri yang senama dengan saya Jaratkaru, supaya saya berputra, supaya leluhur saya pulang ke surga. Seru dan tangis sang Jaratkaru terdengar oleh para naga, dalam waktu singkat disuruhlah para naga mencari brahmana itu yang bernama Jaratkaru oleh Sang Basuki, yang akan diberikan pada adiknya yang bernama Nagini yang diberi nama Jaratkaru agar mempunyai anak brahmana yang akan menghindarkan dirinya dari korban ular. Terjadilah perkawinan kedua mempelai Jaratkaru yang senama, dengan berbagai upacara. Kemudian Sang Jaratkaru mengadakan perjanjian kepada sang istri yaitu jangan engkau mengatakan sesuatu yang tidak mengenakan perasaan, demikian pula berbuat yang tidak senonoh. Kalau hal itu kau perbuat engkau akan kutinggalkan.
Demikianlah kata Sang Jaratkaru kepada istrinya, lalu merekapun hidup bersama.Beberapa bulan kemudian terlihatlah tanda-tanda bahwa istrinya hamil. Pada suatu waktu ia akan tidur, ia minta ditunggui oleh istrinya, karena dikiranya akan ditinggalkan. Ia minta agar kepalanya dipangku oleh istrinya dan tidak mengganggunya selama beliau tidur. Dengan hati-hati istrinya memangku suaminya yang cukup lama sampai waktu senja tepat waktu waktu pemujaan. Lalu sang Nagini Jaratkaru membangunkan brahmana Jaratkaru, takut kelewatan waktu memuja. Setelah membangunkan Jaratkaru justru terbalik, brahmana Jaratkaru malah marahmarah mukanya merah karena marahnya. Brahmana berseru: ”Hai Nagini (Jaratkaru) jahanam! Sangatlah penghinaanmu sebagai istri, engkau berani mengganggu tidurku! Tidak selayaknya tingkah laku istri seperti tingkahmu itu. Sekarang engkau akan kutinggalkan”. Demikian kata-katanya lalu memandang kepada istrinya. Nagini mengikutinya, lari lalu memeluk kaki suaminya. ”Oh tuanku, Ampunilah hamba tuanku ini. Tidak karena hinaan hamba membangunkan tuanku. Tetapi hanya memperingatkan tuanku akan waktu pemujaan setiap hari waktu senja. Salah kiranya, karena itu hamba menyembah, minta ampun tuanku, baik kiranya tuanku kembali................Kalau hamba sudah punya anak yang akan menghindarkan keluarga hamba dari korban ular, sejak itulah tuanku boleh bertapa kembali”.
Demikian Nagini minta belas kasihan. Jaratkaru menjawab “Alangkah baiknyaperbuatanmu, Nagini, memperingatkan pemujaan kepadaku pada waktu senja, tapi sama sekali aku tidak dapat mencabut perkataanku untuk meninggalkan engkau. Jangan khawatir keinginanmu untuk memiliki Asti, anakmu sudah ada. Itulah yang akan melindungimu kelak pada waktu korban ular. Senanglah Nagini Jaratkaru. Sang Nagini ditinggalkannya. Nagini lalu mengatakan kepada Sang Basuki tentang kepergian suaminya. Mengatakan segala perkataan Sang Jaratkaru, dan mengatakan pula tentang isi kandungannya, yang menyebabkan girangnya sang Basuki.
Setelah berselang beberapa lama lahir seorang bayi laki-laki sempurna keadaan badannya, kemudian diberi nama Sang Astika, karena bapaknya bilang ”asti”. Bayi itu disambut oleh Sang Basuki dan diberi upacara sebagai seorang brahmana. Baru lahir Sang Astika seketika itu leluhur yang bergantungan tadi lepas dari penderitaan dan melayang ke surga mengenyam hasil tapanya dahulu. Demikian pula Naga Taksaka terhindar dari korban ular yang dilangsungkan oleh Raja Janamejaya.








Rounded Rectangle: BAB VI
 


CATUR VARNA

catur warna

“Niyatam kuru karma tvam,
karma jyayo hy akarmanah,
sarirayatra pi cha ten
a prasidheyed akarmanah
(Bhagavadgītā III.8.42).
Terjemahan:
Lakukanlah pekerjaan yang diberikan padamu karena melakukan perbuatan
itu lebih baik sifatnya daripada tidak melakukan apa-apa, sebagai juga untuk
memelihara badanmu tidak akan mungkin jika engkau tidak bekerja.


6.1. PENGERTIAN CATUR VARNA
Catur Warna  berasal dari bahasa Sansekerta yaitu :
-           ''Catur" berarti empat
-           "warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya memilih.

Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra.

Caturwarnyam maya srishtam
Guna karma wibhagasah
tasya kartaram api mam
viddhy akartaram avyayam
(Bhagavad-Gita Bab IV sloka 13)
Artinya :
Catur Warna adalah ciptaan- Ku
Menurut pembagian kwalitas kerja
Tetapi ketahuilah bahwa walaupun Aku yang menciptakannya,
Aku bukanlah pelaku dan tanpa perubahan

Kenapa Catur Warna diidentikkan dengan Kasta?
Kata "Kasta" berasal dari bahasa Portugis
"Caste" yang berarti pemisah, tembok, atau batas.

Ø  Timbulnya istilah kasta dalam masyarakat Hindu adalah karena adanya proses sosial (perkembangan masyarakat) yang mengaburkan
Ø  Pengaburan pengertian warna ini melahirkan tradisi kasta yang membagi tingkatan seseorang di masyarakat berdasarkan kelahiran dan status keluarganya. 




6.2. BAGIAN-BAGIAN CATUR VARNA
Bagian-bagian Catur Varna :
1. WARNA BRAHMANA (PUTIH)
Disimbulkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.
-orang-orang yang menekuni kehidupan spiritual dan ketuhanan, para cendikiawan serta intelektual yang bertugas untuk memberikan pembinaan mental dan rohani serta spiritual. Atau seseorang yang memilih fungsi sosial sebagai rohaniawan

2. WARNA KSATRIA. (MERAH)
Disimbulkan dengan warna merah
Ksatria-orang orang yang bekerja / bergelut di bidang pertahanan dan keamanan/pemerintahan yang bertugas untuk mengatur negara dan pemerintahan serta rakyatnya
Atau seseorang yang memilih fungsi sosial menjalankan kerajaan: raja, patih, dan staf - stafnya.
Jika dipakai ukuran masa kini, mereka itu adalah kepala pemerintahan, para pegawai negeri, polisi, tentara dan sebagainya. 
setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan keamanan negara.

3. WARNA WAISYA . (KUNING)
Disimbulkan dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang kesejahteraan masyarakat (perekonomian, usaha dan lain- lain).
orang yang bergerak dibidang ekonomi, yang bertugas untuk mengatur perekonomian atau seseorang yang memilih fungsi sosial menggerakkan perekonomian.
Dalam hal ini adalah pengusaha, pedagang, investor dan usahawan (Profesionalis) yang dimiliki Bisnis / usaha sendiri sehingga mampu mandiri dan mungkin memerlukan karyawan untuk membantunya dalam mengembangkan usaha / bisnisnya.

4. WARNA SUDRA. (HITAM)
Disimbulkan dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang ketenagakerjaan.
Sudra-orang yang bekerja mengandalkan tenaga/jasmani, yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan menjadi pelayan atau pembantu orang lain atau seseorang yang memilih fungsi sosial sebagai pelayan, bekerja dengan mengandalkan tenaga. seperti: karyawan, para pegawai swasta dan semua orang yang bekerja kepada Waisya untuk menyambung hidupnya termasuk semua orang yang belum termasuk ke Tri Warna diatas.
images-2

6.3. KEWAJIBAN MASING-MASING VARNA
1. Bramana
è Dharma, satya, Dama, Tapa, Drti, Ksama, Yadnya, Titiksa (tidak gusar).
Keterangan yang senada kita jumpai pula dalam Manawa Dharmaśāstra I, 88,
yang berbunyi sebagai berikut:
Adhyāpanam adhyayanam
Yajanam yājanam tathā,
dānam pratigraham caiva
Brāhmanānām akalpayat
Terjemahan:
Kepada Brāhmaṇa, Tuhan menetapkan kewajibannya ialah mempelajari dan
mengajarkan Veda, melaksanakan upacara kurban untuk diri sendiri dan
masyrakat umum, memberikan dan menerima dana punia.

2. Ksatria
è Menjaga keamanan negara, bersedekah, mempelajari weda, upacara korban api suci
ManawaDharmasastra II sloka 31, menyebutkan untuk golongan atau Varna Kṣatriya
nama-namanya hendaknya menggunakan kata-kata mengandung arti “kekuatan”. Sifatsifat
Varna Kṣatriya, Bhagavadgītā XVIII, 43, menguraikari sebagai berikut:
śauryaḿ tejo dhṛtir dākṣyaḿ
yuddhe cāpy apalāyanam
dānam īśvara-bhāvaś ca
kṣātraḿ karma svabhāva-jam
Terjemahan:
Berani, perkasa, teguh iman, cekatan dan tak mundur dalam peperangan,
dermawan dan berbakat memimpin, adalah karma (kewajiban) Kṣatriya.

3. Waisya
è Bersedekah, menjalankan perekonomian negara, bhakti kepada  TRYAGNi, yaitu : Ahawaniya (Api tukang masak), Garhaspati (Api perkawinan), Cita gni (api Pembakar mayat)

Peranan dan fungsi Waisya dijumpai dalam pustaka suci Hindu Slokantara, 37, diuraikan kewajiban Waisya
sebagai berikut:
Vaicyah krsivalah karyo gopah
sasya bhrtwratah Wartayukto
grhopatah ksetrapalo ‘tha Vaisyajah.
Kalingannya, karyaning sang Waisya,
masawahsawah rumaksa ring lembu,
dhumaranang pari, maka sahaya wuluku,
kahananya umunggah ringgrha kathanyan.
Ksetrapala ngaranya rumaksa sawah.
Yeka Waisya sasana, ling sang Hyang Aji.
Terjemahan:
Orang Waisya harus bekerja sebagai petani, pengembala, pengumpul hasil tanah,
bekerja dalam lapangan perdagangan dan mempunyai hotel-hotel dan rumah
penginapan. Orang yang lahir di keluarga Waisya itu lahir sebagai pelindung ladang.
Pekerjaan seorang Waisya ialah peladang, memelihara ternak, mengumpulkan padi
dan membajak, tempat dalam bertugas ialah pondok. Ksetrapala artinya pelindung
ladang. Demikianlah kewajiban seorang
Waisya menurut kitab suci.
4. Sudra
è Melayani, sebagai pekerja, mengabdi pada Brahmana, Ksatria dan Waisya.

Sarasamuccaya, 60, menguraikan peranan dan fungsi Varna Śudra sebagai berikut:

Brāhmaṇa ksatram waicyaVarnam ca śūdrah
Kramenaitan nyāyatah pūjyamanah,
tusteswateswawyatho dagdhapāstyaktwā
deham sidhimistam labheta.
Yapwan ulahaning śudra, bhaktya sumewāri sang brāhmana,
Ri sang ksatriya,ring waiśya, yathākrama juga, paritusta sang telun
sinewakanya hilang ta papanya, siddha sakāryannya.
Terjemahan:
Akan halnya perilaku Śudra, setia mengabdi kepada Brāhmaṇa, Kṣatriya, dan
Waisya sebagaimana mestinya, apabila puaslah ketiga golongan yang dilayani
olehnya, maka terhapuslah dosanya dan berhasil segalanya.


6.4. PROFESIONALISME VARNA -KASTA - WANGSA
Catur Kasta / Wangsa
ð  merupakam Sistem  pelapisan sosial masyarakat Bali yang beragama Hindu disebut “Wamsa”, yang oleh masyarakat  luas disebut “Wangsa”.
ð  Wangsa sendiri juga seperti kasta, dimana sama-sama bukan ajaran Agama Hindu. Sistem wangsa di Bali sendiri timbul sejak pemerintahan Dalem di Bali  pada abad ke XV.

Wangsa / Kasta dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
1.Brahmana Wangsa,
ð  yang secara tradisional berasal dari keturunan Dang Hyang Dwijendra danDang Hyang Astapaka,
2.Ksatria Wangsa,
ð  yaitu keturunan Ksatria yang berasal dari Majapahitdan Kediri
3.Jaba Wangsa,
ð  yaitu mereka yang tidak masuk ke dalam Brahmana dan Ksatria wangsa

·         Sebenarnya umat hindu sudah menyalah artikan tentang warna maupun kasta tersebut . Kasta itu adalah hanya sebuah title / kehormatan yang diberikan oleh Dalem (Penguasa daerah Bali) karena jasa-jasa dan kedudukan nya dalam bidang pemerintahan , Negara maupun di masyarakat dan diwarisi secara turun temurun oleh anak cucu nya dianggap hak , walaupun tidak lagi memegang jabatan itu Sedangkan sistem Warna mengajarkan seseorang agar tidak  membanggakan ataupun memikirkan status sosialnya, melainkan diharapkan mereka melakukan kewajiban sesuai dengan status yang disandang karena status tersebut tidak didapat sejak lahir, melainkan berdasarkan keahlian mereka. Jadi, mereka dituntut untuk lebih bertanggung jawab dengan status yang disandang daripada membanggakannya.
·         Maka dari itu jangan mencampur-adukkan soal titel ini dengan agama, karena titel ini adalah  persoalan masyarakat, persoalan jasa, persoalan jabatan yang dianugerahkan oleh raja pada zaman dahulu. Dalam agama, bukan kasta yang dikenal, melainkan "warna" dimana ada empat warna atau Caturwarna yang membagi manusia atas tugas-tugas (fungsi) yang sesuai dengan  bakatnya. Pembagian empat warna ini ada sepanjang zaman.
·         Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat pada Pesamuhan Agung Tanggal 29 Oktober 2002. Menetapkan antara lain; Catur Varna adalah ajaran agama Hindu tentang pembagian tugas dan kewajiban masyarakat atas “guna” dan “Kama” dan tidak terkait dengan Kasta atau Wangsa. Bhisama tentang Pengamalan Catur Varna ini sebagai pedoman yang sepatutnya dipatuhi oleh seluruh umat Hindu. Menugaskan kepada Pengurus Harian Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk memasyarakatkan Bhisama Tentang Pengamalan Catur Varna ini, beserta penjelasannya dalam lampiran Bhisama ini kepada scluruh umat Hindu di Indonesia.

hubungi saya via WA : 085237290333.

1 comments

Brahmacari yaitu masa menuntut ilmu, sekarang kebanyakan digunakan hal lain daripada belajar. Solusinya yaitu bisa dilakukan dengan memotivasinya bahwa ilmu itu berguna untuk masa depan.
Grahasta yaitu membentuk rumah tangga, disini ad sampai terjadinya perceraian, solusinya yaitu seperti saling mengerti dan mengalah.
Wanaprasta yaitu membebaskan diri dari ikatan duniawi.
Bhiksuka yaitu meminta minta.
Pada Catur Asrama ini pada intinya yaitu agar tercapainya hidup yang baik.


EmoticonEmoticon